Pemilu Sebagai Ritual Demokrasi Memilih Pemimpin Berkualitas

BASRIADI (Ist/RADAR LOMBOK)

Oleh : Basriadi

(Komisioner Bawaslu lobar)

Pemilihan umum atau pemilu merupakan salah satu proses atau konsekuensi logis dari sistem pemerintahan demokrasi dalam memilih pemimpin yang akan menjalankan pemerintahan dalam suatu negara. Demokrasi sendiri berasal dari Bahasa Yunani yaitu “demos” dan “kratos”. Demos bermakna rakyat atau orang banyak, sedangkan Kratos bermakna pemerintahan, artinya gagasan demokrasi berasal dari kebudayaan Yunani yang selalu melibatkan rakyatnya dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan keberlangsungan negara.
Dengan demikian, demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang mengizinkan dan memberikan hak dan kebebasan kepada warga negara untuk berpendapat dan turut serta dalam mengambil keputusan dalam pemerintahan dengan menunjuk seorang pemimpin dan wakil rakyat melalui pemilihan. Di Indonesia biasa disebut pemilihan umum atau disingkat pemilu.

Hingga saat ini pemilu masih dianggap sebagai suatu peristiwa kenegaraan yang sangat penting, karena melibatkan seluruh elemen masyarakat di Indonesia secara langsung. Pemilu itu sendiri merupakan istilah yang diciptakan oleh presiden soeharto pada pemilu 1977 yaitu proses memasukkan surat suara yang telah dicoblos kedalam kotak suara dan merupakan proses formal pengambilan keputusan kelompok dimana anggota masyarakat yang memenuhi persyaratan untuk memilih seseorang untuk memegang jabatan administrasi publik.

Istilah pemilu sering kali di sebut sebagai pesta demokrasi sebagaimana dalam pelaksanaan pemilu pada tahun 2019 lalu. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggunakan istilah “pesta demokrasi” dalam materi promosi pemilu serentak 2019 yang kemudian di ikuti oleh beberapa tokoh bangsa menggunakan istilah tersebut saat melakukan pembicaraan public guna merujuk pada pemilu 2019 dengan harapan, rakyat menyambut pesta demokrasi itu dengan kegembiraan dan antusiasme tinggi serta kedewasaan politik yang semakin matang, dan media masapun ikut menggunakan istilah pesta demokrasi dalam menyajikan berita tentang kepemiluan di tanah air, sehingga masyarakatpun ikut larut dalam pergantian istilah tersebut.
Istilah pesta adalah sebuah acara social yang dimaksudkan terutama sebagai perayaan dapat bersifat keagamaan atau berkaitan dengan musim atau pada tingkat yang lebih terbatas berkaitan dengan acara-acara pribadi dan kekeluargaan untuk memperingati atau untuk merayakan suatu peristiwa khusus dalam kehidupan.

Pesta juga merupakan kesempatan untuk berbagai interaksi social, tergangtung pada pesertanya dan pemahaman mereka tentang prilaku yang dianggap layak untuk acara tersebut. Akibatnya, pesta cendrung memperkuat standar budaya dan atau kontra budaya. Meskipun hal ini dilakukan dengan sekadar memberikan konteks social yang lebih kurang dapat diterima untuk pelanggaran standar-standar tersebut, akan tetapi dapat menjadi suatu kebiasaan dengan seiring berjalannya waktu akan membentuk suatu kebiasaan dan memjadi budaya baru meski bertentengan dengan norma-norma yang ada karna sudah dianggap biasa.

Maka dalam konteks pertukaran istilah pemilu menjadi pesta demokrasi, itu seakan menjadi suatu pengistilahan yang akan dapat merubah esensi dari demokrasi itu sendiri dikarenakan konsekuensi dari adanya suatu pesta yang dapat menimbulkan kontra budaya demokrasi yang bertransformasi pada pelanggaran standar-standar demokrasi yang terkandung dalam Pancasila dan undang-undang dasar 1945.
Contoh dari pelanggaran standar budaya yang diakibatkan oleh istilah pestapun kerap terjadi pada pesta perayaan pernikahan yang salah satunya pesta pernikahan dalam konteks adat dan budaya Sasak pada lingkungan kita di pulau Lombok, dimana dulunya budaya sasak dalam melangsungkan pesta pernikahan hanya menggunakan gendang beleq sebagai warisan budaya yang turun temurun tanpa dan tidak bertentangan dengan norma-norma social budaya maupun norma agama. Namun karna penggunaan istilah pesta yang identic dengan kesenangan semata, masyarakat mulai memodifikasi budaya tersebut kedalam bentuk lain, seperti yang biasa disebut kecimol dengan iringan lagu-lagu dan dilengkapi penarinya, tak luput juga dengan peserta yang mabuk goyang Bersama, sebab adat dan budaya yang sudah tidak lagi dianggap sakral.
Hal tersebut juga terjadi dalam penggunaan istilah pesta dalam demokrasi kita di Indonesia meski perubahan budayanya tidak sama namun berdampak negatif pada tatanan sosial masyarakat kontemporer yang mengartikan pemilu atau pesta demokrasi sebagai ajang perebutan kekuasaan tanpa memperhatikan arti dari demokrasi yang sesungguhnya.

