Pemprov Dianggap Gagal Turunkan Angka Kemiskinan

MATARAM – Penurunan angka kemiskinan Provinsi NTB tahun 2021 kembali tidak mencapai target. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data pada awal pekan (17/1) lalu, angka kemiskinan Provinsi NTB per September 2021 hanya turun sebesar 0,31 persen dari angka kemiskinan tahun 2020 yang mencapai 14,23 persen berkurang menjadi 13,84 persen.
Direktur Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Provinsi NTB, Ramli Ernanda menganggap capaian tersebut masih di bawah target penurunan kemiskinan tahun 2021 dalam RPJMD NTB Tahun 2019-2023 yang ditetapkan sebesar 13,42 persen.

Dengan kata lain, lanjut Ramli, setahun terakhir Pemprov NTB hanya mampu mendongkrak tingkat kesejahteraan penduduknya sekitar 33 persen penduduk miskin yang terdampak Covid-19 pada tahun 2020 keluar dari bawah garis kemiskinan. Rasio ini setara dengan 2,8 ribu rumah tangga miskin. Sekitar 66 persen atau 20,7 ribu jiwa penduduk miskin baru terdampak Covid-19 lainnya  masih terjebak dalam kemiskinan. “Dengan demikian, Pemprov NTB dapat dikatakan gagal mencapai target indikator kunci pembangunan daerah tersebut,” ujarnya kepada Radar Lombok.
Menurut Ramli, pekerjaan rumah penurunan angka kemiskinan NTB dalam satu tahun terakhir memang cukup berat. Hal ini dikarenakan adanya penambahan jumlah penduduk miskin sebesar 32,15 ribu selama Pandemi Covid-19 pada tahun 2020. Kondisi ini diikuti dengan kesenjangan yang cenderung meningkat, Gini ratio Provinsi NTB Tahun 2021 sebesar 0,384 persen.

Sebagai gambaran, kata Ramli, Pemprov NTB menargetkan angka kemiskinan dan Gini ratio pada akhir kepemimpinan Gubernur NTB,  Zulkieflimansyah dan Wakil Gubernur, Sitti Rohmi Djalilah (Zul-Rohmi) masing-masing pada angka 11,92 persen dan 0,297 poin. “Jumlah penduduk miskin di NTB per September 2021 sebanyak 735,3 ribu jiwa. Pada September 2020 lalu jumlah penduduk miskin menjadi 746,04 ribu jiwa atau meningkat 40,36 ribu jiwa. Dari jumlah tersebut mengutip hasil Susenas BPS Tahun 2020 TNP2K menyatakan sekitar 285 ribu penduduk NTB ada 5,5 persen berada dalam kemiskinan ekstrem,” terangnya.

Baca Juga :  Kemenkeu Sorot Rendahnya Serapan Anggaran di NTB

Dari kondisi tersebut, sambung Ramli, FITRA NTB menemukan sejumlah persoalan, antara lain, anggaran yang dialokasikan Pemprov NTB kurang efektif menekan angka kemiskinan. Pada 2021 misalnya, Pemprov NTB mengalokasikan anggaran sekitar Rp 3,77 triliun dari APBD untuk sektor ekonomi, pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, perumahan dan fasilitas umum. Alokasi tersebut merupakan yang tertinggi kedua dalam lima tahun pada 2017-2021. “Meskipun demikian, anggaran yang besar tersebut hanya mampu mengurangi sekitar 2,8 ribu rumah tangga miskin keluar dari garis kemiskinan,” katanya.

Persoalan selanjutnya, lanjut Ramli, mengenai intervensi kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan kurang berdampak dan diindikasikan tidak tepat sasaran. Bahkan sebagian besar anggaran terkait penurunan angka kemiskinan di NTB dialokasikan untuk belanja bantuan, baik berupa hibah maupun bansos yang diarahkan untuk menguatkan daya beli dan mengurangi beban pengeluaran masyarakat. “Namun di sisi lain, alokasi anggaran yang diarahkan untuk belanja produktif, yang diharapkan mampu memberikan daya ungkit terhadap pemulihan ekonomi, penyediaan lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan atau perbaikan upah cenderung lebih kecil 20 persen, bahkan lebih kecil dari alokasi untuk belanja pegawai 25 persen,” sambungnya.
Dari analisis FITRA NTB juga, lanjutnya, terkait kinerja serapan anggaran daerah di NTB tahun 2021 menemukan, terdapat SILPA sekitar Rp 1 triliun yang gagal dimanfaatkan oleh seluruh Pemda di NTB sebagai instrument penting dalam mempercepat pemulihan ekonomi, penyediaan lapangan kerja, dan penurunan kemiskinan di daerah. “Pemprov NTB sendiri membukukan SILPA tahun 2021 sekitar Rp 300 miliar,” sebutnya.
Kemudian persoalan lain, katanya, soal sinergi dan kolaborasi antar pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota, masyarakat sipil dan pihak swasta di NTB belum terlembagakan secara kuat dalam menurunkan angka kemiskinan di daerah. Secara kumulatif anggaran terkait penurunan kemiskinan yang dialokasikan seluruh pemerintah daerah di NTB cukup besar, bahkan secara persentase tertinggi di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yaitu sekitar 64 persen dari total APBD.
Namun lagi-lagi, tingkat penurunan angka kemiskinan NTB jauh lebih rendah untuk periode Maret 2021-September 2021, yaitu sebesar minus 0,31 poin persen dibandingkan lima provinsi lain dengan proporsi anggaran yang lebih kecil. Yakni, Sulawesi Utara 0,41 poin persen, Maluku Utara minus 0,51 poin persen, NTT minus 0,55 poin persen, Sulawesi Tengah minus 0,82 poin persen, dan Maluku minus 1,57 poin persen.
Berdasarkan temuan-temuan tersebut, kata Ramli, menyarankan Pemprov NTB untuk segera melakukan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan, bila diperlukan melakukan revisi atas kebijakan yang diambil. Kemudian, Pemprov NTB perlu meningkatkan tata kelola pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, terutama pada tahapan perencanaan program/kegiatan dan anggaran, untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi dan akuntabilitas pelaksanaannya. “Di sisi lain, Pemprov NTB perlu menguatkan koordinasi dan kolaborasi dalam penanganan kemiskinan di daerah, dengan memastikan keterlibatan masyarakat sipil dan pihak swasta secara aktif, partisipatif, setara dan inklusif,” sarannya.
Berdasarkan data BPS, provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbanyak yang
persentasenya di atas rata-rata nasional. Di mana Provinsi NTB masuk 10 besar provinsi penduduk miskin tertinggi di Indonesia, yakni berada di peringkat ke 8 dengan persentase 13,83 persen.
Adapun 10 provinsi yang persentase kemiskinannya di atas rata-rata nasional, diantaranya 1. Papua 27,38 persen, 2. Papua Barat 21,82 persen, 3. Nusa Tenggara Timur 20,44 persen, 4. Maluku 16,30 persen, 5. Aceh 15,53 persen, 6. Gorontalo 15,41 persen, 7. Bengkulu 14,43 persen, 8. Nusa Tenggara Barat (NTB) 13,83 persen, 9. Sumatera Selatan 12,79 persen dan diurutan ke 10 ditempati Provinsi Sulawesi Tengah diangka 12,18 persen.
Sekda Provinsi NTB, H Lalu Gita Ariadi yang dimintai tanggapan mengenai penurunan angka kemiskinan di Provinsi NTB belum dapat memberikan keterangan. (sal)

Komentar Anda