NTB Jadi Rujukan Penerapan Pertanian Konservasi

PERTANIAN KONSERVASI: Lahan uji coba penanaman penerapan Pertanian Konservasi di Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lotim, menjadi rujukan Kementan RI dan FAO untuk diterapkan di Indonesia (LUKMAN HAKIM/RADAR LOMBOK)

MATARAM—Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Balitbang Provinsi NTB berhasil melakukan uji coba pertanian konservasi di sejumlah titik di NTB. Pertanian konservasi kerjasama antara BPTP Balitbang Kementan dan Food and Agricultutre Organization of the United Nations (FAO) tersebut dilaksanakan di dua provinsi, yakni NTB dan NTT.

“Alhamdulillah, konsep pertanian konservasi di NTB berhasil dan akan diterapkan di sejumlah daerah di Indonesia,” kata Kepala BPTP Balitbang NTB, Dr. M. Saleh Moekhtar, Kamis kemarin (6/4).

[postingan number=3 tag=”ekonomi”]

Dikatakan, program uji coba konsep pendekatan pertanian konservasi dimulai pada tahun 2014, yang dilakukan di 3 kabupaten yang tersebar di 5 kecamatan di wilayah Provinsi NTB.  Pendekatan pertanian konservasi di 5 kecamatan tersebar di 3 kabupaten tersebut untuk menanam jagung.

Pertanian konservasi dilaksanakan di 3 kabupaten, 5 kecamatan dengan jumlah penerima manfaat sebanyak 55 kelompok tani (Poktan) dengan jumlah anggota sebanyak 1.239 orang. Setiap kelompok tani mengadopsi pertanian konservasi (PK) melalui pendekatan Sekolah Lapang Pertanian Konservasi (SLPK).

Baca Juga :  30 Persen Penelitian Dosen Unram di Sektor Pertanian dan Pangan

“Penerapan pertanian konservasi ini lebih kepada untuk menjaga lahan tetap subur dan tidak menyebabkan longsor, utamanya di  kawasan lahan memiliki kemiringan,” kata Saleh.

Pendekatan pertanian konservasi yang tersebar di tiga kabupaten yakni Lotim di Kecamatan Jerowaru, dan Pringgabaya, kemudian di Kabupaten Loteng di Kecamatan Pujut, serta di Kabupaten Lobar di Kecamatan Lembar dan Gerung, dengan luas lahan mencapai 184.76 hektar, dengan jumlah petani penggarap sebanyak 1.238 orang.

Menurut Saleh, dengan pendekatan teknlogi pertanian konservasi, selain menjaga lahan tetap kuat dan tidak terjadi longsor, juga memberikan nilai tambah bagi petani. Seperti dengan meningkatkan produktivitas hasil panen jagung. Jika sebelum menggunakan pendekatan teknologi pertanian konservasi, produksi jagung mereka hanya berkisar sampai 4 ton/hektar, namun setelah menerapkan pendekatan pertanian konservasi meningkat menjadi 5 ton hingga 6 ton/hektar.

Baca Juga :  BI Provinsi NTB Perkuat Pengembangan Peternakan dan Pertanian Terintegrasi

Selain produktivitas meningkat, lahan tanaman juga menjadi lebih kuat, tidak mudah terjadi longsor. Karena pendekatan dalam pertanian konservasi adalah sistem tanam tidak mencabut pohon jagung, melainkan tetap dibiarkan tertanam, hanya dipotong. Kemudian penanam diberikan jarak. Sehingga tanahnya tidak gembur, melainkan semakin kuat, dan tidak menyebabkan longsor kalau terjadi hujan lebat.

“Keberhasilan pendekatan pertanian konservasi ini sudah dilihat langsung oleh FAO dan Komisi IV DPR RI beberapa hari lalu, dan mereka sangat bangga. Bahkan keberhasilan di NTB ini akan diterapkan di seluruh Indonesia,” pungkasnya. (luk)

Komentar Anda