Pasokan Terbatas, Harga Garam Masih Mahal

Pasokan Terbatas, Harga Masih Mahal
PASOKAN KURANG: Buruh angkut di Pasar Mandalika, mengangkut karung garam yang sudah dipesan oleh pedagang, Jumat kemarin (28/7). (Lukmanul Hakim/Radar Lombok)

MATARAM – Kelangkaan garam di pasaran masih terjadi di sejumlah pasar di Provinsi NTB.  Kelangkaan yang terjadi lebih disebabkan, produksi yang menurun akibat anomali cuaca beberapa bulan belakangan ini, dimana intensitas hujan yang cukup tinggi. Di pasar induk Mandalika, harga  garam  halus Rp 10 ribu/kg dari harga  sebelumnya Rp 5 ribu/kg. Sedangkan  garam krosok dijual dengan harga Rp 7 ribu/kg dari harga sebelumnya   Rp 2 ribu/kg.

Salah seorang pedagang  besar garam di pasar induk Mandalika, Rita menuturkan  harga garam hingga saat ini belum ada tanda-tanda akan mulai turun. Hal tersebut terjadi karena pasokan garam   dari Bima dan Lombok Timur hanya sedikit. Akibatnya, berdampak terhadap harga jual kepada konsumen, baik itu untuk garam dalam bentuk krosok maupun garam halus. “Pasokan garam sangat sedikit dari Bima dan Lombok Timur. Harga beli kita di produsen juga mahal, makanya harga jual kita naikan juga kepada konsumen,” kata Rita kepada Radar Lombok, Jumat kemarin (28/7).

Rita menyebut,  ketika produksi garam melimpah, harga jual garam halus masih dibawah Rp 5 ribu/kg, namun kini melonjak drastis. Begitu juga dengan garam krosok yang naik cukup tinggi. Rita mengaku dirinya biasa mendapatkan pasokan garam krosok dari Bima. Sementara untuk garam halus   dari Jerowaru, Lombok Timur. “Pengepul memberikan garam jumlah terbatas,” terangnya.

Hal senada juga disampaikan, pedagang garam di Pasar Kebon Roek, Ampenan, Inaq Mah. Harga jual garam di pasar ini lebih mahal jika dibandingkan dengan di pasar induk Mandalika, Bertais.  Garam halus dijual seharga Rp15 ribu/kg. Sementara untuk garam  krosok dijual dengan harga Rp 10 ribu/kg. “Harga garam masih mahal, pasokannnya masih sedikit dari pengepul,” ucapnya.

Baca Juga :  APBD Mancet, Perputaran Ekonomi Mampet

Kepala Dinas Perdagangan Provinsi NTB, Hj PUtu Selly Andayani mengatakan, saat ini harga garam masih tergolong masih mahal. Hal tersebut terjadi karena pasokan garam dari produsen di pasaran masih terbatas, karena persoalan produksi yang menurun karena anomali cuaca.

Kendati harga garam masih cukup tinggi baik itu untuk kebutuhan industri dan rumah tangga, Selly memastikan garam impor belum ada yang masuk ke Provinsi NTB. Bahkan, meski pemerintah pusat sudah mulai membuka kran impor garam, Provinsi NTB tetap menolak untuk dimasukan. Karena Provinsi NTB merupakan daerah produsen garam dan justru menjadi penyuplai kebutuhan garam industri di sejumlah provinsi di Indonesia.

“Di NTB tidak ada industri skala besar yang konsumsi garam dalam jumlah besar. Justru garam NTB yang dibawa keluar untuk kebutuhan industri di Pulau Jawa,” jelas Selly.

Kepala Dinas Perindustrian Provinsi NTB, Baiq Eva Cahyaningsih mengatakan, di Provinsi NTB ada  22 perusahaan yang memproduksi garam dalam jumlah besar. Dari   22 perusahaan tersebut,  10 perusahaan memproduksi garam iodisasi atau garam yodium. 

Eva mengatakan, sebanyak 22 perusahaan yang memperoduksi garam di NTB tersebut memang mengalami penurunan produksi, dikarenakan anomali cuaca. Produksi yang menurun, sudah pasti berdampak terhadap kenaikan harga. Hanya saja, kenaikan harga tersebut masih dalam batas sewajarnya. Terlebih lagi di Provinsi NTB, penggunaan garam untuk industri  masih relatif kecil. Karena industri  di NTB yang menggunakan garam masih sangat sedikit. Jumlah Industr Kecil Menengah (IKM) pangan yang menggunakan garam untuk industri sebanyak 22 ribu IKM. Hanya saja, konsumsi garam industri sangat sedikit.

Baca Juga :  HET Permendag Tak Digubris Pedagang Beras

‘Yang gunakan garam industri jumlah besar di NTB itu hanya untuk industri olahan ikan. Untuk industri olahan ikan di NTB hanya sedikit. Jadi kenaikan harga garam ini tidak terlalu berdampak terhadap industri pangan olahan,” kata Eva.

Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi NTB, H Lalu Hamdi mengatakan, saat ini petani   di sentra produksi garam seperti, Kabupaten Bima, Sumbawa, Lombok Timur, Lombok Tengah dan Lombok Barat sudah mulai panen, meski masih relatif sedikit.

“Produksi garam di akhir Juli ini sudah mulai didistribusikan ke pasar-pasar baik itu konsumsi industri maupun rumah tangga,” jelasnya.

Hamdi mengakui jika produksi garam di pertengahan bulan Juli ini masih sedikit. Hal tersebut terjadi karena beberapa bulan belakangan ini musim hujan turun. Sehingga berdampak terhadap produksi garam yang menurun. Produksi garam akan kembali melimpah di bulan September hingga November mendatang.

“Disaat produksi melimpah, petani garam bisa menyimpan di gudang penyimpanan yang sudah di bangun di enam sentra produksi garam di NTB. Sehingga ketika cuaca tidak mendukung untuk produksi, maka garam yang tersimpan di gudang bisa dijual kepasaran,” tutupnya. (luk) 

Komentar Anda