Pembangunan Jembatan Lombok-Sumbawa Dibatalkan 

H Lalu Gita Ariadi (Faisal Haris/Radar Lombok)

MATARAM – Rencana pembangunan jembatan yang menghubungkan antar pulau Lombok dan pulau Sumbawa di Selat Alas akhirnya dibatalkan setelah Pemprov NTB memutus kerja sama penyusunan feasibility study (FS) atau studi kelayakan atas rencana pembangunan jembatan Lombok – Sumbawa dengan investor PT Nabil Surya Persada. 
Sekda Provinsi NTB, H Lalu Gita Ariadi mengatakan, pembatalan rencana pembangunan jembatan Lombok-Sumbawa karena pemprov sekarang ini sedang fokus kepada infrakstruktur dasar lainnya untuk segara dituntuskan. “Ya, kita fokus kepada infrakstruktur-infrakstruktur dasar lain yang perlu atensi-atensi segara,” kata Gita saat dikonfirmasi susai menghadiri rapat paripurna di kantor DPRD NTB.


Terlebih, beberapa tahun terakhir ini NTB dilanda bencana, baik itu gempa bumi pada 2018 lalu kemudian disusul terjadinya pendemi Covid-19 yang saat ini masih dalam masa pemulihan sehingga dana difokuskan untuk penyelesian infrakstruktur dasar. “Makanya kita fokus kesana, kemarin bencana ada dan lain sebagainya sehingga kita butuh dana untuk itu,” sambungnya.
Masalah apakah rencana pembangunan jembatan Lombok-Sumbawa yang telah dibatalkan dapat berlanjutkan, tentu melihat dari kesungguhan dari pihak investor dan lain sebagainya. Sehingga belum dapat memastikan apakah rencana itu akan berlanjut atau terhenti sampai sebatas wacana. “Berlanjut atau tidak, itu kan kita melihat kesungguhan dari investor dan lain sebagainya kita perhatikan. Tapi rata-rata kita lihat rencana-rencana investasi besar ada dibanyak tempat juga terkoreksi. Jadi mungkin semua sekarang pada tahapan yang lebih realistis,” ujarnya. 
Terlebih sekarang ini, lanjut Sekda, khususnya di NTB permasalahan ekonomi yang lebih mendasar adalah bagaimana pengendalian laju inflasi. Maka dengan situasi seperti itu sulit kemudian dapat terealisasi agenda-agenda investasi yang telah direncanakan sehingga semua terkoreksi dengan kondisi sekarang ini. “Ya kita ikuti saja bagaimana perkembangan yang menjadi kebutuhan-kebutuhan mendasar kita,” imbuhnya. 
Sekda menegaskan, kalaupun rencana pembangunan Jembatan Lombok-Sumbawa tertunda, pemerintah terus berusaha meningkatkan kualitas pelayanan mode transfortasi laut antar pulau di NTB, sebagaimana Dinas Perhubungan terus beriktiar agar penyembarangan Kayangan-Poto Tano dan sebaliknya tetap lancar, aman, bersih dan lain sebagainya. “Dan bagaimana kita lakukan yang terbaik dengan situasi kondisi sekarang ini kita lakukan,” tegasnya. 


Disinggung alasan pemprov memutuskan kerja sama dalam rencana pembangunan jembatan Lombok-Sumbawa dengan pihak investor yang sebelumnya telah menandatangani MoU kerjasama, kata Sekda, karena investor harus memenuhi lagi komitmen-komitmen teknis dari instansi yang ada di NTB. Lalu apakah investor mampu untuk memenuhi komitmen-komitmen teknis itu atau tidak. “Kalau tidak mereka juga harus realistis, seperti komitmen, lingkungannya, kawasannya bagaimana dan lain sebagainya itu. Karena itu harus ada persetujuan,” katanya. 


