NTB Klaim Kematian Sapi Dibawah 10 Persen

ILUSTRASI KEMATIAN SAPI

MATARAM–Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengklaim selama tahun 2016 berhasil menekan angka kematian anak sapi “pedet” di Provinsi NTB. Bahkan penurunan angka kematian pedet di NTB sudah dibawah 10 persen dari jumlah total angka kelahiran.

Kepala Bidang Budidaya Peternakan, Disnakeswan Provinsi NTB, Iskandar Zulkarnain mengatakan, angka kematian pedet(anak sapi) berusia 0-1 tahun terus menurun seiring dengan kebijakan dan penanganan secara intensip dilaksanakan Disnakeswan Provinsi NTB melalui pemberian obat cacing dan penanganan dari sisi medis lainnya.

“Selama tahun 2016, penanganan antisipasi kematian pedet melalui pemberian obat cacing dan juga vitamin. Kematian bisa turun jauh di bawah 10 persen,” kata Iskandar, Senin (2/01).

Iskandar mengakui beberapa tahun sebelumnya angka kematian anak sapi ‘pedet” usia 0-1 tahun di Provinsi NTB cukup tinggi. Khususnya di Pulau Sumbawa kematian pedet diatas 20 persen, sementara di Pulau Lombok lebih rendah dibawah 15 persen. Hal tersebut terjadi, karena pola peternakan sapi yang berbeda di kedua Pulau tersebut. Dimana untuk Pulau Sumbawa, para peternak melepas secara bebas ternak sapi mereka, tanpa disiapkan kandang. Akibatnya penyakit lebih mudah menyerang peternakan sapi di Sumbawa.

Baca Juga :  Curi Sapi, Dua Anak Ingusan Diringkus Polisi

Berbeda dengan peternakan sapi di Pulau Lombok yang hampir seluruh peternak membuatkan kandang sapi mereka. Dengan demikian, serangan penyakit menular dapat dihindari, Selain itu ketika ada penyakit yang di derita ternak sapi, langsung bisa diatasi, sehingga tidak menyebar ke ternak sapi lainya.

“Setiap tahunnya kematian sapi terus menurun. Hal tersebut terbukti dengan populasi sapi sudah tembus diangka 1,1 juta lebih di akhir tahun 2016 ini,” sebut Iskandar.

Sementara itu, populasi sapi di NTB akhir tahun 2016 diperkirakan sudah mencapai 1,1 juta ekor. Dari angka 1,1 juta ekor populasi sapi di NTB tersebut diantaranya sekitar 65 persen merupakan sapi betina dan sekitar 35 persen adalah sapi jantan.

Sebelumnya, Ketua Dewan Riset Daerah Provinsi NTB, Prof. Dr. H. Akhyar Sutaryono menyebut tingkat kematian anak sapi (pedet) di NTB masih sangat tinggi, diatas angka 20 persen. Tingginya kematian pedet disebabkan kurangnya perhatian pemerintah daerah terhadap perawatan sapi. “Angka kematian anak sapi yang baru lahir di NTB itu sangat tinggi. Ini karena perhatian pemerintah daerah masih kurang,” kata Akhyar Sutaryono.

Mantan Ketua Lembaga Penelitian (Lemlit) Unram ini bahkan menyebut jika angka kematian anak sapi di Pulau Sumbawa lebih tinggi dibandingkan di Pulau Lombok. Jika di Pulau Sumbawa kematian anak sapi (pedet) bisa mencapai diatas 20 persen, maka di Pulau Lombok masih dikisaran angka 15 persen.

Baca Juga :  BI Kembangkan Klaster Ternak Sapi di Sumbawa

Tingginya kematian anak sapi yang dilahirkan oleh indukannya di Pulau Sumbawa, disebabkan sistem peternakan yang kurang diperhatikan oleh peternak. Tidak adanya sistem kandang, dan hanya dilepas begitu saja di padang, juga menjadi salah satu sebab tingkat kematian pedet di Pulau Sumbawa cukup tinggi. Termasuk perawatan terhadap terhadap sapi juga kurang oleh peternak, utamanya pola makan yang tidak teratur, serta pemberian obat-obatan ketika sapi sedang sakit.

Hal berbeda dilakukan oleh peternak di Pulau Lombok. Dengan sistem kandang, menjadikan angka kematian pedet lebih rendah. Selain itu, pola makan untuk sapi juga lebih terpantau, begitu juga kesehatan sapi lebih diperhatikan.

“Pemerintah daerah perlu memberikan perhatian terhadap masih tingginya angka kematian anak sapi ini. Jangan hanya klaim populasi sapi tinggi, tapi disatu sisi angka kematian juga sangat tinggi,” tutup mantan Dekan Fakultas Peternakan Unram ini. (luk)

Komentar Anda