Pemerintah Daerah Mestinya Melindungi Peternak Lokal

OPD Harus Tegakkan Regulasi Pembatasan Telur Luar Masuk

REGULASI
PETERNAK AYAM : Pelaku usaha peternak ayam petelur di NTB mulai bergairah dalam mendukung program pemerintah swasembada telur lokal. Namun disaat produksi telur lokal melimpah, justru pemerintah daerah kembali mematikan usaha peternak yang mereka bina.

MATARAM – Peternak ayam petelur di NTB berteriak menolak pemerintah memberikan rekomendasi kepada pengusaha untuk memasukkan telur dari Jawa dan Bali di tengah produksi dalam daerah banjir. Pasalnya, masuknya telur asal Bali dan Jawa justru merugikan peternak ayam petelur lokal. Karena harga jual telur asal Jawa dan Bali jauh dibawah harga dari peternak lokal, sehingga hal tersebut sangat merugikan.

Sebelumnya, Gubenur NTB Zulkieflimansyah telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) pembatasan masuknya telur luar ke NTB. Hanya saja, SE Gubernur tersebut hanya isapan jempol, karena masih ada rekomendasi dikeluarkan oleh Dinas Peternakan Provinsi NTB untuk memasukkan telur luar dalam jumlah besar. Padahal, peternak telur ini lagi berkembangkan pesar di Lombok Timur, Lombok Tengah, Lombok Barat, dan mampu memproduksi jumlah besar.

“Jadi kalau sudah ada SE tinggal ditegakkan saja, apakah telur-telur masuk disuruh kembali atau memang dikurangi supaya ada efek jera,” kata pakar peternakan unggas dari Fakutlas Peternakan (Faterna) Universitas Mataram (Unram) Dr H Samsuhaidi, kepada Radar Lombok, Senin (8/11).

Menurutnya, dari hasil survey memang cukup banyak telur-telur yang masuk, hingga beberapa kontainer. Padahal, jika melihat dari sisi kualitas telur yang masuk juga jauh lebih rendah, jika dibandingkan dengan kualitas telur yang dihasilkan oleh peternak lokal.

“Regulasi dari daerah sudah ada, sekarang tinggal OPD terkait bagaimana melakukan pengawasan, baik perdagangan dan peternakan. Jangan sampai peternak kita sudah bergairah tiba-tiba masuk telur dari luar banting harga, peternak lokal justru dirugikan,” jelasnya.

Samsuhaidi menilai untuk telur ayam itu kontinuitasnya setiap hari. Sekarang tinggal dari Dinas Peternakan atau Perdagangan bagaimana mendatanya. Karena pemerintah pusat bersama pemerintah daerah sekarang ini sudah gencar menggalakan peternakan rakyat dengan menggelontorkan bantuan dalam jumlah besar, agar NTB mampu prpoduksi swadaya telur. Dan sekarang sudah terjadi produksi telur yang melimpah dihasilkan peternak lokal. Namun, di tengah gairah peternak lokal dan produksi yang melimpah, justru dimatikan dengan memberikan rekomendasi memasok telur asal Bali dan Jawa dalam jumlah besar dengan harga jauh lebih murah.

“Populasi ayam petelur kita pasti ada datanya, produksi telurnya per hari berapa, kemudian kebutuhannya berapa dan jangan sampai produksi kita dibilang turun, supaya ada alasan memasukkan telur dari luar,” ucapnya.

Dikatakannya, ayam petelur produksinya tetap dan tidak akan terjadi pelonjakan atau penurunan. Artinya kebutuhan akan mencukupi terlebih pada kebutuhan Maulid ataupun sejumlah event besar yang diadakan di NTB.

“Telur itu tidak pernah kekurangan, bahkan sekarang naik harganya Rp 5000 per terai, mulai kemarin untuk telur lokal,” katanya.

Harga telur lokal tinggi, karena kualiatasnya jauh berbeda dibandingkan telur luar. Pasalnya, telur yang dari luar NTB kualitasnya kadang-kadang tidak baik. Meskipun harga telur luar lebih murah, kondisi tersebut dapat dilihat dari tingkat efisiensi mereka didalam pelihara ayamnya.

“Mungkin serba otomatis, sehingga tenaga kerjanya sedikit dan produksinya juga cukup tinggi jadi efisiensi,” ujarnya.

Terpisah, Pakar Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Mataram (Unram) Prof Soekardono mengatakan, Pemprov NTB atau Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB harus menghitung sungguh-sungguh berapa kebutuhan telur di NTB setiap harinya, baik untuk konsumsi rumah tangga, hotel, restoran, dan katering. Jika sudah dihitung permintaannya, dilanjutkan menghitung produksi telur di NTB. Dengan demikian bisa membuat kebijakan boleh memasukkan telur dari luar atau tidak. 

“Jika ingin memajukan peternakan ayam petelur di NTB, pemerintah harus memberdayakan peternak petelur, baik skala perusahaan maupun skala peternakan rakyat,” ungkapnya.

Sedangkan untuk skala perusahaan, pemerintah harus memfasilitasi pendirian perusahaannya. Misalnya dengan mempermudah izin, mendukung akses ke  perbankan dan lain-lainnya. Kemudian untuk peternakan rakyat harus dibangun kelompok peternak rakyat yang efisien.

“Pemerintah harus terus mengontrol dan mengendalikan telur yang masuk ke NTB,” ucapnya.

Kendati demikian, SE Gubernur yang membatasi telur masuk, namun dari  Pemda justru memberikan rekomendasi untuk memasukkan telur luar, hal tersebut sama saja merugikan peternak lokal.

“SE kalau tidak diawasi dan tidak dibarengi dengan pemberdayaan peternak petelur rakyat, ya tidak ada artinya,” ucapnya.

Sementara itu, di tengah hari-hari biasanya permintaan tinggi, tetapi produksi peternakan telur lokal belum konsisten dengan kebutuhan di dalam daerah sehingga mau tidak mau telur luar dimasukkan, maka dari itu harusnya kebutuhan konsumsi masyarakat diutamakan, jika produksi tidak cukup harus impor dari luar daerah. Tugas pemerintah memberikan iklim usaha ternak ayam yang berdaya saing, sehingga NTB bisa swasembada.

“Caranya pertama memberdayakan peternakan rakyat, kedua menarik investor untuk mau mendirikan perusahaan ayam petelur di NTB,” ujarnya. (dev)

Komentar Anda