Pemprov NTB Siapkan Strategi Kendalikan Lonjakan Inflasi

H Wirajaya Kusuma (RATNA / RADAR LOMBOK)

MATARAM – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB mencatat inflasi gabungan dua kota di NTB pada tahun kalender di bulan September 2022 sebesar 5,92 persen, lebih tinggi dibandingkan inflasi tahun kalender bulan September 2021 sebesar 1,24 persen.  Sedangkan inflasi “tahun ke tahun” di bulan September 2022 sebesar 6,84 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan laju inflasi “tahun ke tahun” di bulan September 2021 sebesar 1,89 persen.

Menanggapi angka inflasi NTB bulan September 2022 yang hampir menyentuh tujuh persen, Kepala Biro Perekonomian Setda Pemprov NTB H Wirajaya Kusuma mengatakan pihaknya akan melakukan langkah antisipasi mengendalikan lonjakan inflasi.

“Laju inflasi yang tinggi ini kita coba antisipasi, Pemerintah pusat memberikan subsidi transportasi sebesar dua persen dari dana transfer umum,” kata H Wirajaya Kusuma, kemarin.

Terlebih penyumbang inflasi gabungan dua kota, terbesar berasal dari sektor transportasi, yakni sekitar 7,48 persen. Hal ini usai Pemerintah mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi awal September 2022 lalu. Dari sisi kenaikan harga BBM, transportasi ini terkerek dengan sendirinya yang otomatis ikut naik, tarif angkutan kota, tarif pelabuhan ikut naik sebagai penyesuaian tariff.

Baca Juga :  Sukses MotoGP Mandalika 2023 Pacu Geliat Pariwisata NTB

Menurutnya, kenaikan inflasi yang terjadi di NTB tidak terhindarkan. Pasalnya, inflasi Nasional juga terkerek naik imbas kenaikan BBM. Oleh karena itu, Pemerintah juga akan memperkuat daya beli masyarakat, melalui penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) BBM kepada masyarakat terdampak.

 “Yang jelas nasional juga alami kenaikan inflasi akibat kenaikan harga BBM. Tapi kalau BBM, LPG, tarif dasar listrik dan lainnya itu kebijakannya pusat,” terangnya.

Di sisi lain, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) NTB, baik TPID NTB dan kabupaten/kota juga gerak cepat dalam menekan inflasi daerah, yakni dengan rutin menggelar operasi pasar murah (OPM) untuk komoditi yang harganya melonjak tinggi, imbas kenaikan harga BBM.

Baca Juga :  Konsumen Pertamax Ramai-ramai Beralih Gunakan Pertalite

” TPID memastikan ketersediaan bahan pangan strategis ini mencukupi di dalam daerah. Komoditas ini merupakan kewenangan yang dapat diintervensi pemerintah daerah,” katanya.

Meski begitu, Wirajaya berharap jangan sampai komoditi bahan pokok mengalami deflasi, sehingga perlu dijaga. Karena bisa merugikan petani yang memproduksi bahan pokok iut. Disamping meminimalisir produsen pangan atau petani merugi, karena harga anjlok, juga untuk menjaga keseimbangan inflasi.

“Jadi ketika inflasi naik, daya beli masyarakat tetap terjaga dengan baik,” tandasnya.

Sebelumnya, Kepala BPS NTB Wahyudin menyebut kenaikan harga BBM sangat berdampak pada penyesuaian tarif kendaraan. Pelaku usaha kendaraan mau tidak mau menaikkan tarif angkutan mereka.

“Naiknya harga bensin ini berdampak pada kenaikan harga atau tarif angkutan umum antar kota, pelumas/oli mesin, solar, dan kenaikan tarif kendaraan roda empat secara online,” kata Wahyudin. (cr-rat)

Komentar Anda