MASYARAKAT netizen Indonesia akhir-akhir ini sering menonton dan membincangkan aksi-aksi Gubernur Jawa Barat yang heroik, unik, nyentrik dan berani keluar dari tradisi-tradisi seremonial dalam mengambil kebijakan publik. Aksi-aksi Gubernur Dedi Mulyadi memang menuai pro-kontra dari para netizen, banyak yang memuji dan ada juga yang menganggap sebagai gimmick semata. Terlepas dari pro-kontra yang ada, bahasa maupun aksi seorang gubernur akan melahirkan impact yang besar kepada masyarakat karena didalam tubuhnya melekat jabatan, perkataan dan perbuatannya melahirkan kebijakan.
Aksi yang dilakukan gubernur Dedi sebenarnya adalah hal yang biasa dan sangat sederhana, datang dan berkunjung langsung ke tengah-tengah masyarakat, melihat langsung kondisi yang ada dan mencarikan solusi masalah dengan cepat. Kegiatan semacam ini dalam tradisi masyarakat suku Sasak sering disebut Ngayo. Ngayo dalam konteks ini berarti memperbanyak kegiatan kunjungan langsung ke lapangan dengan meminimalisir kegiatan rapat-rapat atau seremonial di dalam kantor.
Apa yang dilakukan Dedi Mulyadi juga menjadi jurus ampuh mantan presiden Joko Widodo yang dikenal dengan sebutan Blusukan. Berkat gaya Blusukan yang menonjolkan kesederhanaannya Jokowi mampu terpilih kembali untuk periode kedua. Akan tetapi gaya Blusukan ala Jokowi tidak se viral KDM (Gubernur Jawa Barat) hari ini hingga digadang-gadang oleh para netizen sebagai The Next RI 1 2029.
Dalam ceritra Sunda juga dikenal Prabu Siliwangi yang kerap berkunjung ke tengah-tengah masyarakat dengan melakukan penyamaran. Hal itu dilakukan secara langsung tanpa perantara, bahkan tanpa pengawalan dari para punggawa guna melihat langsung kondisi dan membantu rakyatnya yang sedang susah. Apa yang dilakukan Prabu Siliwangi semacam ini juga bermakna Ngayo dalam tradisi suku Sasak. Dalam Islam juga dikenal Nabi Muhammad. Tidak hanya sebagai seorang rosul, melainkan juga seorang kepala negara dan pemerintahan. Dalam kisah Muhammad sebagai seorang kepala negara di Madinah hanya mempunyai sebuah rumah yang sangat sederhana. Karena setiap hari beliau sebagai pemimpin melakukan Ngayo untuk membagikan harta kekayaannya kepada masyarakat miskin.
Dengan demikian, tradisi pemimpin Ngayo ini dilakukan oleh para pemimpin besar guna mewujudkan pelayanan publik yang optimal, tepat guna, tepat sasaran sebab tidak semua hal bisa diselesaikan didepan laptop dan ruang kantor.
Lalu, bagaimana dengan Lalu Muhammad Iqbal sebagai Gubernur NTB?
Menuju 100 Hari Gubernur dan Wakil Gubernur NTB
Pasca resmi dilantik menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur NTB pada 20 Februari 2025 oleh Presiden Prabowo Subianto, Gubernur Lalu Muhammad Iqbal sempat viral dengan langkah-langkahnya mengunjungi para Menteri Kabinet Merah Putih di Jakarta. Bahkan kunjungan ke para menteri ini beliau sudah lakukan sebelum pelantikan sebagai gubernur dilaksanakan. Publik tentu menaruh harapan besar kepadanya. Sebab, selain sebagai kader partai politik pemenang Pilpres, beliau diyakini mempunyai jaringan luas kepada tokoh-tokoh elit di Jakarta sehingga mampu membawakan program-program pusat ke daerah. Tidak dipungkiri dalam 100 hari kepemimpinan LMI dan Umi Dinda memimpin NTB, publik menilai masih fokus pada urusan-urusan internal bagaimana menyiapkan merit sistem dalam birokrasi sehingga pelayanan publik belum begitu terasa. Persoalan pengentasan kemiskinan, pengangguran dan penciptaan lapangan kerja belum begitu terasa ditengah-tengah masyarakat. Yang tampil di media masih seputar kegiatan-kegiatan seremonial yang sifatnya kegiatan pihak swasta atau pemerintah pusat. Tentu 100 hari adalah waktu yang sangat singkat untuk mengukur kinerja kepemimpinan kepala daerah yang dipilih dalam ajang lima tahunan. 100 hari dari 1825 hari masa kepemimpinan bukanlah hal yang ideal. Tetapi publik menanti terobosan-terobosan para pemimpinnya. Dalam hal penantian ini, langkah yang perlu disiapkan adalah memperbanyak kunjungan atau mengintenskan tradisi Ngayo seperti yang dilakukan para tokoh diatas.
