MATARAM – Mutiara dikenal sebagai brand NTB dan dikenal sebagai daerah penghasil mutiara terbaik dunia. Sayangnya, justru banyak mutiara palsu asal China sudah banyak beredar di NTB. Kondisi tersebut sangat merugikan perajin perhiasan mutiara asli di NTB.
“Untuk masalah ini memang bagi kalangan pembudidaya dan pedagang, khusus yang menjual mutiara laut Lombok menjadi masalah besar,” kata Ketua Asosiasi Persatuan Pedagang dan Perajin Mutiara Lombok (PEARL) NTB H Fauzi pada Radar Lombok, Minggu (17/11).
Menurut Fauzi, secara otomatis volume penjualan menurun, akibat banyaknya mutiara plasu dari Cihna yang beredar dipasaran, baik berupa mutiara air tawar atau mutiara sintetis (shell). Disisi lain, bagi kalangan pedagang mutiara yang menjual beragam jenis mutiara, tidak menjadi masalah bagi mereka, karena hal tersebut menjadi pilihan bagi konsumen.
“Namun bagi kami di asosiasi sangat berharap agar mutiara yang dari luar bisa ditertibkan,” katanya.
Terlebih lagi NTB, lanjut Fauzi, merupakan daerah penghasil mutiara. Selain itu, para pelaku usaha baik pembudidaya maupun pedagang mutiara Lombok bisa menjual produknya tanpa harus terganggu dengan adanya mutiara palsu dari China. Jika yang di perdagangkan khusus mutiara laut, maka konsumen tidak akan merasa dibingungkan dengan mutiara yang mirip dengan mutiara asli tapi aspal (sintetis).
Mutiara dari China ini sendiri, sudah cukup lama beredar di Lombok. Fauzi mengaku, sejak kemunculan mutiara Lombok, bahkan sejak adanya penjualan mutiara pertama di Lombok. Untuk itu, perlu adanya pembatasan masuknya mutiara tersebut ke Indonesia maupun NTB dengan memutus mata ranai importir.
“Sampai Saat ini belum ada tindakan, karena para pedagangnya sendiri merupakan warga pribumi dan produknya cukup diminati oleh konsumen. Sebab harga yang murah dibandingkan mutiara laut,” terangnya.
Apalagi, banyak pedagang dadakan yang biasa berjualan di emperan hotel. Bahkan mereka, lebih mudah menyasar para konsumen langsung dibandingkan dengan ditoko oleh-oleh yang menjual mutiara asli. Sementar itu, pihaknya juga sudah sampaikan masalah tersebut ke pemerintah dan pihak terkait, namun hingga saat ini sedang dalam proses.
“Iya itu masalahnya, kalau sumbernya yang di tutup (importirnya), mungkin mereka (pedagang dadakan) akan menawarkan mutiara laut asli NTB,” imbuhnya.
Terpisah, salah satu pedagang dadakan mutiara Samsudin mengaku, mutiara China yang dijual sebagai pembanding dengan mutiara (asli) Lombok. Meskipun memang banyak konsumen yang mencari mutiara China maupun mutiara asli.
“Mutiara dari China itu sudah dari dulu masuk, kalau tidak salah tahun 2001. Kita jual, sebagai pembanding saja. Pembeli juga sudah tau,” kata Samsudin.
Dirinya tidak hanya menjual mutira dari china, tetapi ada mutiara asli. Sam sapaan akrabnya mengatakan, untuk harga jual mutiara asli di banderol mulai dari Rp 300 ribu tergantung dari berat mutiara.
“Memang kita lebih murah, tetapi kita kan jualan disini ndak pakai pajak. Seperti di toko-toko besar mereka sudah kena pajak. Tapi sama saja, kualitas mutiara kita dengan yang dijual di toko,” ujarnya.
Kepala Dinas Perdagangan NTB Hj Putu Selly Andayani mengakui masih banyak yang membuat accecories dari mutiara palsu dan itu tidak bisa dilarang. Karena hukum ekonomi ada permintaan dan penawaran, sama dengan mutiara asli dan mutiara palsu asal China.
“Kok sekarang baru pada ribut dengan mutiara palsu. Makanya, sering diinfokan ke masyarakat jadilah konsumen yang cerdas,” kata Selly. (dev)