Pakar Unram Dorong Penanganan Rabies di Sumbawa Lebih Cepat

Illustrasi

MATARAM – Kasus gigitan anjing gila atau Rabies kepada manusia di Sumbawa semakin meningkat belakangan ini. Bahkan, Sumbawa menyandang status Kejadian Luar Biasa (KLB) Rabies di tengah kesiapan menjadi tuan rumah event internasional, yakni MXGP Samota Sumbawa, pada 24-26 Juni 2022 mendatang. Penanganan Rabies di Sumbawa masih lamban. Hal tersebut disebabkan banyaknya anjing liar dan capaian vaksinasi masih rendah di bawah 40 persen.

Pengamat Peternakan dari Fakultas Peternakan (Faterna) Universitas Mataram (Unram) Prof H Yusuf Akhyar Sutaryono mengatakan semestinya pemerintah daerah gerak cepat melakukan pengendalian dan penanganan kasus rabies di Sumbawa di tengah kesiapan menjadi tuan rumah MXGP Samota pada akhir Juni mendatang. Selain itu, pemerintah daerah juga seharusnya melakukan tindakan yang cepat untuk mengilimasi potensi semakin banyaknya ajing liar yang positif Rabies dan bisa membahayakan banyak orang dan bisa –bisa menggangu event MXGP Samota tersebut.

“Sebaiknya pemerintah daerah cepat mengambil langkah strategis. Jangan sampai rabies ini menjadi masalah saat perhelatan MXGP Samota. Pemerintah daerah bisa melakukan pemusnahan terhadap seluruh anjing liar yang berpotensi terjangkit rabies.  Sementara vaksinasi itu bisa dilakukan untuk anjing yang dipelihara,” kata Prof Akhyar Sutaryono, kemarin.

Dikatakannya, hewan liar itu bukan divaksinasi, tapi dimusnahkan atau dibunuh. Melakukan vaksin untuk hewan liar tidak mungkin, karena hewan liar berkeliaran bebas, tetapi sebaiknya dimusnahkan. Kalau hewan peliharaan itu ada pemiliknya, bisa diminta untuk vaksinasi atau diobati dan biaya ditanggung pemilik.

Baca Juga :  Fitra Desak Pemprov NTB Batalkan Pembelian Randis

Menurut Akhyar, satu-satunya jalan untuk pemutusan rantai penyebaran kasus rabies pada hewan liar yang berpotensi dapat menyebarkan virus rabies memang harus dimusnahkan. Sementara penanganan rabies dengan cara vaksinasi hanya akan efektif bagi ternak peliharaan, seperti anjing, kucing dan kera, yang secara khusus sudah mendapat perhatian dari pemiliknya.

“Vaksin dan obat itu untuk hewan peliharaan. Kalau hewan liar yang berkeliaran memang tidak mungkin divaksin, tapi dieliminasi hewan liar yang berkeliaran di sekitar pemukiman warga,” tambahnya.

Diterangkan, sebenarnya wabah rabies bukan persoalan baru. Penyakit anjing gila ini sudah sering muncul di berbagai daerah, termasuk di Provinsi NTB. Meskipun biasanya hanya menyerang beberapa jenis hewan tertentu, namun jika manusia sudah terkena gigitan hewan tersebut, kemudian penanganannya lambat dan kurang maksimal dilakukan, maka sangat mematikan pada manusia yang sudah terjangkit virus rabies ini.

Rabies termasuk penyakit Zoonosis, yaitu penyakit yang menular dari hewan ke manusia. Kalau misalnya hewan liar yang terjangkit rabies  menggigit manusia, maka orang tersebut dapat terjangkit rabies. Bila tidak ditangani dengan segera, maka bisa mematikan. Kalaupun dari Pemerintah Provinsi sudah melakukan sejumlah vaksinasi pada anjing liar di Pulau Sumbawa, upaya tersebut dirasa kurang strategis jika ingin penetapan KLB Rabies dicabut.

“Sebab munculnya penyakit rabies ini saja sudah sangat sulit untuk memotong mata rantai penyebarannya,” katanya.

Baca Juga :  Diskop Daerah Diminta Aktif Dampingi Wirausaha Baru

Sementara itu, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan ( Disnakeswan) Provinsi NTB H Khaerul Akbar mengakui bahwa realisasi pencapaian vaksinasi anjing liar di Pulau Sumbawa belum memenuhi target. Pasalnya, dari target vaksinasi rabies sebesar 70 persen, capaian vaksinasi per bulan Mei 2023 masih kurang dari 40 persen.

“Kita targetkan NTB bebas rabies ini tahun 2030. Realisasi vaksinasi rabies masih rendah di bawah 40 persen dari target 70 persen total populasi,” sebut Khairul.

Guna mengejar target ini, Pemprov NTB gencar memberikan kesadaran bagi masyarakat yang memiliki hewan peliharaan untuk mendapat vaksinasi. Untuk mengendalikan populasi anjing liar yang terkena rabies, pihaknya melibatkan partisipasi aktif masyarakat melalui Kasira dari unsur aparat desa, bhabinkamtibmas, kepala desa hingga tokoh masyarakat.

“Jadi penanganan rabies ini bukan hanya tanggung jawab petugas melainkan tanggung jawab masyarakat,” ungkapnya.

Diakui Khaerul, capaian vaksinasi rabies yang masih kecil terkendala dengan jumlah populasi anjing liar yang semakin bertambah. Untuk anjing betina saja, masa melahirkan bisa dua kali dalam setahun dimana sekali melahirkan bisa lebih dari empat ekor anak anjing.

“Kita juga kerja sama dengan dokter hewan dan paramedis untuk vasektomi anjing jantan dan betina. Jadi walau bisa membuahi, tapi tidak bisa ber-reproduksi,” tambah Khaerul. (cr-rat)

Komentar Anda