
MATARAM — Badan Anggaran (Banggar) DPRD Provinsi NTB, berpendapat keberadaan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengelolaan Destinasi Wisata Unggulan Gili Trawangan, Meno dan Air (Tramena) di Kabupaten Lombok Utara, layak dibubarkan. Pasalnya, pihak pengelola aset daerah seluas 75 hektar ini dinilai tidak maksimal dalam penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Juru Bicara Banggar DPRD NTB, Bohari Muslim mengatakan dalam APBD murni 2023, Pemprov NTB menargetkan PAD dari kerja sama pengelolaan aset daerah di Gili Trawangan sebesar Rp300 miliar, namun hanya mampu terealisasi sebesar Rp3 miliar saja. Sehingga pihaknya memandang perlu dilakukan terobosan penataan dan pengelolaan aset milik daerah.
“Pada tahun lalu telah dilakukan upaya pembentukan instrumen UPTD Gili Tramena, dalam rangka upaya optimalisasi Gili Trimena. Namun jika keberadaan UPTD itu tidak efektif, maka Banggar berpendapat bahwa keberadaan UPTD itu dibubarkan saja,” kata Bohari.
Dikonfirmasi soal itu, Kepala UPTD Gili Tramena, Mawardi Khairi mengaku menyerahkan semua keputusan kepada pimpinan. “Mau dibubarkan kita terima, tidak dibubarkan juga kita terima. Karena kita kan melaksanakan saja,” ujar Mawardi, kepada Radar Lombok, Rabu (6/12).
Terlepas dari itu semua, persoalan pembubaran UPTD Gili Tramena ini sambung Mawardi, dapat dilihat dari berbagai perspektif. Jika dilihat dari target penerimaan PAD, diakui pihaknya memang belum bisa optimal. Namun jika dilihat dari proses yang ada, dapat dikatakan progres UPTD Gili Tramena sudah jauh lebih baik.
“Sebelum tertata, kita hanya dapat Rp 1 miliar saja. Tapi sekarang menjadi Rp 4 miliar. Demikian semakin banyak orang yang mau bekerjasama, setelah kita lakukan edukasi,” jelasnya.
Hanya saja sambung Mawardi, yang perlu diketahui masyarakat umum, pertama UPTD Gili Tramena ini baru dibentuk sekitar satu tahun terakhir. Bahkan kantor UPTD Gili Tramena pun belum dibangun, ditambah sumber daya manusia (SDM) yang ada disana juga masih terbatas. Sehingga wajar kalau UPTD Gili Tramena belum optimal dalam bekerja. “Memang belum optimal dalam bekerja, khususnya dalam optimalisasi PAD,” sebutnya.
Disisi lain, keberadaan UPTD ini diberi mandat untuk menjalankan dua tugas sekaligus, yakni penataan dan pengelolaan destinasi wisata, serta optimalisasi PAD yang ada di Tiga Gili. Kendati demikian, hingga November 2023 lalu, realisasi PAD NTB sudah mencapai Rp 4 miliar. Artinya, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, ada peningkatan PAD sebanyak Rp 3 miliar.
“Tahun lalu ada Rp 1 miliar, sekarang ada Rp 4 miliar. Kan ada kenaikan dalam jangka waktu satu tahun, walaupun memang masih jauh dari harapan,” ujarnya.
Adapun alasan kenapa penerimaan PAD NTB di Gili Tramena belum optimal, atau memenuhi target. Pertama, menurut Mawardi, karena adanya masalah sosial dan juga persoalan hukum di kawasan tersebut. Akibatnya aset daerah itu tidak serta merta bisa ditertibkan, mengingat sudah banyak fasilitas publik yang ada di daerah tersebut.
“Jadi kan tidak mungkin orang bayar disitu. Sudah berapa hektar dijadikan lapangan, sekolah, masjid, pasar, fasilitas kesehatan, dan lainnya,” beber Mawardi.
Belum lagi masyarakat setempat menganggap bahwa tanah yang mereka tempati merupakan peninggalan nenek moyang mereka, sehingga tidak sedikit yang sudah diambil alih. Karenanya perlu ada upaya penelusuran dari pihak UPTD Gili Tramena, perihal kepemilikan tanah di kawasan wisata di Lombok Utara itu. “Jadi butuh proses atas semua kondisi itu,” ujarnya.
Lebih lanjut Mawardi mengatakan saat ini jumlah masyarakat dan pengusaha yang memanfaatkan aset milik Pemprov NTB seluas 75 hektare di Gili Trawangan sebanyak 700 entitas. Saat ini yang baru terselesaikan sebanyak 200 entitas, yang bekerja sama dengan Pemprov NTB. Sedangkan sisanya sekitar 500 entitas belum mau bekerja sama dengan Pemprov NTB.
“Kita butuh verifikasi lagi, karena persoalannya bukan baru kemarin, tetapi sudah puluhan tahun yang lalu, kurang lebih tahun 1995. Sedangkan Pemprov baru memproses ini tahun 2022. Jadi kita pelan-pelan biar pihak asing dan pemerintah sama-sama tidak dirugikan,” ulasnya.
Daripada UPTD Gili Tramena dibubarkan, pihaknya berharap agar pengelolaan aset daerah dapat melibatkan lintas OPD di lingkup Pemprov. Itu agar proses penataan kawasan Gili Tramena dapat lebih optimal. Dengan begitu target PAD 2024 dari Gili Tramena juga dapat tercapai.
“Kalau tahun ini sepenuhnya diserahkan ke Tramena. Jadi hasilnya dari Rp 1 miliar, ngangkatnya hanya Rp 3 miliar. Mungkin butuh BPN dan unsur Forkopimda, karena ini bukan masalah tanah saja, tapi sosial juga,” jelasnya. (rat)