Penduduk Miskin Diprediksi Bertambah

Penduduk Miskin Diprediksi Bertambah
CUKAI ROKOK : Salah seorang petani tembakau di Lombok Timur saat panen tembakau.( DOK /RADAR LOMBOK)

Dampak Kenaikan Cukai Rokok

MATARAM – Pemerintah Pusat melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI telah resmi menetapkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau atau cukai rokok sebesar 23 persen dan harga jual eceran (HJE) sebesar 35 persen yang mulai berlaku Januari 2020. Kenaikan cukai rokok otomatis menaikan harga rokok di tingkat konsumen.

Kenaikan harga rokok tersebut diprediksi akan berdampak pada meningkatnya jumlah penduduk miskin di Nusa Tenggara Barat. Pasalnya, sebagian besar masyarakat NTB dan secara nasional, merupakan perokok aktif. Selain itu selama ini rokok menjadi penyumbang angka kemiskinan yang cukup tinggi.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB Suntono, memperdikisi dengan adanya kenaikan cukai rokok akan berdampak terhadap bertambahnya angka kemiskinan di NTB. Mengingat, rokok menjadi salah satu komoditi penyumbang inflasi selama ini.  

“Punya potensi, tapi harus di lihat dulu respon pasarnya. Apakah ketika harganya naik, konsumsinya tetap atau justru turun,” kata Suntono, Minggu (12/1).

Menurut Suntono, harga rokok naik, tapi konsumsinya tetap seperti periode sebelum naik, maka potensi cukup besar terhadap angka kemiskinan di NTB. Nantinya, akan terlihat dari respon kosumen perokok, apakah ketika cukai di naikan harga rokok naik, lantas berpengaruh terhadap daya beli masyarakat atau tidak. Artinya juga berpengaruh terhadap jumlah kemiskinan atau tidak. 

Kalau harga rokok naik, daya beli masyarakat naik, mungkin tidak berpengaruh terhadap angka kemiskinan. Tapi kalau harga naik kemudian daya beli tetap segitu juga, tentu ada pengaruh terhadap kenaikan angka kemiskinan. Lebih parah lagi, kalau daya beli turun, harga rokok naik dan konsumsi rokok tetap, maka akan semakin memperburuk angka kemiskinan NTB yang akan naik tinggi.

Terlebih lagi, rokok paling banyak dikonsumi oleh masyarakat, meskipun kalori yang dihasilkan kecil, tetapi menjadi salah satu yang dikonsumi, sehingga BPS menjadikan rokok sebagai salah satu penyebab penduduk miskin. Disisi lain, pada Maret 2019 peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan).

“Catatan tahun kemarin kita di NTB mengalami penurunan kemiskinan dari periode sepetember 2018 sampai Maret 2019,” jelasnya.

Untuk diketahui, harga rokok merupakan salah satu penyumbang terbesar terhadap garis kemiskinan di Indonesia. Pasalnya, harga rokok filter setiap tahunnya terus naik dan berdampak terhadap laju inflasi. Harga rokok memiliki andil terhadap kemiskinan untuk wilayah pedesaan maupun perkotaan.

Sementara itu, di NTB berdasarkan catatan BPS NTB Pada Maret 2019, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan tercatat sebesar 384,65 ribu orang atau 15,74 persen. Sementara penduduk miskin di daerah perdesaan sebesar 351,31 ribu orang atau 13,45 persen.

Sebelumnya, Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi NTB Achris Sarwani mengatakan, memasuki awal 2020 pemerintah menaikan cukai rokok, yang bisa berpengaruh terhadap inflasi dan kemiskinan. Mengingat, naiknya cukai berdampak terhadap tingginya harga rokok dan rendahnya serapan tembakau petani.

“Kita berharap masyarakat menyesuaikan diri untuk pola konsumsi rokok tersebut sehubungan dengan kenaikan cukai,” katanya. (dev)

Komentar Anda