Pemprov Evaluasi Izin Investasi PT ESL

MATARAM – Salah satu investor yang telah lama mengantongi izin berinvestasi yaitu PT Eco Solution Lombok (ESL). Investor asal Swedia tersebut memperoleh izin sejak tahun 2013 untuk mengelola 339 hektare di hutan lindung Sekaroh, Lombok Timur. 

Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi NTB, H Mohammad Rum mengatakan, pihaknya tidak akan gegabah untuk memutus langsung izin-izin yang telah dikantongi investor tanpa aksi. “Kita masih evaluasi dulu,” terangnya kepada Radar Lombok, Jumat (4/9).

Banyak rencana yang telah diusulkan investor. Diantaranya membangun hotel, klinik kesehatan dan lain sebagainya. Namun faktanya hingga saat ini, berbagai sarana dan prasarana di lahan yang telah dikantongi izin tak kunjung ada pembangunan. 

Provinsi NTB di bawah kepemimpinan Zulkieflimansyah dan Sitti Rohmi Djalilah (Zul-Rohmi), kata Rum, telah berkomitmen untuk ramah investasi. “Kita gak bisa gegabah. Kita pastikan dan buktikan bahwa kita betul-betul ramah investasi. Tentunya semuanya masih dalam proses,” ujarnya. 

Diungkapkan Rum, pihak investor telah meminta keringanan kepada pemerintah daerah. Termasuk terkait pembayaran iuran Izin Usaha Penyediaan Jasa Lingkungan Wisata Alam (IUPJLWA). Untuk diketahui, PT ESL masih menunggak pembayaran IUPJLWA. Nilainya mencapai miliaran rupiah. “Memang ada permintaan dari perusahaan untuk minta keringanan, dan sudah diamini. Namun besarnya keringanan itu harus melalui tim,” katanya. 

Berdasarkan aturan, PT ESL wajib membayar iuran IUPJLWA dengan nilai Rp 10 juta per hektar. Izin yang dikantongi ESL seluas 339 hektar, maka kewajiban membayar IUPJLWA sebesar Rp 3,39 miliar.

Menurut Rum, hingga saat ini belum diputuskan seperti apa keringanan yang akan diberikan kepada PT ESL. “Belum, kita bentuk tim verifikasi dulu. Saya juga sudah komunikasi dengan Pemkab Lombok Timur,” tutur Rum. 

Disampaikan Rum, Pemprov NTB dan Pemkab Lombok Timur satu persepsi untuk memberikan ruang kepada investor. “Terakhir kemarin sekitar bulan April 2020, Bupati Lotim sudah membuatkan rekomendasi untuk pemanfaatan Gili Petelu yang ada di sekitaran sana,” terangnya. 

Gili Petelu termasuk dalam wilayah di Desa Sekaroh. Lokasinya tidak terlalu jauh dari Pantai Pink. Gili Petelu  sangat dinikmati oleh wisatawan yang hobi snorkeling. 

Untuk mewujudkan investasi di hutan lindung Sekaroh, lanjut Rum, Bupati Lombok Timur juga telah berupaya memberikan ganti tugi bagi warga yang menguasai lahan. “Bupati Lotim juga minta pada investor agar segera bisa memulai pembangunan hotel-hotel yang di pantai pink. Kan jalan juga sudah mulus dibuat Pemda lotim,” katanya. 

Asisten II Pemprov NTB, H Ridwan Syah mengatakan, PT ESL belum merealisasikan investasinya bukan karena tidak serius. Namun sejak awal mengantongi izin, berbagai persoalan muncul. 

Masalah lahan sudah lama terselesaikan. Saat itu, banyak sertifikat hak milik (SHM) yang terbit di lokasi investasi. Masalah tersebut cukup serius. Mengingat, tidak boleh ada SHM di kawasan hutan lindung. “Masalah lainnya disana dulu ada lokasi investasi yang belum clear, masalah kemitraan dengan masyarakat, soal pembayaran IUPJLWA, dan ada juga wilayah ESL yang diserobot perusahaan lain,” tutur Ridwan Syah. (zwr) 

Komentar Anda