Pandemi Corona, 148 Pelajar SMA Menikah

illustrasi

MATARAM – Di tengah pandemi Covid-19, kegiatan belajar mengajar  siswa hampir semuanya di NTB menerapkan Belajar Dari Rumah (BDR), baik itu secara daring (online) maupun luring. Pembelajaran tidak menerapkan tatap muka di sekolah ternyata berdampak negatif di sebagian sekolah/madrasah yang justru dimanfaatkan untuk menikah di usia dini.

Berdasarkan data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi NTB, jumlah pelajar jenjang SMA sederajat di NTB yang menikah di masa pandemi Covid-19 sebanyak 148 siswa.

‘Pandemi Covid-19 ini mempunyai dampak di lingkungan pendidikan, salah satunya siswa menikah, karena kegiatan belajar mengajar di sekolah hampir sudah tidak ada,” kata Kepala Seksi Peserta Didik dan Kelembagaan Bidang Pembinaan SMA, Dinas Dikbud Provinsi NTB Aryanti Dwiyani kepada Radar Lombok, Rabu (26/8).

Dikatakannya, dengan adanya pandemic Covid-19 ini ada sebagian siswa yang mengambil sisi positifnya dan begitu juga sebagian kecil memanfaatkan sisi negatifnya. Pernikahan dini yang dilakukan oleh pelajar SMA sederajat di masa pandemi Covid-19 ini harus diawasi oleh keluarga, lingkungan dan sekolah.

“Tiga hal ini harus bergandengan tangan supaya bisa menekan angka usia pernikahan dini di masa pandemi Covid-19,’’ pintanya.

Menurut Aryanti, peranan yang paling banyak, yakni keluarga untuk bisa lebih aktif memberikan pemahaman tentang bahaya pernikahan dini kepada anak mereka. Terlebih lagi di masa pandemi Covid-19 ini, waktu anak hampir seluruhnya bersama keluarga di rumah. Jadi sudah sepatutnya kedua orang tua pelajar mendapatkan pendampingan dan pembinaan.

Kasus pernikahan pelajar di masa pandemi Covid-19 ini menjadi pekerjaan rumah bersama untuk bersama-sama memberikan pemahaman kepada peserta didik yang saat ini lagi menempuh pendidikan.

Aryanti menyebut masih banyak hal yang bisa pelajar lakukan di masa pandemi ini selain belajar, untuk menyibukkan kegiatan mereka dengan yang positif. Seperti mengikuti lomba-lomba yang diselenggarakan di sekolah maupun di Kemendikbud. Hal ini salah satu cara untuk menyalurkan hobi mereka.

Selain itu, Aryanti  mengaku pemerintah telah resmi mengesahkan Undang-Undang No 16 Tahun 2019 sebagai Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan seperti yang diamanatkan Mahkamah Konstitusi (MK). UU Perkawinan yang baru mengubah batas minimal menikah laki-laki dan perempuan yang akan menikah minimal di usia 19 tahun. Sebelumnya, batas usia menikah bagi laki-laki ialah 19 tahun dan perempuan 16 tahun.

“Sebenarnya sekolah sudah memberikan materi pendewasaan usia pernikahan dan idealnya itu di usia 23 tahun. Sebab usia reproduksi maupun kepribadian wanitia sudah matang,” jelasnya.

Sementara itu, Kasi Kurikulum PSMA Dikbud NTB, Purne Susanto mengaku banyak  hal yang membuat siswa menikah, terutama bebasnya keluyuran dari rumah. Hal ini dikarenakan, orang tua sibuk bekerja, sementara anaknya dibiarkan sendiri di rumah. Hal ini tentunya menyebabkan siswa kurang mendapatkan pengawasan di rumah oleh orang tua maupun lingkungan sekitar.

“Sementara pengawasan sekolah pada siswa sangat terbatas, selama penerapan BDR di tengah pandemi Covid-19 ini,” pungkasnya. (adi)

Komentar Anda