NW Pancor Tanggapi Ancaman NW Anjani

BERI KETERANGAN: Ketua PWNW NTB pimpinan TGB Majdi, TGH Mahalli Fikri didampingi Sekretarisnya menggelar jumpa pers di Gedung DPRD NTB, Kamis (4/2). (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK )

MATARAM – Kisruh organisasi terbesar di NTB, Nahdlatul Wathan (NW) semakin tanpa ujung. Berkali-kali wacana islah didengungkan, namun kembali berpolemik.

Kali ini, ancaman melaporkan Wakil Gubernur NTB Hj Sitti Rohmi Djalilah ke kepolisian oleh NW yang berpusat di Anjani, memantik gejolak baru. Pihak NW yang berpusat di Pancor tidak tinggal diam.

Pengurus Besar Nahdlatul Wathan (PBNW) yang berpusat di Anjani pimpinan TGB M Zainuddin Atsani, telah mengeluarkan pernyataan akan melaporkan Rohmi Djalilah. Namun, ancaman tersebut tidak ditanggapi oleh PBNW yang berpusat di Pancor pimpinan TGB M Zainul Majdi.

Pihak yang menanggapi PBNW Anjani, adalah Pengurus Wilayah Nahdlatul Wathan (PWNW) NTB yang berkiblat ke Pancor. “PBNW di bawah kepemimpinan Dr TGB HM Zainul Majdi juga telah tercatat di Dirjen AHU Kemenkumham nomor 0000810.AH.01.08 tahun 2019 tanggal 23 September 2019. Artinya, kita juga benar di mata hukum,” ucap Ketua PWNW NTB, TGH Mahalli Fikri saat menggelar jumpa pers, Kamis (4/2).

Dijelaskan, Kemenkumham melalui Dirjen AHU telah menerbitkan keputusan nomor AHU-6 AH.01.12.2020 tanggal 26 November 2020 yang diterima tanggal 28 Desember 2020 tentang pembatalan Keputusan Menkumham nomor 0000810.AH.01.08 tahun 2019 tentang persetujuan perubahan badan hukum perkumpulan NW. Keputusan Menkumham tersebut menurutnya cacat secara substantif normatif karena tidak ada kekoherensian antara konsideran dengan diktum. “Dalam amaran putusan pengadilan, tidak ada perintah untuk membatalkan pencatatan (pendaftaran) terhadap kepengurusan PBNW dibawah TGB HM Zainul Majdi,” ucapnya.

Berdasarkan ketentuan pasal 75 UU No.30 Tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan, disebutkan masyarakat yang dirugikan terhadap keputusan dan/atau tindakan dapat mengajukan upaya Administratif kepada pejabat pemerintahan atau atasan pejabat yang menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan upaya administratif.

Pihaknya telah mengajukan keberatan kepada Menkumham RI dengan surat Nomor: PBNW. XIII/DT.A.029/2020 tanggal 4 Januari 2021 yang diterima oleh Dirjen AHU pada tanggal 8 Januari 2021. Keberatan tersebut harus diselesaikan paling lama 10 hari kerja.

Dalam hal badan dan/atau pejabat pemerintahan tidak menyelesaikan keberatan dalam jangka waku yang sudah ditentukan, keberatan dianggap dikabulkan. Keberatan yang dianggap dikabulkan, ditindaklanjuti dengan penetapan Keputusan sesuai dengan permohonan keberatan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan.

Badan dan/atau pejabat pemerintahan wajib menetapkan keputusan sesuai dengan permohonan paling lama lima hari kerja setelah berahirnya tenggang waktu. “Sampai saat ini Menkumham tidak mengeluarkan respons ataupun jawaban atas keberatan yang diajukan oleh PBNW tanggal 8 Januari 2021. Berdasarkan hukum, surat keberatan PBNW dianggap dikabulkan. Dengan demikian maka demi hukum, Keputusan Menkumham Nomor: AHU-6 AH. 01.12.2020 tanggal 26 Nopember 2020 tentang Pembatalan Keputusan Menkumham Nomor: 0000810.AH.01.08 Tahun 2019 tentang Persetujuan Perubahan Badan Hukum Perkumpulan Nahdlatul Wathan, telah batal,” tegasnya.

