Pembayaran Aset di BIL Bisa Dicicil

Ilustrasi-Aset
Ilustrasi

MATARAM – Nilai aset Pemerintah provinsi (Pemprov) NTB di Bandara Internasional Lombok (BIL) jumlahnya ratusan miliar. Belum lagi ditambah dengan nilai kontribusi yang harus diserahkan oleh PT Angkasa Pura selaku pengelola BIL ke kas daerah yang nilainya diperkirakan puluhan miliar.

Asisten III Setda Provinsi NTB, Bachrudin yang membidangi aset menjelaslkan, sampai saat ini belum ada kesepakatan antara pemprov dengan pihak PT Angkasa Pura (AP) I terkait harga aset dan kontribusi. “Makanya rapat saja diundur ini untuk bahas harga. Padahal kita sih sederhana, kalau tidak bisa bayar semuanya bisa kok dicicil,” ucapnya kepada Radar Lombok, Rabu kemarin (19/4).

 Belum adanya kejelasan pembayaran tersebut, itu artinya sampai saat ini aset di BIL masih menjadi milik Pemprov. Kepemilikan aset Pemprov bisa dihapus apabila PT AP I telah membayar seluruh kewajibannya secara lunas. “Makanya belum ada kejelasan ini, coba tanya BKAD biar tidak salah,” saran Bachrudin.

Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi NTB, H Supran saat dimintai keterangannya mengakui jika sampai saat ini belum ada kesepakatan terkait harga aset pemprov yang akan dijual ke PT AP I.

Saat ini pihaknya baru menyelesaikan beberapa persyaratan dan langkah dalam transaksi saja. Diantaranya hasil appraisal dan ruislagh aset di BIL dengan Angaksa Pura. “Kita sudah clearkan appraisal dan ruislagh saja, soal harga masih harus kita negosiasi,” jawabnya.

Baca Juga :  Kemendagri Diminta Tinjau Ulang Status Nambung

Disampaikan, berdasarkan hasil appraisal aset oleh Direktorat Jenderal Keuangan Negara (DJKN), nilai aset pemprov di BIL mengalami penyusutan dari Rp 109 miliar menjadi Rp 106 miliar. Namun angka tersebut belum disepakati oleh pihak Angaksa Pura.

Pada tahun 2013, pernah juga dilakukan appraisal. Diketahui total aset Pemprov NTB di BIL senilai Rp 114,86 miliar. Aset tersebut terdiri dari appron atau areal parkir pesawat seluas 48.195 meter persegi dengan nilai Rp 77,1 miliar, taxi way atau areal parkir taksi seluas 13.859,34 meter persegi dengan nilai Rp 29,36 miliar lebih, service road atau areal pelayanan jalan seluas 6.897 meter persegi dengan nilai Rp 6,9 miliar. Ada juga helipad atau areal pendaratan helikopter seluas 450 meter persegi dengan nilai  Rp 1,49 miliar lebih.

Sementara untuk aset lahan, pemprov telah melakukan ruislagh. Mengingat, ada bangunan yang dianggarkan oleh pemprov di lahan PT AP I. Begitu juga sebaliknya, ada bangunan milik Angkasa Pura yang dibangun di lahan Pemprov. “Soal ruislagh, ada selisih Rp 137 juta yang harus disetor ke kas daerah oleh pihak AP,” ungkap Supran.

Terkait pemindahtanganan aset, Pemprov telah membentuk tim negosiasi yang melibatkan tim ahli investasi gubernur. Hal ini untuk mendapatkan harga yang sesuai dengan harapan. “Makanya kita berharap aset dibeli sesuai harga appraisal,” ucapnya.

Baca Juga :  Aset Lobar Berpotensi Raib tanpa Arsip

Supran menegaskan, pembayaran aset tersebut harus dilakukan paling lambat akhir bulan Mei. Mengingat, hasil penjualan aset telah masuk dalam proyeksi pendapatan APBD 2017. Begitu juga dengan nilai kontribusi yang menjadi kewajiban pihak Angkasa Pura bisa dibayar akhir Mei sesuai target Pemprov.

Satu hal yang menarik, besaran kontribusi yang harus diserahkan PT AP ke daerah telah dihitung melalui appraisal. Pemprov menggunakan tim appraisal independen untuk menghitung angka kontribusi yang layak didapatkan Pemprov. “Kontribusi akan dibayar dari tahun 2012 sampai 2016, nilainya cukup besar. Dalam setahun itu nilai kontribusi yang harus diserahkan bisa di atas Rp 5 miliar,” ungkap Supran.

Apabila setiap tahun PT AP harus membayar kontribusi minimal Rp 5 miliar saja, maka dalam jangka waktu 4 tahun aka nada uang sekitar Rp 20 miliar masuk ke kas daerah. Uang tersebut akan ditambah dengan hasil penjualan aset yang nilainya mencapai ratusan juta.

Dalam APBD tahun 2017, proyeksi pendapatan daerah dari kontribusi tersebut hanya tertulis sekitar Rp 2 miliar untuk jangka waktu 4 tahun. “Hasil appraisal ini memang mengejutkan, mudah-mudahan bisa di atas Rp 5 miliar dibayar per tahun. Cuma kendala sampai saat ini kita belum punya waktu untuk bertemu bicarakan transaksi,” tandas Supran. (zwr)

Komentar Anda