Sehingga marak terjadi pelanggaran terhadap undang – undang 07 tahun 2017 tentang pemilu yang dilakukan oleh para calon yang akan berkompetisi, tim kampanye, dan para pihak yang berkepentingan dalam proses penyelenggaraan pemilu tersebut. Adapun contoh pelanggaran yang paling sering terjadi pada masa kampanye dan masa tenang, yaitu money politik bahkan sampai ada yang mengancam melakukan kekerasan kepada seseorang dan sekelompak masyarakat, tidak jarang juga para calon melibatkan aparatur sipil negara (ASN) yang memegang jabatan setrategis dalam melakukan kampanye untuk mempengaruhi masyarakat.

Segala cara dilakukan untuk mendapatkan tampuk kepemimpinan tanpa memperhatikan hak peserta pemilu lainnya, hal inilah yang dapat memecah belah masyarakat sebab pemilu diartikan sebagai sebuah pesta demokrasi yang kemudian mempengaruhi jalannya proses pemilu di Indonesia yang seharusnya dilaksanakan untuk memperkokoh persatuan nasional, mendewasakan kehidupan demokrasi, dan menggelorakan semangat pembangunan. Sebaliknya bukan untuk mencerai beraikan persatuan nasional, melemahkan kehidupan demokrasi, dan menghambat pertumbuhan nasional.

Pemilu sejatinya merupakan sarana kedaulatan rakyat atau lebih tepatnya kita sebut ritual 5 tahunan sekali. Dimana periodeisasi kepemimpinan ini harus mempersatukan dan bukan memecah belah persatuan bangsa, Kata ritual sepertinya lebih cocok digunakan untuk menjadi kata pengantar demokrasi yang sifatnya sangat penting karna menyangkut pemilihan dan penentuan seorang pemimpin dan wakil rakyat demi keberlangsungan bangsa.

Ritual merupakan bagian esensial dari kehidupan kita sebagai manusia. Manusia mengirim dan menerima pesan melalui ritual. Tindakan ritual turut berpengaruh pada kehidupan manusia, sebaliknya kehidupan manusia ikut mengisi berbagai Tindakan ritual didalam kehidupan social masyarakat. Ritual juga dapat menyatukan Tindakan–Tindakan yang dapat membawa perubahan social yang lebih positif dalam penyelenggaraan pemilu, karna dapat menjadi pembatas bagi mereka-mereka yang biasanya menyalah gunakan momen pemilu sebagai ladang bercocok tanam keburukan dengan tidak mengindahkan nilai-nilai positif yang terkandung dalam agama, budaya dan adat istiadat, sehingga menghasilkan pemimpin yang tidak bertanggung jawab, perpecahan , dan kehidupan social tidak lagi harmonis.
Maka perlu untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan, budaya dan adat istiadat yang dianggap sakral oleh masyarakat dalam proses penyelenggaraan pemilu dengan menyematkan kata ritual demokrasi/ ritual pemilu, menjadikan pemilu sebagai konteks pembangun dari suatu ritual yang disakralkan dan mengandung esensi dari sistem demokrasi.

Sehingga tujuan dari pemilu itu sendiri dapat dicapai, pemilu ini tidak dianggap sebagai ajang pertarungan para calon yang saling menjatuhkan satu dengan lainnya. anggap saja seperti pemilihan ketua remaja rutin saja, setelah pemilu yang dosen mengajar, mahasiswa belajar Kembali, yang jadi buruh Kembali bekerja, yang petani pergi kesawah. Jadi ini ritual biasa yang dilaksanakan 5 tahun sekali, Jangan sampe memecah belah antar sesama seakan-akan kalua kalah pemilu itu menjadi akhir dunia.
pemilu adalah sebuah mekanisme terukur dan terencana sebagaimana sebuah ritual. Tahapannyapun telah disusun berdasarkan aturan perundang-undangan yang harus berjalan langsung, umum bebas, rahasia, jujur dan adil.
Betapa kita harus percaya kepada penyelenggara dan penyelenggara harus bisa meyakinkan public bahwa pemilu dijalankan secara benar dan jujur dan adil.

Sebagaimana kita ketahui , menjelang pemilu 2024, sederet partai dan tokoh mulai berupaya meningkatkan elektabilitas dengan melakukan safari politik keberbagai daerah. Bahkan beberapa partai pollitik secara blak-blakan mendeklarasikan yang akan diusung menjadi calon presiden (capres) 2024.

Komentar Anda