NTB Hilangkan Stigma Daerah Radikalisme

MONITORING: Acara monitoring pelibatan masyarakat dalam pencegahan teroris melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) NTB, menghadirkan pembicara Kasubdit Pemberdayaan Masyarakat BNPT, Dr Hj Andi Intang Dulung MHI (kiri), Kepala Kesbangpol NTB, Drs HL Syafi’i MM  (tengah) dan Dr Muhaimin, Sekretaris FKPT NTB (kanan). (Tony/Radar Lombok)

MATARAM—Pemerintah Provinsi NTB terus berusaha menghilangkan stigma bahwa provinsi ini masuk daerah rawan radikalisme. Salah satu langkah yang telah dilakukan adalah bekerjasama dengan aparat keamanan dan stake holder melakukan pencegahan radikalisme dan terorisme secara masif. “Kita perlu melaksanakan kegiatan pencegahan radikalisme dan terorisme dengan melibatkan berbagai unsure masyarakat dan pemangku kepentingan,’’ kata Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik  (Kesbangpol) NTB, Drs. HL Syafi’i MM dalam acara monitoring pelibatan masyarakat dalam pencegahan terorisme melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) NTB, di Mataram, Sabtu (24/8/2019).

Menurut Syafi’i, secara umum NTB relatif kondusif dan aman. Kendati demikian idiologi radikalisme dan terorisme masih menjadi ancaman terhadap situasi di NTB yang ditandai dengan penyebaran radikalisme dan terorisme. Sejumlah organisasi ditengarai terpapar radikalisme membawa pengaruh di Pulau Lombok dan Sumbawa. “Gerakan anti-Pancasila di NTB juga perlu diantisipasi. Meskipun organisasi anti-Pancasila di wilayah NTB  saat ini telah dibubarkan berdasarkan UU Ormas, namun ditengarai kelompok ini terus berkembang,’’ kata Syafi’i yang juga Ketua FKPT NTB ini.

Ia mengungkapkan, hasil pantuan aparat keamanan menunjukkan langkah pencegahan radikalisme yang dilakukan pada kelompok radikal dan anti-Pancasila hasilnya turun cukup signifikan, jumlah anggota mereka mulai berkurang. Bahkan ada di antara mereka yang mulai sadar untuk mengibarkan bendera Merah Putih pada acara HUT kemerdekaan RI.

Lebih lanjut Syafi’i mengungkapkan, NTB masuk program penanggulangan terorisme melalui aksi sinerginitas antar-kementerian/lembaga tahun 2019. Untuk NTB ada tiga daerah yang menjadi target yaitu Kabupaten Bima, Kota Bima dan Kabupaten Dompu. Dalam program ini tugas Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Kementerian hanya menanggulangi terorisme dengan strategi pengamanan, yaitu kontraradikalisme, deradikalisasi dan intelijen.

Ia berharap program sinerginitas BNPT dan kelembagaan yang dilaksanakan di Bima nantinya tidak hanya pada pendekatan kesejahteraan saja, namun yang perlu dilakukan juga adalah pendekatan idiologi. Dengan demikian diharapkan ada keserasian dan program itu bisa berhasil.

Pada kesempatan itu Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN) NTB, Tarwo Kusnarno menjelaskan, jumlah anggota kelompok  yang terlibat garis keras pada tahun 2019 dibandingkan dengan tahun 2018 menurun secara kuantitatif. Tapi secara kualitatif masih ada yang belum tersentuh untuk mengurangi radikalisasi.

Diungkapkan Tarwo, kelompok radikal di Sumbawa Barat dalam perkembangannya tidak memakai strategi kekerasan, tapi mereka melakukan doktrinisasi keimanan, kemudian khilafah. Jika kedua strategi itu berhasil maka akan dilakukan strategi hijrah, yakni dikumpulkan pada suatu tempat tertentu. “Karena doktrin khilafah bertentangan dengan idiologi Pancasila, maka perlu diwaspadai dengan melakukan pencegahan agar tidak berkembang paham radikal dan terorisme di tengah masyarakat,’’ tandasnya.

Menurutnya, sekarang ada kecenderungan radikalisme dan terorisme kelompok garis keras berkembang dari Bima ke daerah Dompu. Selain itu juga perlu diwaspadai kelompok garis keras di  LombokTimur yang membuat gerakan mendiskreditkan pemerintah.

Sementara itu Ketua MUI NTB, Prof Syaiful Muslim berharap agar kegiatan pencegahan radikalisme dan terorisme yang telah dilakukan FKPT NTB tidak hanya dilakukan di Pulau Lombok saja, namun juga ke Pulau Sumbawa.

Ia berharap program pencegahan radikalisme terorisme tidak hanya dilakukan di dalam gedung, tapi juga turun ke lokasi daerah terpapar radikalisme. “Kita berharap FKPT turun ke masjid-masjid dan pondok pesentren mereka,’’ pintanya.

Hal senada dikemukakan Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) NTB, H Syahdan Ilyas. Ia meminta FKPT NTB banyak melakukan sosialisasi pencegahan terorisme dan radikalisme melalui media massa ataupun melalui media sosial.

Ia mengingatkan bahwa radikalisme yang muncul di NTB ini bukan karena soal konflik agama, namun gerakan radikalisme muncul karena persoalan lain seperti persoalan sosial, ekonomi, politik dan budaya. “Untuk menyelesaikan persoalan itu maka perlu ada pendekatan dengan bahasa agama,’’ tandasnya.

Kasubdit Pemberdayaan Masyarakat BNPT, Dr Hj Andi Intang Dulung MHI, mengakui bahwa kegiatan pencegahan radikalisme dan terorisme yang dilakukan FKPT NTB sangat terbatas, baik tempat pelaksanaannya maupun peserta yang ikut kegiatan. Untuk itu tahun depan kegiatan FKPT bisa ditingkatkan. “FKPT juga telah melaksanakan penelitian untuk meredam radikalisme dengan pedekatan kearifan lokal,’’ sebutnya.

Demikian juga kegiatan sinkronisasi BNPT dan Kementerian yang telah dilakukan di Bima dengan menggunakan dana yang cukup besar itu, diharap tidak hanya untuk peningkatan ekonomi bagi anggota yang terpapar radikalisme namun juga mengubah paham radikal mereka.  “Jangan sampai program peningkatan ekonomi berhasil, tapi paham radikalismenya terus berkembang,’’ ucapnya. (tn)

Komentar Anda