Nelayan NTB Ajukan Tiga Solusi

Lalu Komala (Ali Ma’shum/Radar Lombok)

MATARAM—Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No 1 tahun 2015 tentang pelarangan penangkapan bibit lobster masih dirasakan membebani dan memberatkan para nelayan.

Untuk menangkap lobster diatas 200 gram dirasakan sangat sulit. Menyikapi hal tersebut, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) NTB mengaku telah mengajukan tiga solusi kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. ‘’Kami sudah ajukan solusi itu ke Jakarta. Mudah-mudahan salah satunya bisa diterima oleh Ibu Menteri,’’ ujar ketua HNSI NTB Lalu Komala kemarin.

Pertama, pemerintah diharapkan bisa membeli benih lobster di NTB. Dalam artian, lobster-lobster yang ditangkap oleh nelayan itu ditampung oleh pemerintah. ‘’ Kemudian lobster itu dibeli oleh pemerintah. Apakah akan membudidayakannya di provinsi lain, nanti itu terserah keputusan pemerintah,’’ katanya.

Solusi kedua yang ditawarkan memberlakukan sistem kouta. Dengan sistem ini, nelayan lobster akan memenuhi kouta yang disepakati terlebih dahulu. Setelah terpenuhi baru kemudian bisa diekspor ke luar negeri. ‘’ Bisa juga nanti sisa kouta itu yang akan diekspor keluar negeri,’’ ungkapnya.

Kemudian solusi yang ketiga  disebut dengan sistem buka tutup. Sistem ini artinya bulan November sampai bulan Februari ditutup dan tidak boleh melakukan penangkapan lobster. Kemudian bulan Maret sampai Oktober dibuka dan diperbolehkan untuk menangkap lobster. ‘’ Jadi waktu tangkapnnya itu saja yang kita minta untuk diberikan kelunakan. Ini artinya setelah bulan November sampai Februari nelayan tidak boleh menangkap lobster. Inilah ketiga solusi yang kita tawarkan ke pemerintah,’’ terangnya.

Baca Juga :  Akibat Permen Susi, Nelayan Lobster Merugi

Dari pembahasan yang sudah dilakukan, ia mengaku kemungkinan besar solusi buka tutup tersebut akan diterima oleh pemerintah. ‘’ Karena solusi itu lebih lunak. Makanya besar harapan kita solusi itu bisa diterima. Kita tunggu saja hasilnya,’’ harapnya.    Ia juga mengaku sudah membahas dengan nelayan yang lain terkait dengan kemungkinan melakukan uji materi (judicial review) terhadap Permen KP No 1 tahun 2015. Ini dilakukan supaya peraturan tersebut dilunakkan dan disederhanakan. ‘’ Karena kalimat menangkap saja sudah dilarang. Bagaimana kita mau membudidaya kalau menangkap saja dilarang,’’ katanya.

Dikatakan, Dampak dari dikeluarkannya Permen KP ini juga sangat merugikan mata pencaharian nelayan dan mengakibatkan adanya dampak sosial yang ditimbulkan terutama  dampak sosial ekonomi. Dampak ekonomi kata Komala yang pendapatan nelayan dulunya sangat tinggi. Sekarang dengan dilakukan penutupan sudah tidak bisa memenuhi kebutuha rumah tangga. ‘’ Itu dampak ekonominya karena pendapatannya itu sangat berbeda sekali,’’ imbuhnya.

Baca Juga :  DKPP Bakal Buat Percontohan Bibit Unggul

Kemudian dampak sosialnya  timbulnya kasus kriminalitas. Hal ini tentu menyebabkan kehidupan menjadi keras. Karena dapur para nelayan ini sudah tidak mengepul seperti seperti sebelumnya. ‘’ Dulunya kan aparat tenang karena tidak ada kejahatan. Sekarang bisa sibuk aparatnya, ini kan masalah mata pencaharian soalnya,’’ katanya.

Kepala Balai Karantina Ikan dan Pengedalian Mutu (BKIPM) kelas II Mataram Muhlin mengatakan sepanjang Permen KP No 1 tahun 2015 itu diberlakukan, pihaknya tetap akan melakukan penindakan secara konsisten. ‘’ Sepanjang Menteri masih memberlakukan peraturan itu kami harus melaksanakan secara profesional. Kami tidak punya solusi yang lain karena itu dari pusat. Tapi kami bisa membantu nelayan menyuarakan aspirasinya saja,’’ katanya.(gal)

Komentar Anda