Pembayaran Telat, Usaha Terganggu, Kontraktor Mengeluh

Rahmatullah Jayadi (FAISAL HARIS/RADAR LOMBOK)

MATARAM—Sejumlah kontraktor di NTB menyampaikan keluhannya terhadap Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB. Pasalnya, selama tiga tahun terakhir ini, usaha mereka terganggu lantaran sistem pembayaran yang diterapkan selalu telat.

“Sudah 3 tahun ini pembayaran terhadap proyek atau kegiatan kepada para kontraktor selalu telat. Sejak 2020 itu dibayar pada 2021, kemudian proyek 2021 dibayarkan pada 2022, dan proyek 2022 kemarin dijanjikan ada dibayar pada 2023 ini,” keluh salah seorang kontraktor yang mendapatkan proyek dari Pemprov NTB, Rahmatullah Jayadi, kepada wartawan, Senin (27/2).

Ia menuturkan, seharusnya pembayaran dilakukan sesuai dengan mekanisme pembayaran yang telah disepakati. Seperti misalnya untuk proyek yang dibiayai dari APBD murni 2022 yang lalu, disepakati untuk dibayarkan dengan mekanisme 30:70. Artinya 30 persen dibayarkan pada tahun 2022, serta sisanya akan dibayarkan pada tahun 2023 ini.

Terlebih seluruh pekerjaan fisik oleh para kontraktor telah tuntas dikerjakan pada 2022 yang lalu. “Tapi proyek tahun 2022 yang telah dibayar pada 2022 kemarin, sekitar 25 sampai 30 persen dari pagu anggaran masing-masing kegiatan,” tambahnya.

Ia juga mengaku, Pemprov NTB seharusnya memperhatikan pihaknya yang merupakan bagian dari Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Seharusnya Pemprov NTB turun tangan dalam membantu agar UMKM bisa berkembang. Pasalnya, dari pekerjaan kontraktor, banyak kelompok masyarakat yang juga menggantungkan hidupnya dari pekerjaan yang diperoleh. Mulai dari pekerja, hingga toko bangunan. Hal ini juga dinilai menjadi salah satu penopang berjalannya siklus ekonomi di level bawah.

Kondisi saat ini, lanjut Wakil Ketua Kadin Lombok Timur ini, banyak diantara rekannya yang putus asa. Belum bayar karyawan, belum bayar toko bangunan, kemudian belum membayar bunga di bank. “Tapi kalau dengan sistem pembayaran seperti ini selama tiga tahun, bagaimana kami bisa berkembang?. Bahkan sampai saat ini pun, tenaga kami, karyawan dan pekerja kami masih belum kami bayar. Belum lagi kita bicara pinjaman di bank, belum lagi ke toko bangunan. Dengan regulasi pembayaran seperti ini dari Pemprov, kami (terkesan) dibunuh. Bisa dikatakan Pemprov ini telah gagal membina UMKM,” katanya.

Dengan kondisi seperti ini, lanjut Rahmatullah, pihaknya mengklaim sudah tidak bicara lagi soal mencari keuntungan. Sebab, keuntungan tersebut habis hanya untuk membayar bunga bank. “Indikasi kegagalannya apa? Kondisi saat ini, ratusan kontraktor pekerjaannya belum dibayar. Angka yang sudah dibayar 25 persen sampai 30 persen itu tidak dapat menutupi cost (biaya) kerja. Kami kalah dalam perputaran. Sekarang kami tidak bicara soal keuntungan. Sebab, keuntungan sudah kami pakai untuk setor bayar bunga bank,” terangnya.

“Jadi kalau alasannya karena faktor Covid, tidak bisa lagi digunakan itu sekarang. Dulu kan banyak anggaran di refocusing juga. Kalau begini kan, hati nurani Pemprov itu di mana?” sambungnya seraya mempertanyakan.

Untuk itu, ia meminta agar Pemprov NTB segera membayar hutangnya kepada pada kontraktor. Minimal ada jawaban pasti kapan pembayaran tersebut akan dilakukan. “Kami minta segera dibayar, harus dibayar dan jangan dicicil. Sampai sekarang ini kami belum mendapatkan informasi yang valid. Awal tahun 2023 kami sempat ada angin segar, akan dibayar awal Februari, tapi sampai sekarang buktinya belum ada kejelasan,”ucapnya.

Ia menyebutkan, taksiran hutang yang belum dibayarkan oleh Pemprov berkisar diangka 1 sampai 5 miliar kepada setiap kontraktor. “Jadi sekitar 1 sampai 5 miliar kepada setiap kontraktor yang belum dibayar,”sebutnya.

Rahmatullah menambahkan, baru kali ini para kontraktor menemukan sistem pembayaran yang selalu telat. Tidak seperti zaman kepemimpinan Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi menjadi Gubernur NTB, pembayaran proyek kepada para kontraktor atau rekanan selalu lancar. Tak pernah menjadi hutang. “Di zaman pemerintahan sebelumnya tidak pernah terjadi seperti ini. Kami minta kepastian, banyak hak orang yang harus kami tunaikan. Harus ada jawaban kongkret,”tegasnya.

Terlebih tahun ini, katanya, tahun terakhir dari kepemimpinan Zul-Rohmi menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur NTB yang akan berakhir pada 19 September 2023 mendatang. Ia pun merasa khawatir jangan sampai hingga akhir masa jabatan pembayaran belum dapat dilunasi. “Ini kan akhir masa jabatan, jangan sampai habis masa jabatan kami belum dibayar. Ini urgent. Pertanyaan saya, apa jaminan dari penjabat nanti mau membayar kami?”tanyanya.

Oleh sebab itu, pihaknya akan terus melakukan upaya-upaya kongkret hingga Pemprov NTB melakukan pembayaran kepada para kontraktor. Sebelum masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur berakhir. Untuk itu, ia juga meminta kepada asosiasi badan usaha maupun pekerja, untuk lantang bersuara perihal nasib kontraktor di NTB saat ini.

“Kami juga minta asosiasi untuk bersuara terhadap nasib anggotanya. Coba berkomentar. Itu fungsi kita berasosiasi. Mari sama-sama, kasian saudara-saudara kita, ada yang jual rumahnya, ada yang cerai dengan istrinya, dikejar sama hutang, ndak berani pulang ke rumah, ditelpon setiap hari oleh pihak bank,” keluhnya.
Sementara pejabat Pemprov yang coba dikonfirmasi koran ini terkait hal tersebut, belum dapat memberikan keterangan. (sal)

Komentar Anda