Pasal Kasus Kematian Brigadir Nurhadi Dinilai Kurang Relevan

PENDAPAT: Prof Amiruddin, pakar hukum Unram memberikan pendapatnya terkait kasus kematian Brigadir Nurhadi.( NASRI/RADAR LOMBOK)

MATARAM–Pakar Hukum Pidana Universitas Mataram (Unram), Prof. Amiruddin, menyoroti penanganan kasus kematian Anggota Propam Polda NTB Brigadir Nurhadi. Ia menilai penerapan pasal pidana oleh penyidik terhadap tiga tersangka belum tepat secara hukum.

Ketiga tersangka yakni Kompol IMYPU dan IPDA HC. Sementara satu tersangka lainnya berasal dari kalangan sipil berinisial M (perempuan).

Diketahui, dalam perkara tewasnya Brigadir Nurhadi April 2025 di kolam villa Gili Trawangan, penyidik menerapkan Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian, dan/atau Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain. Namun menurut Prof. Amiruddin, kedua pasal tersebut tidak serta-merta bisa digunakan tanpa pemenuhan alat bukti yang kuat.

“Dalam penanganan perkara pidana, minimal harus terpenuhi dua alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Jangan terburu-buru menetapkan tersangka sebelum bukti cukup,” tegas Guru Besar Hukum Pidana tersebut, Sabtu (5/7).

Amiruddin memaparkan, ada lima jenis alat bukti yang sah menurut KUHAP: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Seluruhnya harus diuji secara menyeluruh untuk memenuhi unsur-unsur pidana.

Ia kemudian memberikan ilustrasi. Misalnya, dalam satu tempat kejadian perkara (TKP) terdapat lima orang sedang duduk bersama. Tiba-tiba, salah satu dari mereka meninggal dunia. Maka, menurutnya, tidak serta-merta empat orang lainnya dijadikan tersangka.

Baca Juga :  Heboh Foto Penahanan Kompol Yogi dan IPDA Haris Tanpa Baju Tahanan dan Borgol, Ini Klarifikasi Dirtahti

“Mereka harusnya berstatus saksi terlebih dahulu. Polisi harus mendalami keterangannya. Kalau ada tindak pidana, harus dibuktikan dengan alat bukti yang relevan dan berkaitan satu sama lain,” jelasnya.

Ia juga menekankan bahwa hasil autopsi dari dokter forensik hanya menjadi bukti surat dan keterangan ahli, bukan penentu siapa pelaku. “Keterangan ahli forensik hanya menjelaskan penyebab kematian. Tidak bisa menentukan pelaku,” katanya.

Mengenai Pasal 351 ayat (3) KUHP yang digunakan penyidik, Amiruddin menegaskan pentingnya syarat materil. “Yang terpenting bukan sekadar terpenuhi formilnya, tapi juga materil. Artinya, keterkaitan antar-alat bukti harus menggambarkan jelas suatu tindak pidana,” ucapnya.

Sementara Pasal 359 KUHP, menurutnya, kurang relevan untuk kasus kematian Brigadir Nurhadi. “Pasal itu lebih tepat diterapkan dalam perkara kecelakaan lalu lintas, bukan dalam peristiwa seperti ini,” tegasnya.

Dengan demikian, ia mengingatkan penyidik agar berhati-hati dan profesional dalam menentukan pasal serta status hukum seseorang. Tujuannya, agar proses hukum benar-benar menjunjung asas keadilan dan tidak gegabah dalam menjerat seseorang sebagai pelaku pidana.

Sebelumnya Dirreskrimum Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat mengungkapkan, ketiga polisi ini melakukan pesta di Gili Trawangan.

Baca Juga :  Kompol Yogi dan Ipda Haris Resmi Ditahan Atas Kasus Kematian Brigadir Nurhadi

Dalam pesta tersebut, lanjutnya, korban diduga diberikan suatu zat ilegal oleh salah satu tersangka. Peristiwa krusial diperkirakan terjadi dalam rentang waktu antara pukul 20.00 hingga 21.00 WITA. Dalam selang waktu tersebut, tidak ada satu pun saksi yang melihat langsung kejadian, dan sayangnya, kamera pengawas di lokasi tidak merekam titik kumpul para peserta pesta.

“Waktu antara jam 8 sampai jam 9 malam itu krusial, tapi tidak ada saksi yang melihat. Termasuk kamera di lokasi, tidak ada yang mengarah ke tempat mereka berkumpul,” ungkapnya.

Dirinya menyebut, dalam rentang waktu itulah diduga kuat terjadi tindakan penganiayaan terhadap Brigadir Nurhadi yang berujung pada kematian korban.

Namun sebelumnya, diketahui ada insiden di kolam renang yang diduga menjadi pemicu ketegangan. “Informasinya, sebelum kejadian, almarhum diduga mencoba merayu atau mendekati salah satu rekan wanita dari salah satu tersangka. Hal ini dibenarkan oleh saksi di TKP,” lanjutnya.

Dari rangkaian temuan yang ada, kepolisian meyakini bahwa kematian Brigadir Nurhadi tidak berdiri sendiri, melainkan terjadi sebagai bagian dari rangkaian peristiwa yang bersifat kekerasan. (rie)