 Kegiatan Ngayo ini selain untuk melihat, menyapa, menanya juga secara akurat dapat menyerap aspirasi dari sumber utamanya yakni rakyat. Ngayo juga dapat berguna untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang apa saja hal yang sudah dikerjakan selama 100 hari pasca pelantikan. Kegelisahan yang dirasakan masyarakat hari ini adalah akibat dari minimnya informasi publik yang disuguhkan atau memang belum adanya program-program yang langsung berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu, upaya-upaya menguatkan merit sistem ini juga harus diselaraskan dengan pelayanan publik yang lebih optimal.
Mewujudkan tagline visi Bangkit Bersama NTB Makmur-Mendunia melalui 10 program unggulan dalam 100 hari kerja bukanlah hal yang proper. Tapi tentu bukan itu yang masyarakat nantikan, melainkan suguhan informasi-informasi membanggakan bagaimana siasat-langkah pengejewantahannya. Kondisi hari ini seolah akses informasi terputus antara komunikator ke komunikan atas program yang sudah dijalankan atau akan dijalankan. Keadaan ini melahirkan feedback kesan yang buruk bagi komunikan atas kinerja komunikator. Oleh sebab itu, Keterbatasan peran channel/media dalam layanan publik ini dapat disiasati melalui kegiatan Gubernur Ngayo.
Saatnya Gubernur NTB Ngayo, Wujudkan Layanan Publik yang Optimal
Seperti digambarkan dalam kisah para tokoh pemimpin diatas, dalam tradisi masyarakat Sasak terdapat suatu pendekatan yang bisa diimplementasikan para pemimpin untuk mewujudkan merit sistem dan pelayanan publik yang baik yakni tradisi Ngayo. Ngayo merupakan tindakan berkunjung ke suatu tempat guna berinteraksi melihat, menyapa, menanya, memberikan sesuatu yang bermanfaat secara langsung kepada orang lain. Sejatinya kegiatan Ngayo tidak untuk diwakilkan, sebab berhubungan dengan pribadi dengan pribadi atau pribadi dengan masyarakat. Ngayo juga tidak semata kegiatan silaturrahim dalam tradisi agama berupa mengunjungi atau dikunjungi. Ngayo merupakan perbuatan atau tindakan aktif bukan pasif, sehingga tidak bisa diwakilkan.
Dengan demikian, Gubernur NTB Ngayo harus dilakukan langsung oleh gubernur dengan berkunjung ke masyarakat grass root untuk melihat, menyapa, menanya dan menjaring aspirasi sesuai kebutuhan. Meskipun merit sistem telah coba diterapkan dengan melakukan mutasi jabatan para kepala dinas lingkup Provinsi NTB, tapi Ngayo perlu menjadi jurus andalan jika Gubernur NTB Lalu M. Iqbal Bersama Wakil ingin terpilih kembali dalam ajang kontestasi lima tahunan ini. Ngayo tidak dapat diwakilkan baik oleh tim sukses, staf ahli, keluarga bahkan kepala dinas sekalipun. Sebab, dalam dalam ajang demokrasi langsung ini rakyat memilih pemimpinnya masing-masing secara langsung.
Kecemasan akan minimnya Informasi program atau aksi yang diterima publik hari ini akan terobati ketika gubernur lebih sering bikin program kunjungan masyarakat. Bukan justru sebaliknya, gubernur yang dikunjungi oleh rakyatnya. Secanggih apapun peran media sosial dengan viralitasnya tidak akan mampu mengalahkan pendekatan Ngayo secara langsung ditengah-tengah masyarakat. Generasi muda percaya bahwa kepemimpinan LMI sebagai gubernur NTB tidak akan dibangun melalui pendekatan viralitas populis yang hari ini trending. Kepemimpinan LMI harus dibangun melalui pendekatan Ngayo datang langsung ke masyarakat memberikan Solusi. Jika gubernur sudah melakukan maka kepala dinas dan lainnya juga akan ikut serta mewujudkan iklim pelayanan publik berdasarkan merit sistem dan good governance. Terakhir, Ngayo saja dulu, maka viralitas akan lahir dengan sendirinya. (**)