Pembahasan Anggaran Pilkada NTB Masih Alot

Lalu Gita Ariadi (RATNA/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Pembahasan kebutuhan anggaran pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak di Provinsi NTB, hingga kini masih berjalan alot. Bahkan setelah beberapa kali saling “tawar-menawar” antara Pemprov NTB dan penyelenggara Pemilu yaitu KPU dan Bawaslu NTB, belum juga menemukan kesepahaman berapa besaran anggaran untuk Pilkada 2024.

Dalam pembahasan anggaran Pilkada yang dilakukan, masing-masing tetap bertahan dengan nominal yang diinginkan. Informasi terbaru, Pemprov hanya mampu menyanggupi untuk KPU NTB sebesar Rp 130 miliar, dan Bawaslu sekitar Rp 30 miliar untuk pembiayaan Pilgub NTB. Angka ini tentu jauh dari nominal yang diharapkan KPU maupun Bawaslu, yang masing-masing meminta anggaran sebesar Rp 180 miliar dan Rp 91 miliar.

“Alhamdulilah, kesepakatan item sekarang sudah tinggal menjadi angka. Dan gambaran umumnya sudah ada, tinggal berproses,” kata Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi NTB, Lalu Gita Ariadi, saat ditemui di Kantor Gubernur.

Disampaikan Miq Gita, sapaan akrab Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) NTB ini, bahwa anggaran sebesar Rp 160 miliar kepada penyelenggara kemungkinan masih bisa berubah. Namun yang pasti, apa yang menjadi komponen penting pelaksanaan penyelenggaran Pilgub 2024 dapat terakomodir semuanya.
“Rp 130 miliar (anggaran untuk KPU, red), ada plus minusnya lah di kisaran itu. Tapi poin-poin penting aspirasi KPU, Bawaslu sudah kita akomodir. Termasuk soal anggaran sosialisasi,” ujar Miq Gita.

Sementara terkait desakan Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari supaya Pemprov segera menyelesaikan pembahasan alokasi dana hibah APBD untuk penyelenggaraan Pilkada, dan sesegara mungkin melaporkan NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah) ke Kemendagri.

Miq Gita menegaskan pembahasan dana Pilkada masih dalam proses dan dipastikan akan selesai pada Desember 2023 nanti. “Kapan NPHD terakhir, Desember kan? Belum daerah lain masih banyak yang belum (melaporkan NPHD, red). Kita berprogres kok,” jelasnya.

Berkaca dari daerah lain, menurut Miq Gita, masih banyak provinsi lain yang belum sinkronisasi antara komponen cost sharing Provinsi dan Kabupaten/Kota. Tidak sedikit daerah belum menemukan besaran angka dan kesepakatan pada komponen-komponen pelaksanaan Pilkada.

“Kabupaten/Kota dengan TAPD dan Sekda, kami sudah ketemu. Dengan penyelenggara, KPU dan Bawaslu, sudah ada kesepakatan. Komponen-komponen di penyelenggaraan Pilkada di Kabupaten/Kota sudah ada,” tegas Miq Gita.

Sebelumnya Komisioner KPU NTB, Agus Hilman mengatakan alokasi dana Pilgub sebesar Rp 160 miliar itu belum final. Masih ada potensi anggaran Pilgub bakal ada perubahan. Apalagi komponen pelaksanaan Pilgub yang diajukan KPU sudah berkaitan langsung cost sharing Pemerintah Kabupaten/Kota. “Kita belum ada informasi formal dari TPAD, fiks-nya (anggaran Pilgub, red) berapa,” ujarnya.

Hilman mengungkapkan ada kekhawatiran dari KPU dengan alokasi anggaran Pilgub yang hanya Rp 130 miliar dari Pemprov. Padahal berdasarkan hitungan KPU, angka Rp 180 miliar yang diajukan kepada Pemprov untuk biaya Pilkada NTB serentak dianggap sudah sangat efisien.
Karena mengacu pada pelaksanaan Pilkada tahun sebelumnya, ada kenaikan sedikit karena memang pertimbangan adanya kenaikan harga barang dan sebagainya. “Kita khawatir sebenarnya tetapi memahami situasi dan kondisi daerah juga. Kita harapkan ada win-win solution berkaitan dengan anggaran ini,” bebernya.

Meski begitu, pihaknya tetap berharap dana Pilkada serentak yang dialokasikan kepada KPU bisa lebih dari Rp 130 miliar. Karena pembiayaan yang paling besar adalah naiknya belanja ad hoc dan honorarium.

“Inipun sudah ada cost sharing dengan Kabupaten/Kota. Kita membiayai berkaitan dengan PPK dan PPS. PPK kita ada 117 itu sekitar 585. Kemudian PPS kita ada 3.498dan rutin harus dibiayai. Karena ada kenaikan biaya untuk honor ad hoc dibanding Pilkada sebelumnya,” jelasnya.

Terpisah, Ketua Bawaslu Provinsi NTB, Itratip menambahkan ada berapa komponen yang diminta lagi oleh Pemprov untuk dikeluarkan yakni cost sharing pembiayaan Panwas ad hoc. Karena angka Rp 92 miliar, Bawaslu masih beramsumsi bahwa seluruh Panwas ad hook dari Kecamatan sampai pengawas TPS dibiayai oleh APBD Provinsi.
“Dalam diskusi pertama kita diminta untuk membuat cost sharing simulasi. Kalau misalnya Panwascam diambil Provinsi, sementara Panwas Desa dan Kelurahan dibebankan kepada APBD Kabupaten/Kota. Sehingga diusulkan menjadi Rp41 miliar,” terangnya.
Karena itu, pihaknya berharap Pemprov segera menginformasikan besaran Pilgub yang diberikan ke Bawaslu, agar bisa segera direview apakah besaran itu bisa dianggap layak atau sesuai dengan kebutuhan Bawaslu dalam mendukung pengawasan tahapan penyelenggaraan Pilgub NTB.

“Kita berharap segera disampaikan agar tim teknis, tim keuangan kita mereview kembali anggaran ini. Karena usulan anggaran sudah beberapa dilakukan,” ujarnya. (rat)