Pemilik Lapak Tanjung Aan Ogah Kosongkan Lahan

MASIH BERTAHAN: Para pemilik lapak dan warga yang mengais rezeki di kawasan Pantai Tanjung Aan masih bertahan meski sudah diberikan tenggang waktu oleh ITDC untuk membongkar warung mereka. (M Haeruddin/Radar Lombok)

PRAYA – Para pemilik lapak di Pantai Tanjung Aan Desa Sengkol Kecamatan Pujut memilih tetap bertahan dan tidak mau membongkar lapak mereka secara mandiri. Meski dari pihak InJourney Tourism Development Corporation (ITDC) sudah memberikan tenggang waktu pengosongan hingga 28 Juni lalu.

Bahkan sebagai bentuk perlawanan, para pemilik lapak menancapkan bendera Merah Putih di pesisir Pantai Tanjung Aan. Hal itu sebagai simbol penegasan bahwa mereka adalah warga negara Indonesia yang hidup di atas tanah sendiri. Bukan perambah liar seperti yang ditudingkan. Sehingga tidak ada satu pun lapak yang mereka bongkar secara mandiri. Mereka bahkan masih tetap beraktivitas seperti biasa dengan keramaian para wisatawan mancanegara dan domestik yang berlibur menikmati pemandangan.

Salah seorang pemilik warung di Pantai Tanjung Aan, Adi Wijaya mengaku sangat keberatan jika harus meninggalkan kawasan tersebut. Karena ia telah tinggal dan menggantungkan hidup di Pantai Tanjung Aan sejak tahun 1980. “Jangan digusur dulu lah, karena di sini tempat masyarakat mencari makan. Bukan warga Tanjung Aan saja yang berjualan, tapi dari desa-desa lain juga ada,” ungkap Adi Wijaya, Senin (30/6).

Baca Juga :  Warga Desak Pemkab Mekarkan Desa Pengenjek

Adi menjelaskan, ada sekitar 180 warung yang beroperasi di Tanjung Aan. Ada ribuan warga mencari rezeki di wilayah itu selama ini. Selain berjualan, ada juga yang menjadi pemandu wisata, pedagang asongan, tukang parkir, hingga karyawan warung. Mereka mengaku dengan adanya persoalan ini tidak tahu lagi tempat mengadu, karena pemerintah yang diharapkan dianggap justru lebih memilih berpihak kepada ITDC. “Makanya kami bersama pemilik warung lainnya, akan tetap bertahan meskipun terancam digusur paksa aparat keamanan yang akan dikerahkan ITDC. Jadi kalau mau digusur, kami tetap akan bertahan. Bagaimanapun caranya, kami akan tetap tinggal di sini dan kami akan tetap kompak di sini,” tegasnya.

Baca Juga :  Janji Pusat untuk Pelebaran Jalan Kuta-Keruak Tak Kunjung Terealisasi

Hal yang sama disuarakan oleh pemilik lapak lainnya, Suming. Ia bahkan mempertanyakan alasan ITDC untuk menggusur warung warga. Ia menyebut lapak itu berdiri di atas sempadan pantai yang tidak boleh dibangun kecuali untuk kepentingan masyarakat. “Ini kan di sempadan pantai, terus tiba-tiba kita dengar pernyataan Pak Sekda (Lalu Firman Wijaya) yang menyebut sudah masuk HPL. Padahal dulu itu mereka menyebut tidak akan memasukkan sempadan pantai ke HPL oleh ITDC,” jelasnya.

Mereka melihat upaya penggusuran ini merupakan salah satu wujud otoriter pemerintah terhadap masyarakat. Pihaknya menegaskan akan tetap bertahan maskipun harus digusur. “Kami akan tetap bertahan, saya tidak mau digusur. Kami ini masyarakat, kami yang memilih pemerintah ini. Tapi kok kami sebagai rakyat yang tersiksa oleh pemerintah,” tegasnya. (met)