MATARAM — Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTB, Dwi Sudarsono mengatakan pihaknya banyak menemukan penjual atau penyedia tiket penyeberangan di Pelabuhan Lembar, Kabupaten Lombok Barat (Lobar), yang tidak mengantongi izin resmi dari otoritas ASDP Lembar untuk menetapkan tarif administrasi sebesar Rp 8 ribu, kepada penumpang.Padahal sesuai aturan, setiap penjual atau penyedia tiket penyeberangan yang berada di wilayah otoritas Pelabuhan Lembar, mestinya memiliki izin resmi dari ASDP. Misalnya dalam bentuk kerjasama, sewa-menyewa dan lainnya.
“Kalau dia menyediakan tiket di luar pelabuhan tidak masalah (biaya administrasi, red). Karena setiap penumpang bisa memilih untuk membeli tiket dimana saja. Tapi masalahnya penyedia tiket ini kantornya di pelabuhan. Namun tidak ada semacam izin khusus atau kerjasama maupun perjanjian sewa menyewa, maka itu kita katakan berpotensi untuk terjadi penyimpangan,” ungkap Dwi, kepada Radar Lombok, Senin (6/11).Praktik penyelewengan seperti ini kata Dwi, jelas merugikan pemerintah secara bisnis. Bisa dibayangkan ribuan penumpang yang membeli tiket penyeberangan setiap hari, jika dikalikan dengan biaya admin sebesar Rp 8 ribu per orang, maka sudah berapa ratus juta untung yang didapat penyedia tiket ini dalam sebulan.”Setelah kita beli tiket dari luar, lalu kita tunjukkan di dalam pelabuhan, kemudian menerbitkan lagi biaya tiket, baru yang nilainya Rp 75 ribu atau Rp 63 ribu per penumpang,” tambahnya.
Padahal kalau melalui mekanisme kerjasama atau sewa menyewa, maka pemerintah bisa mendapatkan keuntungan dari biaya administrasi itu melalui sistem bagi hasil. Yang pasti, pihak ASDP tidak pernah menyediakan layanan e-tiket penyeberangan yang dikelola sendiri, melainkan diberikan izin resmi kepada pihak ketiga atau swasta.”Makanya keuntungannya di koperasi sebagian diserahkan ke Pelabuhan, karena telah menyediakan tempat penyediaan tiket,” ujarnya.
Kemudian terhadap dugaan adanya pungutan liar (Pungli) yang terjadi pada layanan pembelian tiket penyeberangan Daring (online) di Pelabuhan Kayangan-Poto Tano. Ombusman, sambung Dwi, masih terus melakukan investigasi dan pendalaman terhadap persoalan e-tiket ini.”Kita lakukan pendalaman lagi, karena kemarin kami sudah investigasi. Jadi kami mau mengkonfirmasi kepada pihak ASDP untuk mempertanyakan soal e-tiket itu,” jelasnya.
Namun kemungkinan besar, persoalan ini sama dengan apa yang terjadi di Pelabuhan Lembar. Dan berpotensi merugikan negara sampai ratusan juta rupiah setiap bulannya. “Saya belum dalami siapa yang mengelola (layanan e-tiket Pelabuhan Kayangan, red), apakah koperasi atau ASDP,” ucapnya.Sebelumnya, Ombudsman RI Perwakilan NTB menemukan praktik penggelembungan tarif tiket penyeberangan saat memantau layanan mudik lebaran 2023 di Pelabuhan Kayangan, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 5 Mei lalu.
Tim Ombudsman menemukan penggelembungan tarif penumpang dewasa dengan tarif Rp18.800, dibulatkan menjadi Rp20.000. Tarif untuk kendaraan roda 4 golongan 4 atau mobil penumpang pribadi sebesar Rp563.000 dibulatkan menjadi Rp565.000.Dwi menambahkan, petugas tiket tidak menanyakan apakah anggota Tim Pemeriksaan Ombudsman NTB memiliki e-money sebagai alat pembayaran atau mengarahkan top up e-money di konter yang disediakan. Tim membayar dengan pecahan Rp50.000, dan diterima petugas tiket.
“Petugas tiket menyampaikan tarifnya Rp19.000, dan kembalian yang kami terima justru Rp30.000. Sementara bukti pembayaran yang Tim terima tertera Rp18.800, dengan selisih Rp1.200,” ujar Dwi. (rat)