Nyanyian Dokter Langkir Sulit Dibuktikan

Irfan Suriadinata (M Haeruddin/Radar Lombok)

PRAYA Nyanyian Dokter Muzakir Langkir pasca ditetapkan sebagai tersangka korupsi dana BLUD RSUD Praya tahun anggaran 2017-2020 cukup menyita perhatian publik. Di mana sebelumnya, Diretur RSUD Praya ini menyebut sejumlah nama sebagai penerima aliran uang korupsi senilai Rp 1,7 miliar sesuai hasil audit Inspektorat Lombok Tengah. Baik sejumlah nama beken pejabat eksekutif maupun yudikatif.

Namun, nyanyain Dokter Langkir dinilai naïf oleh Praktisi Hukum NTB, Dr Irfan Suriadinata MH. Menurutnya, nyanyian tersangka tidak ada persoalan selama nama-nama yang disebut bisa dibuktikan. Sebaliknya, jika tidak bisa dibuktikan maka bisa menjadi masalah baru bagi tersangka yang telah menyebut nama-nama tersebut. Di satu sisi, terkait dengan rencana menjadi justice collaborator yang akan diajukan tersangka tampaknya agak sulit. ‘’Kecuali kalau dia bukan pelaku utama dari tindak pidana tersebut. Tapi kalau dia pelaku utamanya, saya kira akan sulit untuk dikabulkan,” ungkap Irfan Suriadinata kepada Radar Lombok, Jumat (2/9).

Dalam hal ini, Irfan menyarankan, kalau tersangka punya bukti terkait nama-nama yang disebut, maka sebaiknya tersangka melakukan langkah hukum yang nyata. Seperti mengajukan laporan tindak pidana yang berkaitan dengan bukti-bukti yang dimiliki tersangka melalui kuasa hukumnya . “Jadi untuk menjadi justice collaborator harus bukan aktor utama dan tindak pidana itu harus masif dan terorginir sehingga menjadi suatu tindakan yang sistematis,” terangnya.

Baca Juga :  Savana Bale Tepak Ancam Kelestarian Bendungan

Jika Dokter Langkir merasa bukan pelaku utama dan tidak secara langsung melakukan tindakan atas ide atau tindakan langsung, maka tidak ada persoalan. Tapi dalam mengungkapkan data-data suatu tindak pidana harus didasarkan pada bukti-bukti yang jelas, tidak hanya sekadar menyebut. “Kalau ada orang yang kita nyatakan sebagai pihak yang menerima aliran dana dan lain sebagainya, maka yang memberi itu siapa. Kalau yang memberi itu adalah Pak Dokter (tersangka, red), maka dia menjadi pelaku utama. Kalau menjadi pelaku utama, tentu yang bersangkutan tidak memenuhi persyaratan menjadi justice collaborator,” terangnya.

Cuma saja, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Advokat Indonesia (DPD IKADIN) Provinsi NTB ini tidak memastikan, apakah Dokter Langkir sebagai pelaku utama atau tidak, karena menurutnya yang mengetahui pelaku utama atau tidaknya adalah  Dokter Langkir itu sendiri. “Tapi kalau saya lihat posisinya di lembaga (RSUD Praya), besar kemungkinan jadi pelaku utama. Karena yang bersangkutan posisinya direktur yang memegang kebijakan dan anggaran,” cetusnya.

Irfan juga mengaku, nyanyian tersangka bisa menjadi bumerang bagi dirinya sendiri, apalagi yang disebut adalah pihak kejaksaan, permasalahan ini tentunya akan menjadi blunder. Karena menurutnya jika orang yang disebut menerima sesuatu walaupun kemungkinan benar sudah menerima, maka besar kemungkinan tidak akan mengakui atau sulit untuk dibuktikan. “Karena dalam hukum siapa yang menyatakan, maka dia yang membuktikan. Kebiasaan juga orang yang menerima kalau dalam konteks hukum salah, maka itu pasti tidak akan pernah menerima dengan cara seperti penerimaan legal. Umpamanya menerima dengan kuitansi atau dengan ada saksi. Makanya saya rasa nyanyian tersangka ini akan sulit untuk dibuktikan,” terangnya.

Baca Juga :  Usulan Tambahan Formasi PPPK Ditolak, Ratusan Guru Honorer Gigit Jari

Kalaupun ada catatan-catatan dari tersangka baginya akan sulit menjadi bukti, karena bisa saja oknum yang dicatat ini tidak mengakui. Apalagi yang mencatat dan menandatangani adalah tersangka sendiri, maka baginya hal ini akan sulit untuk dibuktikan. “Makanya kalau saya mestinya fokus dulu ke persoalan hukum yang dihadapi. Walaupun kita merupakan orang yang bersemangat memberantas tindak pidana korupsi, kita apresiasi nyanyian itu, tapi secara hukum harus bisa buktikan. Apalagi saat ini kejaksaan juga mengaku sudah siap mengambil langkah hukum jika nyanyian tersangka ini tidak bisa dibuktikan,” terangnya.

Diketahui sebelumnya, Kejari Lombok Tengah menetapkan Direktur RSUD Praya, dr Muzakir Langkir bersama dua bawahannya yakni Adi Sasmita selaku PPK, dan Baiq Prayatining Diah Astianin selaku bendahara BLUD RSUD Praya sebagai tersangka. Dalam kasus ini ditemukan kerugian negara hingga Rp 1,7 miliar sesuai dari hasil audit Inspektorat Lombok Tengah. (met)

Komentar Anda