SELONG—Para pelaku usaha wisata di Kabupaten Lombok Timur (Lotim), termasuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), meminta agar Peraturan Daerah (Perda) Miras Nomor 8 tahun 2002, dikaji dan direvisi kembali. Pernyataan itu mereka sampaikan, ketika melakukan hearing di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Lotim, Senin (17/4).
Permintaan revisi Perda Miras ini muncul, setelah adanya razia Miras yang dilakukan oleh petugas di salah satu hotel di wilayah Jerowaru beberapa waktu lalu. Di hotel itu, beragam jenis Miras pabrikan disita petugas. Penyitaan ini membuat para pelaku usaha wisata di wilayah itu menjadi resah.
Mereka mempertanyakan alasan dilakukannya penyitaan Miras tersebut. Karena sepengetahuan mereka, dalam Perpres Nomor 74 tahun 2013, dan Permendag Nomor 20 tahun 2014, disebutkan terkait pengecualian untuk minuman (Bevarage) di hotel, restaurant dan bar, yang telah memenuhi persyaratan perundang-undang bidang kepariwisataan.
“Kita minta dilakukan revisi Perda ini, supaya ketika orang berusaha di bidang pariwisata di Lotim, mereka bisa merasakan aman,” tegas Ketua Forum Pokdarwis Lotim, Zainul Fadli.
Mereka sangat memahami keberadaan Perda Miras ini, yang telah dibuat oleh pihak Pemkab. Tujuannya tak lain adalah untuk melindungi masyarakat Lotim dari perilaku yang tidak diinginkan.
Namun disisi lain, sebagai pelaku wisata mereka juga menginginkan agar para investor yang ingin berinvestasi di sektor wisata juga diberikan jaminan keamanan dan kenyamanan. Sebab, kemajuan parwisata dapat memberikan dampak untuk kesejahteraan masyarakat itu sendiri.
Namun dengan adanya razia dan operasi yang dilakukan petugas. Terutama di hotel dan yang sudah memenuhi persyaratan dan ketenutuan yang berlaku, maka hal itu tentu akan memberikan dampak yang tidak baik bagi kemajuan pariwisata di Lotim. Terlebih sektor pariwisata ini juga menjadi salah satu andalan Pemkab Lotim untuk meningkatkan PAD.
“Kalau ada razia Miras seperti itu, tentu sangat tidak nyaman. Terutama ketika mereka datang disaat ada tamu. Padahal tamu itu harus kita layani dengan baik. Makanya kami minta ke Pemkab dan pihak kepolisian, supaya memberikan kami ruang,” harap dia.
Wisatawan asing katanya, budaya mereka memang sangat berbeda dengan Indonesia, khususnya Lombok. Untuk itu, perbedaan budaya itu juga harus saling dipahami. Karena di saat tertentu, para wisatawan mancanegara ini membutuhkan minuman beralkohol untuk menghangatkan diri.
“Yang jelas, mereka sama sekali tidak menentang terkait keberadaan Perda Miras tersebut. Karena Perda ini dibuat untuk mengatur masyarakat Lotim. Tapi ada titik tertentu yang harus ada klasifikasinya, terutama untuk pariwisata,” ulas Zainul.
Sementara Wakil Ketua DPRD Lotim, H. Daeng Paelori mengatakan, revisi Perda Miras ini tidak dilakukan secara menyeluruh, melainkan ada hal sedikit yang perlu untuk dilakukan revisi. Ini dilakukan sebagai upaya untuk memberikan peluang bagi para pelaku usaha wisata.
“Harus di proteksi. Ada zona-zona tertentu yang boleh. Sebenarnya ini tidak dilarang dan dibebaskan. Tapi keberadaan Miras ini juga harus dikendalikan dengan benar,” ujar Daeng.
Dikatakan, untuk menekan peredaran Miras di Lotim, razia memang perlu dilakukan. Namun untuk lokasi tertentu seperti hotel dan restoran yang selalu ramai dikunjungi wisatawan mancanegara, tentu jangan sampai dilakukan razia.
Apalagi ketika berlangsung razia, saat itu justeru suasana sedang ramai tamu asing, yang tentu akan mengganggu kenyamanan mereka. “Kita tidak membebaskan Miras ini. Kita tetap perang terhadap Miras. Tapi harus ada pengecualian ditempat-tempat tertentu,” pungkasnya. (lie)