Penetapan Tersangka Korupsi LCC tidak Sembarangan

MATARAM — Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB disebut arogan dalam penetapan tersangka dugaan korupsi kerjasama operasional (KSO) antara BUMD PT Tripat dengan PT Bliss Pembangunan Sejahtera pada Lombok City Center (LCC).

Namun pihak Kejati NTB menegaskan bahwa mereka dalam menetapkan mantan Bupati Lobar, Zaini Aroni, dan dua orang lainnya sebagai tersangka, tidak sembarangan. “Jaksa dalam menetapkan seseorang jadi tersangka tidak akan sembarangan. Penyidik Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati NTB selalu melaksanakan tupoksinya secara propesional” terang Kasi Penkum Kejati NTB Efrien Saputera, Minggu (27/4).

Dua tersangka lainnya, masing-masing mantan Direktur Utama PT Tripat Lalu Azril Sopiandi, dan PT Bliss Pembangunan Sejahtera, Isabel Tanihaha. Efrien menyebut, menetapkan tiga orang sebagai menjadi tersangka itu tidak pernah arogan, melainkan berdasarkan bukti-bukti yang kuat. “Menetapkan seseorang menjadi tersangka sudah pasti penyidik memiliki bukti-bukti yang kuat terjadinya tindak pidana korupsi,” tegasnya.

Dikatakan, jika ada yang keberatan dengan penetapan tersangka itu, bisa menempuh jalur hukum praperadilan ke pengadilan. “Jika ada pihak-pihak dari tersangka merasa keberatan, silakan ikuti mekanisme hukum yang sudah diatur dalam undang-undang, ajukan praperadilan,” tandasnya.
Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) Pidsus Kejati NTB, Hendarsyah YP mengatakan, penanganan perkara dugaan korupsi LCC tersebut masih dalam pemberkasan. Penyidik masih melengkapi berkas perkara tersangka untuk dilimpahkan ke jaksa penuntut. “Belum P21 (berkas perkara belum dinyatakan lengkap). Secepatnya,” ucapnya.

Penetapan tersangka secara arogan yang dilakukan Kejati NTB itu datang dari Samudra Putra MH, Tokoh Masyarakat NTB Jakarta. “Kami melihat ada kesan arogan dan terlalu dipaksakan dalam perkara ini. Barang bukti tidak lengkap dan kerugian negara tidak jelas, tapi orang sudah ditahan. Apalagi menurut informasi yang saya terima bahwa Pak Zaini Arony itu tidak tahu kesalahan apa yang dilakukannya sehingga menjadi tersangka dan ditahan dalam kasus dugaan korupsi pada investasi pembangunan Lombok City Center (LCC) ini,” kata tokoh masyarakat NTB di Jakarta ini kepada awak media, Minggu (27/4).

Sejak Zaini Arony ditahan, lanjutnya, tidak ada pemeriksaan yang dilakukan Kejati NTB. Sejak ditetapkan sebagai tersangka dan kemudian ditahan, tidak ada pemeriksaan yang dilakukan oleh jaksa penyidik kepada Zaini Arony.

Menurut hemat saya, untuk apa menahan Pak Zaini Arony kalau tidak ada kepentingan pemeriksaan. Terlebih Pak Zaini Arony itu sudah tidak menjabat bupati lagi, sehingga tidak mungkin menghilangkan barang bukti, apalagi mengulangi perbuatannya.

Jadi, alasan subjektif dan objektif menahan seseorang tidak terpenuhi. Sehingga tampaknya upaya penahan oleh pihak kejaksaan itu hanya arogansi semata,” tegas Samudra Putra.
Selain Zaini Arony, lanjut Samudra Putra, pihaknya juga mendengar informasi yang sama bahwa tersangka IT dan LAS juga ternyata tidak dilakukan pemeriksaan yang intensif sejak ditahan pada 24 Februari 2025 lalu.

Karenanya, Samudra Putra yang juga Ketua Umum Presidium Pemerhati Nusa Tenggara Barat (P2NTB) Jakarta menduga pihak kejaksaan tidak mempunyai bukti kuat, sehingga sangat lamban dalam menangani perkara ini. Dan dengan lamanya penahanan yang dilakukan Kejati NTB terhadap ketiga tersangka ini, tentu sangat berpotensi melanggar HAM.

Menahan orang itu artinya sama dengan merampas kemerdekaan seseorang, padahal tidak ada kejelasan apa perbuatan para tersangka ini sehingga disebut merugikan negara, siapa yang melakukan perhitungan kerugian, semuanya tidak jelas. Mestinya kalau sudah dinyatakan ditahan, segera limpahkan ke pengadilan, ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Umum Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Republik Indonesia (Ketum GMPRI), Raja Agung Nusantara menyesalkan sikap Kejati NTB yang terkesan tidak profesional dan arogan dalam menetapkan Zaini Arony sebagai tersangka dan melakukan penahanan dalam perkara LCC tersebut.

Apalagi diketahui bila Zaini Arony itu sama sekali tidak diberitahu kesalahan apa yang diperbuat sehingga ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan.

Pada saat diberikan surat penetapan tersangka dan surat perintah penahanan, Pak Zaini Arony tidak dijelaskan apa kesalahannya. Katanya ada kerugian negara, tapi kenapa tidak ditunjukkan mengenai perhitungan kerugian negara itu, dan dilakukan oleh siapa. Jadi, untuk mencapai hukum yang berkeadilan, mestinya diterangkan terlebih dahulu kesalahannya dan diberikan perhitungan kerugian negara agar tersangka mempersiapkan diri untuk pembelaan dirinya, kata Raja Agung Nusantara.

