Pemilik Kafe di Suranadi yang Ditutup Paksa Aparat Demo

DEMO: Warga berdemo di depan kantor Desa Suranadi meminta usaha kafe mereka dibuka kembali. (Fahmy/Radar Lombok)

GIRI MENANG – Puluhan warga berdemo di kantor Desa Suranadi Kecamatan Narmada, Kamis (2/2). Mereka adalah para pemilik kafe yang ditutup paksa oleh aparat Satpol PP Lobar karena dianggap ilegal dan meresahkan. Mereka mengingatkan Pemda untuk tidak main tutup tanpa ada solusi. Mereka menuntut pemerintah  menghidupkan kembali usaha mereka.

Ketua Asosiasi Warung Suranadi (AWAS) I Gede Putrayasa mengatakan pihaknya menyesalkan sikap Pemda Lombok Barat yang telah menyegel tempat usaha mereka. “ Kami mendatangi kantor desa karena sudah satu bulan tempat usaha kami disegel sementara kami punya utang di bank yang harus kami bayar setiap bulan,” katanya.

Penutupan ini merugikan mereka. Setidaknya ada 34 kafe yang sudah ditutup.” Kalau tempat usaha kami ditutup, dari mana kami bisa dapat untuk bayar cicilan?” teriaknya.

Baca Juga :  Polisi Terima Hasil Labfor KMP Nusa Penida

Untuk pengurusan izin,lanjut Gede, sudah dari lama para pemilik mengurusnya, tetapi dari perizinan Lombok Barat mengatakan harus ada rekomendasi pemerintah desa. Dampak penutupan tempat usaha mereka, para pemilik tidak bisa membayar utang bulanan mereka di bank. “ Kenapa pemerintah tidak bisa mengakomodir kami, kami sudah satu bulan lebih, terpaksa angkat utang lagi untuk bayar bank dengan jaminan sertifikat,” ungkapnya.

Sementara itu Kades Suranadi I Nyoman Adwisana menguraikan, pihaknya mengapresiasi gerakan warga menyalurkan aspirasi karena itu hak warga. “ Saya secara terbuka tetap harus temui warga dan keluarga kami ini,” ungkapnya.

Namun lanjut Kades, pembukaan kafe bukan ranah pemerintah desa. Itu domain Pemda sepenuhnya. “ Ini yang harus dipahami oleh warga sebenarnya. Tuntutannya harus ke Pemda bukan ke desa,” ungkapnya.

Baca Juga :  Golkar Dipastikan Rebut Kursi Ketua DPRD Lobar

Pihak desa sangat memahami dampak sosial akibat penutupan usaha warga ini. Camat Narmada  M. Busairi menjelaskan, mengenai tuntutan warga agar usaha mereka dibuka kembali adalah bukan kebijakan Kades. “Kepala desa dan Camat tidak bisa memutuskan tuntutan warga,” tegasnya.

Warga juga menilai penutupan ini tidak adil karena hanya dilakukan di Suranadi. Sementara di tempat lain tidak. “ Kami dari pemerintah kecamatan juga minta agar di tempat lain dilakukan hal yang sama,” katanya. Karena kalau tidak, justru ini akan menjadi alasan kekesalan warga.(ami)

Komentar Anda