Pemprov Optimis Bayar Utang 2021

UTANG : Sekda Provinsi NTB, H Lalu Gita Ariadi bersama jajaran saat menggelar konfrensi pers berkaitan dengan utang Pemprov 2021, Rabu (2/1). (Faisal Haris/Radar Lombok)

MATARAM – Pemprov NTB akhirnya buka suara mengenai beban utang tahun 2021 akibat banyak proyek yang belum terbayarkan.

Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Provinsi NTB, H Lalu Gita Ariadi menyadari ada utang yang belum terbayarkan. Namun sebagian anggaran sudah siap dialokasikan untuk pembayaran. Tinggal menunggu waktu dan proses administarsi saja. “Yang jelas secara administrasi keuangan semua dihitung sebagai utang karena ada batas periodisasi penyelenggaraan pemerintahan pada 2021 sampai 31 Desember. Tutup buku dan sebagainya,” terang Gita saat gelar konfrensi pers di ruang kerjanya, Rabu (2/1).

Meski demikian, Gita mengaku, dari sekian proyek tahun 2021 ada yang sudah terbayarkan. Untuk proyek yang belum terbayar sudah terhitung sebagai utang. Alokasi anggaran pembayarannya juga sudah disiapkan. “Jadi sudah ada alokasi anggaran untuk dibayarkan,’’ jelasnya.

Untuk besaran utang pemprov sendiri dirincikan Kabid Anggaran BPKAD Provinsi NTB, Bowo Soesetyo, bahwa ada dua jenis kewajiban yang harus dibayarkan berkaitan dengan utang tahun 2021. Yakni utang beban dan utang pengadaan. Untuk utang beban terdiri dari kewajiban untuk pembayaran semisal bayar air, listrik dan sebagainya sebesar Rp 1,8 miliar. Kemudian bagi hasil dengan kabupaten kota sebesar Rp 81 miliar. “Tetapi  untuk utang beban kita sudah siapkan anggaran di 2022. Jadi sudah tidak ada masalah,” jelasnya.

Namun, lanjut Bowo, yang menjadi atensi beberapa waktu lalu adalah utang pengadaan belanja pemerintah yang belum terbayar pada APBD NTB tahun 2021 mencapai Rp 229 miliar. Baik pembayaran proyek dari pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD maupun untuk pembayaran program direktif gubernur dan wakil gubernur dalam penajaman RPJMD mendukung visi dan misi. “Kenapa utang pegadaan belum dibayarkan karena prinsip dari pengelolaan keuangan daerah adalah melakukan belanja atau pembayaran disesuaikan dengan pendapatan daerah. Nah, tahun 2020 dan 2021 kita dihadapkan pada situasi pendemi banyak sumbar-sumber pendapatan tidak terealisasi,” jelas Bowo.

Baca Juga :  Dirut PT AMG Kembalikan Kerugian Negara Rp 800 Juta

Karena itu, sambungnya, ada beberapa belanja yang tidak dapat dibayarkan dengan jumlah besaran dari utang pengadaaan sebesar Rp 229 miliar tersebut. “Dan ini kita akan melakukan reschedule pembayaran yang kita akan mulai melakukan penelaah pada Feberuari ini. Mudah-mudahan pada bulan Maret nanti kita sudah dapat melakukan penjadwalan untuk mulai melakukan pembayaran kewajiban kepada pihak ketiga,” harapnya.

Asisten III Setda NTB dr Hj Nurhandini Eka Dewi menimpali, mengenai utang pinjaman Pemprov dari PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp 750 miliar pada 2021. Khusus, pinjaman dari PT SMI sudah ada mekanisme pembayarannya. Di mana PT SMI memberikan tempo pengembalian selama 8 tahun dengan bunga sebesar 6,19 persen. Sehingga cicilan per tahunnya sekitar Rp 150 miliar.

Pembayaran cicilan dilakukan secara otomatis melalui pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) yang diberikan pemerintah pusat untuk Pemprov NTB mulai tahun depan. “Jadi tidak dihitung mulai tahun ini (2022) bayaran ke PT. SMI tapi mulai tahun depan 2023,” timpalnya.

Eka juga menegaskan, mengenai informasi yang beredar soal utang Pemprov NTB, sebetulnya yang paling besar adalah dari PT. SMI. Kemudian utang beban dan utang pengadaan yang menjadi kewajiban untuk segara dibayarkan. “Jadi utang pemprov itu ada dari PT. SMI, utang beban atau kewajiban dan utang pegadaan. Inilah yang disebutkan sebagai utang dari pemprov supaya klir karena masalah angka ini banyak versinya,” tegasnya.

Baca Juga :  Logistik Tiba, WorldSBK Siap Digelar

Dalam kesempatan itu, Sekda Gita kembali menerangkan, bahwa untuk utang pengadaan yang Rp 229 miliar pihaknya akan melakukan pembayaran setelah dilakukan reschedule. Sementara untuk utang lainnya sebenarnya sudah tersedia anggaran secara administrasi keuangan yang akan dibayarkan pada 2022 karena sudah ada mekanismenya. “Artinya semua utang ini sebenarnya sama seperti tahun pada 2021. Ada mekanisme-mekanismenya dan ada hal-hal yang kita didalam melakukan kontrol penyesuaian dan lain sebagainya. Jadi insyaallah lah tugas dari pemerintah untuk mengendalikan dan menuntaskan semua ini,” katanya.

Gita juga menyinggung soal adanya usulan yang dihembuskan kalangan DPRD NTB yang mengusulkankepada Pemprov NTB untuk menjual aset daerah sebagai jalan pintas untuk membayar utang yang belum terbayar pada 2021. Namun pihaknya sejuah ini belum berpikir untuk menjual aset. “Kami di eksekutif sampai saat ini belum berpikir kearah sana (jual aset, red), masih dalam kendali kami untuk menyelesaikan semuanya ini (utang) dengan sebaik-baiknya,” tegasnya.

Terlebih, sambung Gita, gubernur dan wakil gubernur sebetulnya telah memberikan peringatan untuk 2022 dan 2023 agar segara melakukan penyehatan APBD. “Dan ini menjadi pegangan kita di TAPD,” pungkasnya. (sal)

Komentar Anda