Ombudsman Sorot Konflik Tambang Galian C di Lotim

Ditutup : Penutupan tambang galian C setelah warga melakukan perusakan dan pembakaran tambang beberapa waktu lalu. (Dok/Radar Lombok)

SELONG – Ombudsman NTB tengah memberikan perhatian serius terhadap permasalahan tambang galian C di Lombok Timur. Lembaga pengawas pelayanan publik ini mencurigai adanya potensi maladministrasi dalam pengelolaan tambang di wilayah tersebut, terutama terkait penarikan retribusi tambang oleh Pemkab Lombok Timur.

Ketua Ombudsman NTB, Dwi Sudarsono, mengungkapkan bahwa penarikan retribusi oleh Pemkab dilakukan tidak hanya pada tambang legal tetapi juga tambang ilegal. “Pemerintah tidak boleh menarik retribusi dari pertambangan yang tidak berizin. Itu ilegal,” tegas Dwi kemarin.

Dwi juga menyebut pihaknya membuka kemungkinan untuk melakukan pemeriksaan atas dugaan maladministrasi tersebut. Selain itu, Ombudsman mendorong masyarakat yang merasa dirugikan oleh aktivitas tambang untuk melaporkan hal tersebut agar dapat ditindaklanjuti. “Masyarakat bisa melapor langsung ke kami,” tambahnya.

Sebagaimana diketahui, masalah tambang galian C di Lombok Timur semakin memanas, terutama dengan dominasi tambang ilegal yang merusak lingkungan. Situasi ini memicu kemarahan masyarakat yang meluapkan frustrasinya melalui aksi perusakan alat tambang hingga pembakaran lokasi tambang beberapa waktu lalu.

Aksi tersebut terjadi ketika Pemprov NTB melakukan inspeksi mendadak (sidak) di tiga tambang galian C di Desa Korleko Selatan. Pemprov NTB menutup tiga tambang tersebut, yang terdiri dari dua tambang ilegal dan satu tambang berizin sementara. Penutupan dilakukan karena ketiganya tidak mematuhi prosedur operasional, seperti tidak adanya kolam pengolahan limbah sebelum limbah dibuang ke sungai. ” Kita segara akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk mencari solusi atas konflik tambang yang terus berlarut-larut ini” ungkapnya.

Selain menyoroti aspek legalitas tambang, Ombudsman juga menekankan pentingnya langkah tegas dari pemerintah untuk melindungi lingkungan dan masyarakat sekitar dari dampak buruk tambang.“Penyelesaian konflik ini membutuhkan kerja sama semua pihak, termasuk pemerintah daerah, masyarakat, dan pelaku tambang,” tutup Dwi.(lie)