OJK NTB Dorong BPR/BPRS Perluas Akses Keuangan Masyarakat

Kepala OJK NTB Rudi Sulistyo pose bersama pengurus Perbarindo NTB.

MATARAM – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi NTB berkomitmen untuk terus mendorong pengembangan dan penguatan industri jasa keuangan di NTB, termasuk Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) dalam rangka pendalaman pasar dan peningkatan layanan keuangan masyarakat.

“Kami ingin BPR/BPRS di NTB terus memperkuat dan mengembangkan dalam memberikan layanan keuangan kepada masyarakat,” kata Kepala OJK NTB Rudi Sulistyo, dihadapan seluruh pengurus Perhimpunan Bank Perekonomian Daerah (Perbarindo) NTB, beberapa waktu lalu.

Rudi menyampaikan bahwa Visi Pengembangan dan Penguatan Industri BPR dan BPRS 2024-2027, mendorong BPR/BPRS menjadi bank yang berintegritas, tangguh dan kontributif dalam memberikan akses keuangan kepada pelaku usaha mikro kecil (UMK) dan masyarakat di daerah.

Baca Juga :  Penyidikan Kasus Merger BPR, Kejati Sodorkan Nama Tersangka

“BPR/BPRS dapat berkembang melalui dukungan empat aspek, yaitu penguatan struktur dan daya saing, akselerasi digitalisasi sistem, penguatan peran di wilayah melalui pembiayaan UMK dan edukasi keuangan, serta penguatan pengaturan perizinan dan pengawasan,” kata Rudi.

Rudi memaparkan bahwa penguatan BPR/BPRS merupakan pengejawantahan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), yang juga memperkuat kewajiban pelaku industri keuangan untuk melindungi nasabah melalui mekanisme pengaduan yang jelas, informasi produk yang transparan, dan edukasi keuangan.

Baca Juga :  Tersangka Merger BPR Minta Pemprov NTB Bertanggung Jawab

Sementara itu, Ketua Perbarindo NTB H Usman menyampaikan apresiasi atas komitmen OJK dalam pengembangan dan penguatan BPR/BPRS di NTB.

“Sinergi bersama OJK akan memperkuat peran BPR dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat di NTB,” kata Usman.

Pada posisi Januari 2025, perbankan di NTB menunjukkan perkembangan positif. Tercermin dari pertumbuhan aset, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), dan penyaluran kredit masing-masing sebesar 12,00 persen (y-o-y), 9,24 persen (y-o-y), dan 10,42 persen (y-o-y). Adapun besaran masing-masing komponen sebesar Rp84,065 triliun, Rp49,497 triliun, dan Rp72,314 triliun. (luk)