PRAYA – Pemerintah Desa Kuta Kecamatan Pujut membuat kesepakatan bersama dengan semua elemen masyarakat untuk melarang acara nyongkolan menggunakan grup musik kecimol. Larangan itu sudah lama diterapkan masyarakat setempat mengingat dampak konflik sosialnya sangat rentan.
Cuma saja, larangan itu belum diringi dengan aturan sebagai alas pijakan. Sehingga larang masyarakat itu belum sepenuhnya bisa dilakukan mengingat kebebasan dan hak masyarakat setempat. Karenanya, Pemdes Kuta mengusulkan awik-awik sebagai pijakan kebijakan larangan tersebut. “Tidak jarang kalau menggunakan kecimol membuat terjadinya pertengkaran. Karena saat nyongkolan juga sebelumnya mereka diduga mabuk sehingga menjadi rusuh saat joget. Terlebih tidak jarang kita temukan perempuan yang menari dengan gerakan tidak senonoh,” ungkap Kades Kuta Lalu Badaruddin, kemarin.
Belajar dari berbagai pengalaman itulah, semua elemen masyarakat Desa Kuta sepakat untuk tidak nyongkolan menggunakan alat musik kecimol. Harapannya agar kedepan budaya nyongkolan yang sudah menjadi tradisi untuk menjalin silturrahmi antara kelurga mempelai laki-laki dan perempuan tidak menjadi ajang pertikaian antar sesama masyarakat. “Untuk itu, kita melakukan musyawarah dan disepakati bahwa nyongkolan menggunakan kecimol dilarang dan akan kita jadikan sebagai peraturan desa (perdes). Kita sudah mensosialisasikan masalah larangan itu agar tidak ada persoalan ketika diterapkan,’’ jelasnya.
Disampaikan, adanya larangan yang akan dijadikan sebagai perdes itu selain dari usulan masyarakat yang ada di desa. Namun di satu sisi hal itu sebagai salah satu upaya untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat saat nyongkolan. “Biasanya tidak jarang jika menggunakan kecimol saat nyongkolan, maka hal itu dibarengi juga dengan aksi mabuk-mabukan. Sehingga jika melakukan joget dan saling senggol sedikit saja, maka hal itu pasti akan menjadi pemicu. dan tidak jaraang bahkan menjadikan masalah tersebut hingga menjadi konflik yang berkepanjangan,” katanya.