SETIAP orang mengalami perkembangan kondisi kejiwaan sejak dalam kandungan.
Ketika sudah lahir, maka perkembangannya dipengaruhi lagi oleh pola asuh dan lingkungan tempat tinggal. Hal-hal ini yang bisa menjadi pemicu terjadinya gangguan jiwa. “ Faktor genetik merupakan salah satu faktor yang berperan,” papar Dokter Spesialisi Kejiwaan di RSUD Kota Mataram dr IGA Diah Kumara Dewi,M.Biomed.Sp.K.J.
Selain faktor genetik, faktor stressor atau tekanan dalam kehidupan juga berperan. Seseorang dalam kondisi yang tidak menyenangkan dalam hidupnya juga mempengaruhi kondisi kejiwaannya. Untuk itu setiap orang butuh cara untuk menormalkan kondisi jiwa ketika stres. Salah satunya dengan memperkuat cara menghadapi suatu masalah yang bisa membuat stres. Selain itu dengan rajin melakukan konseling ke psikiater.” Selain obat, juga harus dilakukan psikoterapi,” jelasnya.
Setiap orang dalam menghadapi masalah atau stressor itu berbeda beda. Contohnya kata dr Diah misalnya ketika ada orang yang patah hati, setiap orang pasti memiliki cara yang berbeda untuk menghadapinya. Misalnya ada yang menangis sampai tidak mau makan. Ada yang sampai menyiksa diri, ada juga orang yang menanggapinya biasa saja.” Cara-cara menghadapi stresor ini yang harus diperbaiki dan ini harus dilakukan psioterapi,” paparnya.
Tidak semua penyakit emosional itu bisa dikatakan mengalami kelainan jiwa. Orang yang bisa disebut mengalami gangguan jiwa itu kalau ia sudah sampai mengganggu dirinya beraktivitas atau disebut dengan “ Hendaya “. Hendaya adalah suatu abnormalitas dari fungsi seseorang. Misalnya ketika seseorang mengalami kecemasan yang terlalu berlebihan, yang bisa menganggu kehidupan sehari- hari sehingga aktivitas kehidupan terganggu. Apalagi sampai tidak bergaul dan menjauh dari masyarakat ini sudah termasuk gangguan yang berlebihan.” Cemas itu memang biasa terjadi pada individu normal, tetapi kalau berlebihan bisa menjadi gangguan cemas ,” tegasnya.(ami)