NTB Tercatat 3.848 Kasus DBD, Tujuh Meninggal

FOOGING: Tindakan pengasapan (fogging) di Kota Mataram, untuk membunuh nyamuk-nyamuk dewasa, khususnya yang membawa penyakit DBD. (DOK/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemprov NTB) menyatakan kewaspadaan terhadap potensi Kejadian Luar Biasa (KLB) Demam Berdarah Dengue (DBD), menyusul lonjakan kasus yang terjadi di NTB.

Hingga November 2024, tercatat sebanyak 3.848 kasus DBD, dengan wilayah terdampak tertinggi adalah Lombok Barat sebanyak 913 kasus, Lombok Utara 583 kasus, Sumbawa Barat 544 kasus, dan Kota Mataram tercatat 530 kasus.

Kepala Dinas Kesehatan NTB, Lalu Hamzi Fikri, mengungkapkan bahwa sepanjang tahun 2024, ada tujuh (7) orang meninggal akibat DBD, masing-masing tiga (3) di Kota Mataram, dua (2) di Lombok Barat, dan masing-masing satu (1) di Sumbawa Barat, serta Kota Bima.

“Data ini menjadi alarm bagi kita semua untuk meningkatkan kewaspadaan, terutama dengan pola cuaca musim hujan yang memperbesar risiko penyebaran DBD,” ungkap dr Lalu Hamzi Fikri di Mataram, kemarin.

Terhadap kondisi ini Pemprov NTB telah mengambil sejumlah langkah antisipatif. Diantaranya melalui surat edaran kepada seluruh kabupaten/kota terkait potensi KLB DBD dan imbauan pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Di tingkat puskesmas, larvasidasi dilakukan di rumah-rumah dan lingkungan sekitar, disertai edukasi melalui posyandu, pertemuan desa, dan kegiatan sekolah.

Baca Juga :  Nurhasanah Didakwa Tiga Dakwaan

“Larvasidasi menjadi fokus utama untuk memutus siklus perkembangan nyamuk Aedes aegypti, termasuk upaya deteksi dini di seluruh fasilitas kesehatan menggunakan RDT NS1 yang telah didistribusikan,” jelas dr Hamzi.

Selain itu, Dinas Kesehatan bersama jajaran Puskesmas juga memperketat surveilans hingga mencapai angka bebas jentik (ABJ) 100 persen selama tiga minggu berturut-turut di daerah dengan kasus aktif. “Upaya ini dikombinasikan dengan penerapan PSN 3M Plus yang melibatkan masyarakat secara aktif,” tambahnya.

Hamzi juga menegaskan pentingnya respons cepat melalui Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR). “Tim epidemiologi bergerak dalam waktu kurang dari 24 jam untuk menindaklanjuti setiap laporan kasus. Sistem pelaporan terus diperbarui untuk memonitor potensi KLB,” katanya.

Dinkes NTB turut menggencarkan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J), survei vektor bulanan sesuai Permenkes No. 2 Tahun 2023, serta koordinasi lintas sektor dengan pemerintah daerah, Dinas Pendidikan, TNI/Polri, dan LSM untuk pelaksanaan dan evaluasi PSN.

Baca Juga :  Gelaran MotoGP 2021 Menarik Minat Investor Baru

Hamzi mengimbau masyarakat untuk mengenali gejala awal DBD, seperti demam tinggi 2–7 hari, nyeri sendi, sakit kepala berat, mual, dan muntah. “Apabila gejala tersebut muncul, segera bawa pasien ke fasilitas kesehatan terdekat. Pencegahan utama adalah menjaga kebersihan lingkungan dan menerapkan 3M Plus,” ujarnya.

Konsep 3M Plus mencakup menguras dan menyikat bak penampungan air, menutup tempat penampungan air, dan mendaur ulang barang bekas. Plus-nya meliputi penggunaan obat nyamuk, pemasangan kawat antinyamuk, serta gotong royong membersihkan lingkungan.

Melalui pendekatan promotif dan preventif, Dinas Kesehatan NTB berharap mampu mengendalikan penyebaran DBD dan mengurangi risiko terjadinya KLB. “Mari bersama-sama menjaga kesehatan keluarga dan lingkungan agar terhindar dari ancaman DBD,” tutup dr Hamzi. (rat)