Nyoman Yasanegara Dituntut 2 tahun Penjara

TUNTUTAN : Nyoman Yasanegara dituntut 2 tahun penjara dalam sidang dugaan korupsi penyelewengan SPAM KLU di Pengadilan Tipikor PN Mataram, Selasa kemarin (20/12) (Ali Ma’shum/Radar Lombok)

MATARAM—Nyoman Yasanegara terdakwa   kasus dugaan penyelewengan proyek pembangunan Sistem Perpipaan Air Minum (SPAM) di Kabupaten Lombok Utara dituntut 2 tahun  penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Tuntutan ini dibacakan dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Selasa kemarin (20/12). " Meminta majelis yang menyidangan perkara ini untuk menghukum terdakwa 2 tahun hukuman penjara,’’ ujar JPU Thailani saat membacakan tuntutannya dalam sidang yang dipimpin oleh Wari Juniarti di Pengadilan Tipikor, kemarin.

Terdakwa juga dituntut membayar denda sebesar Rp 100 juta subsider 6  bulan kurungan penjara. JPU menguraikan, perbuatan terdakwa selaku rekanan dan direktur PT Artha Envirotama  merugikan keuangan negara sebesar Rp 1.521.542.076,32.  Nilai kerugian Negara ini berdasarkan perhitungan dari tim ahli Universitas Mataram (Unram). Dari jumlah kerugian Negara tersebut, JPU menyebut dalam dakwaan sebelumnya bahwa  terdakwa telah merugikan Negara sebesar Rp 246.076.345. Nilai tersebut dengan rincian kurangnya pekerjaan fisik berdsarkan hasil perhitungan tim ahli dari Univesitas Mataram (Unram) yang terdiri dari beberapa pos atau item pengerjaan.

Adapun hal-hal yang memberatkan terdakwa antara lain perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. ‘’ Uang kerugian Negara juga sudah diterima oleh PT Artha Envirotama Jakarta,’’ ungkapnya.

Sedangkan hal yang meringankan terdakwa diantaranya tidak pernah dihukum. Kemudian terdakwa bersikap sopan selama dalam proses persidangan. Seluruh kerugian Negara sebesar Rp 1.521.542.076,32 telah dikembalikan dan disetorkan ke kas daerah. ‘’ Terdakwa juga mempunyai tanggungan satu orang istri dan tiga orang anak,’’ bebernya.

JPU juga membebaskan terdakwa dalam dakwaan primair  sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo pasal 64 KUHP. 

Namun, perbuatan terdakwa  dituntut bersalah dalam dakwaan subsider sebagaimana diatur dalam pasal 3 Juncto pasal 18 Undang-Undang RI No 31 tahun 1999 sebagaiamana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi Juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Majelis kemudian memutuskan untuk menggelar sidang berikutnya untuk mendengarkan nota pembelaan (pledoi) dari penasehat hukum terdakwa. ‘’ Sidang selanjutmya untuk membacakan pledoi dari terdakwa tanggal 4 Januari,’’ ujar ketua majelis Wari Juniarti.

Sementara itu penasehat hukum terdakwa Edy Rahman usai persidangan mengatakan ada beberapa poin dalam dakwaan JPU yang dianggapnya tidak sesuai. ‘’Nanti dari pledoi akan kita jawab semuanya. Kami siap untuk  membacakan pledoi dalam sidang berikutnya,’’ tandasnya.(gal)