Soal nilai invetasi dalam rencana pembangunan jembatan Lombok-Sumbawa yang cukup besar. Namun tidak tidak terlaksana, apakah hal yang sama akan terjadi dengan rencana pembangunan kereta gantung Rinjani yang juga nilai investasi. Lalu bagaimana supaya Pemprov NTB tidak terkana PHP pihak investor lagi ketika sudah berencana investasi dengan jumlah besar tapi tidak terlaksana, apalagi untuk rencana pembangunan Jembatan Lombok-Sumbawa sudah beberapa kali investor berminat untuk merealisasi tapi ujung-ujung tidak terwujud. Lalu begaimana untuk rencana kereta gantung Rinjani, kata Sekda, sebetulnya sama dalam proses investasi sekarang ini ada perubahan menganisme. “Ya investor baru berencana kan langsung bisa mendaftar, maka investor mendapatkan NIB (nomor induk berusaha). Jadi kadang-kadang kita memaknai baru ada NIB seolah-olah besok pagi segara terbangun,” katanya. 
Padahal menurut Sekda, walaupun  investor sudah mendapatkan NIB mereka harus memenuhi ketentuan-ketentuan teknis lainnya yang harus dipenuhi. “Kita di daerah pun juga sebagai wujud welcome ya kita regulasinya melalui OSS ya harus dilayani, NIB itu tetapi tetap dengan mempertimbangkan situasi kondisi kebutuhan kita, jangka pendek maupun jangka panjang. Dampak sosial lingkungan tetap menjadi pertimbangan kita di dalam menerima atau menolak investasi,” pungkasnya. 


Terpisah, anggota Komisi IV DPRD NTB, Ruslan Turmuzi mengatakan, pihaknya sangat berharap Jambatan Lombok-Sumbawa bisa segara terealisasi karena masyarakat semua sangat berharap hal itu. “Tapi persoalannya kita harus melihat secara investasi menguntungkan atau tidak untuk saat ini. Kalau hitung-hintungannya nilai investasinya Rp 20 triliun maka harus dihitung IRR-nya. Jadi sampai kapan pengembalian modal itu,” katanya. 
Jika melihat saat ini, lanjut Ruslan, tentu investor akan menghitung dengan lintasan harian rata-rata (LHR) berapa per hari yang akan melintasi jembatan Lombok-Sumbawa maka hal ini juga dihitung. “Termasuk juga kalau kita melihat saat ini penyemberangan di pelabuhan Lombok ke Poto Tano masih bisa dikaper dengan menggunakan kapal laut. Tapi mungkin lima atau sepuluh tahun kedepan mungkin bisa terealisasi rencana itu. Tapi untuk saat ini impossible (mustahil),” tegasnya. 


Terlebih rencana pembangunan jembatan Lombok-Sumbawa itu tidak masuk dalam RPJMD. Maka sudah pasti tidak akan menjadi skala prioritas. Bahkan menurut Ruslan tidak mungkin dilaksanakan. “Program yang sudah ada di RPJMD saja di PHP, apalagi diluar RPJMD mana bisa terealisasi. Ini persoalannya. Kita ini kan terlalu mimpi di siang bolong,” pungkasnya. 
Seperti diketahui, pada akhir Juni 2021 lalu, Pemprov NTB telah menggelar pertemuan dengan PT Nabil Surya Persada, perusahaan yang melaksanakan studi kelayakan Jembatan Lombok – Sumbawa.

Dalam pertemuan tersebut terungkap, jika pihak investor telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 5,25 miliar untuk studi kelayakan Jembatan Lombok – Sumbawa tahap I. Dalam proposal Feasibility Study (FS) Jembatan Lombok – Sumbawa, investor menggandeng PT. Krakatau Konsultan yang merupakan anak perusahaan PT. Krakatau Engineering. Selanjutnya, PT. Krakatau Konsultan juga mengajak dan berkoordinasi dengan Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT). 


Sebagaimana diketahui juga, hasil pra studi kelayakan atau pra-FS yang dilakukan konsultan dari Korea, biaya untuk konstruksi pembangunan jembatan Lombok – Sumbawa sebesar Rp 850 miliar sampai Rp 1 triliun per kilometer. Dengan panjang jembatan 16,5 kilometer, total biaya konstruksi paling sedikit Rp 17 triliun. Jika ditambah dengan akesorinya, maka butuh biaya sekitar Rp 20 triliun. (sal) 

Komentar Anda