Pelaku Kejahatan Seksual Harus Dihukum Mati

MATARAM—Meningkatnya kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur akhir-akhir ini terus menjadi sorotan semua pihak. Di NTB sendiri, tercatat sekitar 1.031 kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak sepanjang tahun 2015 lalu.

Untuk itu, pemberlakuan hukuman tegas berupa rencana penerbitan RUU Kebiri yang kini digodok oleh pemerintah bagi pelaku kejahatan seksual, dirasakan masih belum bisa memberikan efek jera. “Kalau kami mengusulkan hukumannya harus berupa hukuman mati,” tegas Ketua Komisi V DPRD NTB bidang Pendidikan dan Kesejahteraan Rakyat (Kesra), Hj. Wartiah, Kamis kemarin (19/5).

Dikatakan, banyaknya kasus kejahatan seksual dengan korban anak-anak yang kini merata di semua wilayah di Indonesia, termasuk di NTB dipicu karena masih lemahnya penegakan hukum. Para aparat penegak hukum belum mengimplementasikan Undang-Undang Perlindungan Anak secara maksimal untuk menghukum berat para pelakunya.

Baca Juga :  Ngaku Suka Sama Suka, Berkali-kali Coba Gugurkan Kandungan

Selain itu, kesadaran masyarakat pun masih dirasa rendah, khususnya para orang tua dalam mengawasi perilaku anak-anaknya. Terutama dalam hal pemanfaatan tekonologi seperti HP yang seringkali tidak positif.

Menurut Wartiah, mayoritas pelaku kejahatan seksual melakukan aksi biadabnya akibat menonton tayangan porno di sejumlah warnet-warnet serta ponsel yang mereka miliki. “Disinilah perlu kita mulai menghidupkan kembali gerakan internet sehat itu. Tentunya, pelibatan orang tua sangat penting,” ujarnya.

Ia mengaku, edukasi ditataran keluarga sangat penting dilakukan. Bahkan, bila perlu program edukasi tersebut harus pula secara massif menyasar di seluruh sekolah mulai jenjang pendidikan SD hingga SMU.  Mengingat dari sisi pola, bentuk dan angka, kekerasan terhadap perempuan dan anak semakin meluas.

Baca Juga :  Pedofilia, Bule Inggris Ditahan

Sebagian besar kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak pada 2015, didominasi kasus kekerasan fisik, disusul psikis dan seksual, yang sebagian besar terjadi dalam rumah tangga. “Bagi saya, kekerasan seksual ke anak itu merupakan tindakan biadab. Karena menghancurkan masa depan orang,” ujar Wartiah.

Merujuk data Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) NTB. Maka, 1.031 kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak,  didominasi kasus kekerasan fisik, disusul psikis dan seksual, yang sebagian besar terjadi dalam rumah tangga pada sepanjang tahun 2015 lalu itu. (zwr)

Komentar Anda