Untuk itu, Raja Agung Nusantara meminta pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) RI untuk melakukan audit dan ekspose secara transparan terhadap perkara tersebut. Bila perlu sampaikan ke publik supaya terang benderang itu barang, supaya jangan sampai ada penyalahgunaan wewenang yang bukan justru untuk penegakan hukum melainkan menzalimi orang lain,” tegasnya.

Raja Agung juga menyebut, Zaini Arony ini sudah sepuh. Karena itu, puluhan ulama dan Tuan Guru bersedia menjaminkan diri agar penahanan ditangguhkan. “Sayangnya, permintaan penangguhan itu tidak dikabulkan. Jaminan para ulama dan Tuan Guru tidak dianggap. Tidak ada sisi kemanusiaannya,” tambahnya.
Kejati NTB mengusut kasus ini karena lahan seluas 8,4 hektare miliknya Pemda Lobar tersebut diagunkan ke Bank Sinarmas untuk mendapatkan kredit. Akan tetapi, kredit tersebut macet. Akibatnya, sertifikat lahan yang diagunkan masih di pegang Bank Sinarmas.

Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati NTB Hasan Basri sebelumnya mengungkap peran tersangka. Zaini Arony dalam kasus tersebut sebagai mantan Bupati Lobar dan mantan Komisaris Utama PT Tripat.

Zaini Arony disebut banyak terlibat dalam kasus tersebut, saat menjabat sebagai orang nomor satu di Lobar, tepatnya tahun 2013 lalu. “Dari hasil penyidikan, berdasarkan bukti-bukti yang telah diperoleh oleh penyidik, diketahui bahwa dalam kasus ini yang bersangkutan (Zaini Arony) selaku Komisaris Utama PT Tripat dan Bupati Lobar pada sekitar bulan Juni-November 2013, ada terdapat beberapa peran yang bersangkutan,” ungkapnya.

Peran pertamanya, mengenalkan tersangka sebelumnya Lalu Azril Lalu Azril Sopandi, selaku Direktur Utama PT Tripat dengan PT Bliss Pembangunan Sejahtera.

“Kemudian, beliau (Zaini Arony) juga ikut berperan aktif dalam beberapa pertemuan membahas rencana KSO bersama pihak PT Tripat dan PT Bliss Pembangunan Sejahtera,” ujarnya.
Peran lain mantan narapidana kasus pemerasan terkait proses permohonan izin dan pengembangan kawasan wisata di wilayah Lobar tahun 2010-2012 itu, juga yang menerbitkan surat KSO antara PT Tripat selaku BUMD Lobar, dengan PT Bliss Pembangunan Sejahtera.

“Ada bertanda tangan dalam KSO itu. Beliau (Zaini Arony) mengetahui dan menyetujui,” terangnya.
KSO antara PT Tripat dengan PT Bliss Pembangunan Sejahtera yang dibuat tersangka, disinyalir tanpa persetujuan dari DPRD. “Sejauh yang kami temukan terkait KSO nya sendiri, tidak ditemukan ada persetujuan dari dewan. Kecuali di penyertaan modalnya. Sementara itu yang baru kami temukan,” katanya.

Selaku Komisaris Utama PT Tripat, Zaini Arony disebut juga menyetujui dan bahkan ikut hadir pada saat penandatanganan KSO antara PT Tripat dengan PT Bliss Pembangunan Sejahtera, tanggal 8 November 2013 lalu di Hotel Sentosa Senggigi.
“Pada saat penandatanganan (KSO antara PT Tripat dengan PT Bliss Pembangunan Sejahtera), dia (Zainy Aroni) juga hadir. Dan sesuai akta nya juga, beliau hadir dan menyetujui sesuai aktanya. Seperti itu,” ucap dia.

Sementara, tersangka Lalu Azril Sopiandi dan Isabel melakukan KSO pada LCC itu saat masih menjabat sebagai direktur. “Salah satu poin krusial KSO diantara mereka (kedua tersangka) itu adalah melegalkan atau mengesahkan atau dapat mengagunkan sertifikat HGB (hak guna bangunan) atas tanah eks penyertaan modal Pemda Lobar,” sebut Hasan Basri belum lama ini.

Luas tanah pusat pembelanjaan itu 8,4 hektare, yang terdiri dari dua sertifikat. Salah satu sertifikat tanah dengan luas 4,8 hektar diagunkan ke Bank Sinarmas. “Yang diagunkan satu sertifikat, 01. Tidak seluruhnya (tanah) yang diagunkan,” ujarnya.

Nilai kerugian keuangan negara Rp 38 miliar lebih itu, terdiri dari nilai tanah yang diagunkan. Dan kontribusi tetap yang semestinya dibayarkan sejak KSO berlaku. “Kontribusi tetap itu kalau tidak salah totalnya hanya Rp 1 miliar,” katanya.

Ketiga tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebelum penetapan tersangka ini, sejumlah saksi telah diperiksa penyidik beberapa waktu lalu. Mulai H Moh Uzair selaku mantan Sekda Lobar, dua mantan Kepala Kantor Aset Pemkab Lobar Burhanudin dan Mahdan.
Kemudian ada nama L Gde Ramadhan Ayub selaku Kabid Pengelolaan Aset Lobar. Kemudian Syarif Hidayatullah mantan Kabag Ekonomi Pemkab Lobar, Lale Prayatni istrinya Sekretaris Daerah (Sekda) NTB Lalu Gita Ariadi. Lale dipanggil atas jabatan yang pernah diemban dahulu, sebagai Kabag Pembangunan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lobar.

Selanjutnya, Abdul Manan selaku mantan Camat Narmada, Kabid Pengelolaan Keuangan Pemda Lobar bernama Muh Adnan, mantan Kabag Ekonomi Pemda Lobar Aisyah Desilina Darmawati. (sid)