Terkait penggunaan lambang NW, Hj Sitti Rauhun Zainuddin Abdul Madjid selaku salah seorang ahli waris Maulanasyeikh pendiri NW atau yang memiliki hak atas penggunaan Lambang NW, mengizinkan kepada siapapun untuk menggunakan lambang itu sepanjang digunakan sesuai dengan visi misi NW. Yaitu untuk kepentingan pendidikan, sosial dan dakwah.

Oleh karena itu, tidak boleh ada pihak manapun yang mengklaim memiliki hak atas penggunaan lambang NW. Mengingat, hak penggunaan dan perlindungan lambang NW masih melekat pada pemiliknya dan/atau semua ahli waris sampai 70 tahun setelah wafat penciptanya.

Selanjutnya berdasarkan UU Hak Cipta, ahli waris Maulana Syeikh adalah Hj Sitti Rauhun dan Hj Sitti Raehanun. Kedua belah pihak memiliki hak untuk menggunakan logo NW. Mencermati bukti pendaftaran merek yang dilakukan oleh PBNW pimpinan TGB Atsani, hal penting yang harus ditegaskan adalah hakikat kepemilikan. “Gambar, logo dan nama NW ini, sesungguhnya merupakan produk hak cipta yang melekat pada diri pencipta, yaitu Maulanasyeikh dan ahli warisnya,” kata Mahalli.

Menurut Mahalli, klaim sepihak atas penggunaan logo, lambang, dan nama  yang merupakan karya cipta dari Maulana Syeikh adalah perbuatan melawan hukum. “Karena telah menghilangkan hak yang melekat pada Hj Sitti Rauhun sebagai keturunan Maulana Syeikh,” ucapnya.

Kepada seluruh jamaah Nahdlatul Wathan, madrasah/sekolah, lembaga-lembaga sosial serta kepengurusan organisasi Nahdlatul Wathan, Mahalli mengimbau untuk terus menggunakan lambang NW demi melestarikan amal jariah Maulana Syeikh. “Mari kita semua taat hukum. Jangan lagi diantara kita ingin melakukan penegakan hukum namun terjadi pembodohan kepada masyarakat, apalagi ada diantara kita melakukan klaim pembenaran sepihak,” sindirnya.

Pada dasarnya, kata Mahalli, upaya islah sudah sering dilakukan. Bahkan TGB Majdi sudah berupaya untuk bersatu dengan meminta TGB Atsani menjadi ketua Umum dan TGB Majdi bisa menjadi wakil ketua umum. Namun, hingga saat ini belum menemukan kesepakatan.

Mahalli juga mengingatkan kepada NW yang berpusat di Anjani, untuk tidak perlu melanjutkan rencana melaporkan Wagub NTB ke kepolisian. “Tolong pertimbangankan lagi rencana melapor itu, karena sudah menimbulkan keresahan. Kalau tidak kuat dasar hukum melapor, lebih baik tidak usah,” tandasnya.

Sementara itu, pernyataan Mahalli Fikri ditanggapi sinis oleh Zainul Fahmi selaku Ketua Pemuda PWNW NTB pimpinan TGB Atsani. Menurutnya, Mahalli tidak sama sekali tidak memberikan bukti keabsahan NW pimpinan TGB Majdi.

Sebelumnya, Mahalli berjanji akan memaparkan bukti-bukti bahwa NW yang dipimpin TGB Majdi memiliki legalitas. “Janji suci Mahalli akan membuka dan membeberkan bukti keabsahan NW abal-abal kepada publik ternyata hanya janji palsu (PHP),” ujarnya.

Berbagai pernyataan Mahalli, menurut Zainul Fahmi hanya analisa pribadinya semata. “Mahalli hanya memberi tanggapan atas peraturan dan SK Menteri berdasarkan analisanya sendiri, berdasarkan pendapatnya sendiri, berdasarkan interpretasinya sendiri. Bukan bukti seperti yang dimaksud, bukti berupa SK atau Putusan Lembaga Peradilan yang menyatakan keadaan hukum suatu organisasi,” sentilnya. (zwr)

Komentar Anda