Pemegang Saham Putuskan Skema KUB BPD Jatim dengan Bank NTB Syariah

H Kukuh Rahardjo (DOKUMEN/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Pemerintah Daerah di Provinsi NTB akhirnya memilih BPD Jatim sebagai investor penyertaan modal Bank NTB Syariah untuk memenuhi persyaratan pemenuhan modal inti sebesar Rp3 triliun pada tahun 2024. Skema penyertaan modal BPD Jatim di Bank NTB Syariah maksimum 15 persen. Dengan demikian penyertaan modal BPD Jatim maksimum 15 persen dari total modal inti Bank NTB Syariah sebesar Rp1,4 triliun itu tidak sampai mendelusi modal eksisting dari pemegang saham pemerintah daerah di NTB.

“Alhamdulillah, rencananya penandatanganan MoU pemegang saham, Bank NTB Syariah dan BPD Jatim akan dilaksanakan tanggal 14 Februari mendatang,” kata Direktur Utama Bank NTB Syariah H Kukuh Rahardjo, Kamis (2/2).

Dijelaskan Kukuh, skema Kerja sama Usaha Bersama (KUB) antara Bank NTB Syariah dengan BPD Jatim menjadi langkah paling menguntungkan yang mesti diambil pemegang saham di tengah kondisi fiskal pemerintah daerah yang lagi sulit. Skema KUB menjadi pilihan yang menguntungkan saat ini bagi Bank NTB Syariah. Karena, jika tidak memenuhi ketentuan modal inti minimum Rp3 triliun pada tahun 2024, maka dua alternatif yang harus diterima pemegang saham. Pertama adalah, bank harus ditutup alias dicabut izinnya, dan kedua adalah BPD tersebut harus turun kelas menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Jika BPD turun menjadi BPR, maka sangat banyak kerugian yang didapatkan, diantaranya BPD tersebut tidak lagi bisa menerima penempatan dana BUMN, tidak bisa melaksanakan KASDA, dan kerja sama lainnya pihak pemerintah pusat dan BUMN.

Baca Juga :  Bank NTB Syariah Siapkan Langkah Hukum Penyebar Hoax Proyek Rp30 Miliar

Namun, persoalan dan resiko tersebut sudah dipahami oleh seluruh pemerintah daerah di NTB selaku pemegang saham Bank NTB Syariah dan mengambil langkah terbaik dengan memutuskan skema KUB antara Bank NTB Syariah dengan BPD Jatim.

Penerapan skema KUB ini adalah, BPD Jatim sebagai induk dan Bank NTB Syariah posisinya jadi anak perusahaan. Kendati demikian, porsi kepemilikan saham dari BPD Jatim diusahakan maksimum 15 persen, sehingga posisi saham pemerintah daerah termasuk pembagian deviden tetap mendapatkan 85 persen dari total deviden. Hanya saja, dengan masuknya penempatan saham BPD Jatim, pastinya berdampak terhadap pembagian deviden ke pemegang saham pemerintah daerah di NTB, namun porsinya tidak terlalu besar, jika maksimum saham dimiliki BPD Jatim 15 persen.

Baca Juga :  Nasabah Bank NTB Syariah Diminta Tidak Panik

“Karena secara tidak langsung, begitu BPD Jatim menjadi induk, maka otomatis lolos dalam ketentuan POJK modal inti Rp3 triliun. Mudah mudahan juga ini tidak memengaruhi eksisting penyertaan modal pemeerintah daerah, karena maksimum saham BPD Jatim itu 15 persen,” jelas Kukuh.

Kukuh menambahkan, manfaatnya KUB antara BPD Jatim dengan Bank NTB Syarkah sangat banyak, yaitu selain mendapatkan tiga keuntungan, seperti modal, likuiditas dan operasional, jug dapat back up layanan, peningkatan kualitas SDM dan lainnya. Intinya KUB tidak memberikan mudarat besar kepada Bank NTB Syariah. Memang ada kekurangan, tapi ini lebih baik dari pada tidak bisa penuhi modal inti Rp 3 triliun. Mudaratnya juga turun jadi BPR, lebih parah, dan tidak bisa mengelola dana BUMN dan lainnya.

“Ketika nantinya pemegang saham pemerintah daerah sudah mampu mememuhi modal inti Rp3 triliun, maka 100 persen saham Bank NTB Syariah kembali menjadi milik daerah,” pungkasya. (luk)

Komentar Anda