Pelanggar Prokes Covid-19 Terancam Denda

TIDAK PATUH : Bagi masyarakat yang tidak patuh protokol kesehatan, akan dikenakan denda hingga Rp 500 ribu. (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK )
TIDAK PATUH : Bagi masyarakat yang tidak patuh protokol kesehatan, akan dikenakan denda hingga Rp 500 ribu. (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK )

MATARAM – Masyarakat di Provinsi NTB sebentar lagi tidak akan berani mengabaikan protokol kesehatan (prokes) sesuai aturan pemerintah. Berani tidak menggunakan masker saja, akan dikenai denda hingga Rp 500 ribu. 

Ketentuan tersebut akan diatur melalui peraturan daerah (perda). Saat ini, rancangan perda tentang penanggulangan penyakit menular sudah mulai dibahas DPRD NTB. “Kita setuju ada sanksi seperti itu. Perda memang harus ada buat sanksi. Karena kita juga ingin masyarakat disiplin,” ujar Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi NTB, H Makmun kepada Radar Lombok, Senin (20/7).

Berdasarkan draf Raperda yang diajukan eksekutif, khususnya Bab X yang mengatur tentang sanksi pasal 23 menyebutkan, setiap orang yang melanggar protokol pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit menular dikenakan denda Rp 100 ribu hingga Rp 500 ribu. Protokol yang dimaksud, di antaranya tidak mengenakan masker, melakukan kegiatan yang dapat menjadi pencetus penyebaran suatu penyakit menular dan lain-lain. 

Menurut Makmun, selama ini kehidupan masyarakat pada masa pandemi sudah diatur melalui peraturan gubernur (pergub). Namun fakta di lapangan, sebagian masyarakat mengabaikan aturan tersebut. “Memang harus ada ketegasan. Kita juga tidak ingin Covid-19 terus ada di NTB,” katanya. 

Pemerintah sudah berupaya melakukan langkah persuasif kepada masyarakat. Bagi yang tidak patuh protokol kesehatan diberikan pembinaan dan pemahaman. Namun sikap lembut pemerintah justru hasilnya tidak optimal. 

Nantinya, lanjut Makmun, setelah perda disahkan akan diikuti oleh pergub sebagai petunjuk pelaksanaan di lapangan. Terutama terkait prosedur penerapan sanksi bagi masyarakat. “Nanti pergub jelaskan lebih detail penerapannya sesuai isi perda. Yang jelas Bapemperda setuju ada sanksi. Kenapa Raperda ini diajukan eksekutif, karena selama ini kewalahan dalam melaksanakan pencegahan,” terang politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini. 

Dalam Raperda, masyarakat juga diwajibkan melaksanakan upaya kesehatan promotif dan preventif. Kemudian mendukung pelaksanaan upaya kesehatan kuratif dan/atau rehabilitatif. Masyarakat juga harus melaporkan adanya penderita atau diduga penderita sebagai akibat yang ditimbulkan dari penyakit menular. 

Poin yang tidak kalah pentingnya, setiap masyarakat dilarang dengan sengaja menghalangi pelaksanaan pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit menular. Apalagi seperti tindakan masyarakat yang mencegah petugas medis melaksanakan tugasnya. 

Wakil Gubernur NTB, Hj Sitti Rohmi Djalilah mengatakan, Raperda tentang penanggulangan penyakit menular sangat penting. Bukan hanya tentang Covid-19 saja, namun juga penyakit menular lainnya. Di tengah menyebarnya kasus covid-19, masih ditemukan juga berbagai jenis masalah kesehatan penyakit menular lainnya. “Tentu akan berdampak terhadap peningkatan angka kesakitan bahkan kematian, serta menimbulkan dampak sosial, ekonomi maupun penurunan produktivitas. Karenanya dibutuhkan kesigapan daerah yang lebih progresif dalam mengatasi penyebaran penyakit menular,” ujar Wagub. 

Ditegaskan, masalah kesehatan merupakan urusan wajib bagi pemerintah daerah. Pemerintah bertanggungjawab melakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular serta akibat yang ditimbulkannya. Melalui perda ini diharapkan dapat mengurangi penyebaran penyakit menular. Terutama wabah Covid-19 bisa segera dituntaskan. “Di daerah kita masih menyisakan adanya daerah zona merah yang perlu penanganan khusus yang lebih progresif dan komprehensif,” kata Wagub.

Di sisi lain, angka kasus positif Covid-19 di NTB terus mengalami penambahan yang cukup signifikan. Bahkan jumlah kasus per 19 Juli 2020 kemarin sudah mencapai 1.759 orang, dengan perincian 1.110 orang sudah sembuh, 96 meninggal dunia, serta 553 orang masih positif dalam perawatan.

Dari angka 1.759 orang tersebut, terdapat tenaga kesehatan (nakes) sebanyak 290 orang yang tersebar di 13 rumah sakit (RS) dan 12 pukesmas se NTB. Hal ini disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi NTB, dr Nurhandini Eka Dewi sesuai data yang dihimpun sampai, Sabtu (18/7) kemarin. “Data sampai Sabtu, jumlah Nakes yang positif 290 orang. Tapi tinggal 53 orang yang masih dirawat, yang lain sudah sembuh,” ungkapnya saat dikonfirmasi Radar Lombok, Senin (20/7).

Eka mengaku, nakes adalah bagian yang paling berisiko tinggi terpapar Covid-19. Karena setiap hari mereka harus berhadapan dengan pasien corona dengan tingkat penyebaran virus yang besar. Jika imunitas nakes menurun, maka tak menutup kemungkinan mereka akan terpapar.

Meski menggunakan alat pelindung diri (APD), semua itu tak menjamin 100 persen nakes tak terpapar virus ini. APD ini diberikan sesuai level tempat mereka bekerja. Untuk pelayanan puskesmas dan pelayanan level 1 dan 2, di UGD dan ruang isolasi level 3. Tetapi karena virus SARS- CoV-2 mudah sekali menular, celah sedikit saat berganti pakaian dari APD ke pakaian biasa. ‘’Saat membuka masker di ruang makan, itu bisa menjadi peluang virus masuk ke tubuh nakes,” beber Eka.

Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik (Diskominfotik) Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi menyebutkan hingga saat ini belum ada penambahan nakes yang terpapar Covid-19. Bahkan dia mengklaim semua nakes yang sudah terpapar Covid-19 sudah dinyatakan sembuh. “Belum ada tambahan nakes. Yang dulu itu saja sudah sembuh semua, sehingga gak perlu diungkit lagi,” katanya. (zwr/sal)

Komentar Anda