MATARAM – Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB bekerja lamban melakukan penagihan kerugian negara hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Buktinya, memasuki tahun 2017, belum ada perkembangan signifikan dari hasil pengembalian kerugian negara tersebut. Inspektur Inspektorat Provinsi NTB, Ibnu Salim menyampaikan, jumlah kerugian negara yang belum kembali sampai saat ini sebesar Rp 18.484.187.523. Angka tersebut masih sama dengan beberapa waktu lalu. “Update terakhir ya itu, yang belum kembali tinggal Rp 18 miliar lebih,” terangnya kepada Radar Lombok, Selasa kemarin (10/1).
Meskipun masih banyak kerugian negara yang belum kembali, Ibnu mengaku ada kemajuan. Mengingat, beberapa waktu lalu kerugian negara mencapai Rp 20.445.452.554. “Tapi kita akui memang agak lamban, tapi karena kondisi di lapangan memang tidak mudah,” katanya.
Tahun 2017 ini, Inspektorat menargetkan mampu mengembalikan kerugian negara sebanyak-banyaknya baik itu yang mengendap di pihak ketiga maupun di mantan pejabat. Tidak terkecuali di Aparatur Sipil Negara (ASN) yang masih aktif.
Wakil Ketua Fraksi PPP DPRD NTB, Nurdin Ranggabarani menilai Pemprov NTBsangat lamban melakukan upaya pengembalian kerugian negara. Padahal, semuanya sudah jelas dan tinggal dieksekusi saja. “Ini kan kasusnya sejak tahun 2003, tapi dibiarkan menumpuk sehingga kerugian negara terus bertambah. Coba dari dulu ditagih dengan tegas, ini lamban sekali kerjanya,” ucap Nurdin.
[postingan number=3 tag=”pemprov”]
Dijelaskan, dalam Undnag-Undang (UU) Tahun 2004 tentang Perbendaharaan, dengan tegas disebutkan bahwa setiap kerugian negara yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Setelah kerugian negara diketahui, seharusnya segera dimintakan surat pernyataan kesanggupan atau pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia mengganti kerugian negara yang dimaksud. “Ini kan tandatangani SKTJM saja baru kemarin disuruh, apa tidak lamban namanya,” ujar Nurdin.
Satu hal yang disesalkan, Pemprov terkesan bermurah hati terhadap pelaku yang menyebabkan kerugian negara. Padahal, sudah seharusnya ditindak tegas karena memang kewajiban pelaku mengembalikan kerugian Negara. “Bukan tempatnya kita baik hati,” ucapnya.
Belum lama ini, Pemprov NTB juga mewacanakan untuk menggunakan Kejaksaan untuk menagih kerugian negara ini. Namun hal itu ternyata hanya sebatas omongan saja. “Coba dari dulu pakai Kejaksaan untuk nagih, ini kok malah Pemprov yang mengulur-ulur,” sesalnya. (zwr)