SELONG—Warga daerah selatan, khususnya Kecamatan Jerowaru galau akibat puluhan hektar lahan yang berada di sekitar pantai Kaliantan diklaim telah dimiliki oleh para investor. Akibatnya, lokasi yang biasa dilangsungkan pesta adat berupa Bau Nyale dan berbagai kegiatan adat lainnya ini terancam tak lagi bisa digunakan kelak.
“Kalau ini sudah dikuasai investor, dimana kami mengadakan even pesta rakyat,” kata salah satu tokoh pemuda setempat, Ridwan.
Puluhan hektar lahan yang berada di lokasi tersebut dikatakan sejak lama telah diklaim beberapa investor sebagai lahan mereka yang telah dibeli dari masyarakat setempat. Padahal, lahan tersebut diyakini secara turun-temurun merupakan tanah ulayat milik warga Desa Pemongkong dulunya sebelum pemekaran desa, dan kini Desa Serewe, Kecamatan Jerowaru. “Bahkan para tokoh dan tuan guru berpesan bahwa lahan ini merupakan tanah ulayat yang menjadi hak warga dan tidak boleh diperjual berlikan,” ungkapnya.
Salah satu tokoh yang disegani di wilayah selatan, yang kini sudah almarhum, TGH Sibawaih dikatakan juga berpesan bahwa lahan ini merupakan tanah ulayat milik warga. Sehingga dengan dipasangnya plang, terlebih dengan pemasangan plang oleh Pemda Lotim di lokasi tersebut semakin membuat masyarakat setempat resah.
“Lihat papan nama itu, itu tertera SP Bupati Lotim nomor 503/1616/PPT.II/2016 tanggal 25 April 2016,” katanya sambil menunjuk plang salah satu perusahaan yang terpampang di depannya. Ia kemudian mempertanyakan keabsahan pembelian lahan tersebut. Sebab, lahan yang merupakan lahan ulayat tentu tidak akan bisa diperjual belikan.
Tokoh pemuda lainnya, Andi mengatakan bahwa masyarakat selatan, khususnya Jerowaru atau bekas Desa Pemongkong tidak ingin lahan tersebut dikuasai para investor. “Tanah ini merupakan tanah ulayat yang tidak akan bisa dimiliki siapapun, dan kami akan pertahankan ini meski dengan pertumpahan darah,” tegasnya.
Terkait penguasaan lahan oleh para investor, Andi menuduh bahwa ada pihak-pihak khususnya di kabupaten yang ikut bermain, sehingga melegalkan hal tersebut, serta terbitnya sertifikat atas lahan-lahan yang diklaim perusahaan itu. “Kami ingin pemerintah mengambil sikap untuk membela kepentingan masyarakat dalam hal ini dan jangan justeru merugikan seperti dengan cara memasang pelang seperti ini, ini jelas memprovokasi,” katanya.
Menurut sumber lain menyebutkan jika mulai tahun ini masyarakat Kecamatan Jerowaru atau selatan jika hendak melaksanakan even, termasuk pesta adat di lokasi sepanjang pantai Kaliantan tersebut, harus seijin perusahaan yang mengklaim telah menguasai lokasi tersebut. “Bagaimana ini dan kenapa Pemkab Lotim memberikan ijin pada perusahaan untuk penguasaan lahan rakyat ini,” katanya.
Ironisnya, Ali BD yang kini menjadi Bupati Lotim, dulunya getol mempertahankan area tersebut untuk publik berupa pesta adat masyarakat selatan. “Tapi kenapa kini tiba-tiba berubah, ada SK dan SP untuk dimonopoli investor?” tanyanya seraya mengingatkan pemerintah daerah untuk tidak hanya mementingkan kepentingan orang-orang berduit (baca investor, red) akan tetapi memperhatikan dan mementingkan kepentingan masyarakat banyak yang jauh lebih utama.
Kesempatan itu pihaknya sekaligus berharap ada yang mengusut oknum-oknum yang bermain hingga terjadinya proses jual beli dan diterbitkannya sertifikat di lahan yang diklaim sebagai lokasi terbaik di Indonesia untuk sport tourism Kitesurf ini, karena anginnya yang panjang serta besar sehingga sangat cocok untuk dikembangkan olahraga air ini. (lal)