Nelayan Kesulitan Akses BBM Bersubsidi

NELAYAN : Para nelayan di Kuranji, Lombok Barat mengeluhkan sulitnya mendapatkan BBM untuk berlayar menangkap ikan. (RATNA / RADAR LOMBOK )

MATARAM – Sejumlah nelayan mengaku kesulitan untuk mendapat akses bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Pasalnya, BBM subsidi jenis premium yang selama ini digunakan para nelayan telah hilang di sejumlah SPBU. Sementara harga BBM jenis Pertalite relatif lebih mahal.

Menanggapi keluhan dari para nelayan, Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislutkan) NTB Muslim mengatakan regulasi pembelian BBM sepenuhnya ditangani Pertamina. Sementara Pemerintah hanya sebatas memberikan usulan kuota sesuai kebutuhan BBM nelayan.

“Kalau kuota terkait BBM bersubsidi ini ditentukan oleh Pertamina, DKP NTB hanya mengajukan berdasarkan usulan dari kabupaten/kota,” kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) NTB Muslim, Rabu (13/7).

Muslim menjelaskan, berdasarkan data Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) NTB, penyaluran BBM bagi nelayan di Pulau Lombok adalah BBM jenis solar. Sementara hampir sebagian besar nelayan justru menggunakan BBM jenis Premium. Artinya distribusi BBM bersubsidi bagi nelayan tidak tepat sasaran.

Tidak hanya itu, kendala selanjutnya adalah dari sisi kuota, diakui Muslim selama ini pihaknya bersama Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) dan KNTI telah melakukan pendataan dan pengajuan kuota BBM bagi nelayan, melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI untuk dikomunikasikan dengan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Namun hal tersebut belum sesuai rencana, mengingat BBM bersubsidi jenis premium telah ditarik.

Baca Juga :  APTI NTB Tuding Revisi PP 109 Tahun 2012 Kebiri Nasib Petani Tembakau

“Faktanya di lapangan BBM jenis Premium sudah hilang, sehingga beralih ke Pertalite,” katanya.

Mestinya, kata Muslim ada aturan di tingkat pusat, jangan sampai menyulitkan masyarakat nelayan di tingkat bawah. Terpenting adalah perlu ada penyesuaian regulasi, misalnya ketentuan berapa kuota masing – masing jenis BBM. Contoh premium sudah hilang, padahal dibeli nelayan kecil selama ini. Sementara yang dapat subsidi adalah Solar, tapi nelayan tidak pakai solar. Karena rata-rata memakai mesin kecil, maka perlu dipertimbangkan pola subsidi.

Kendala lain soal pelayanan BBM bersubsidi adalah tidak beroperasinya Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN) secara optimal. Padahal, tranportable tersebut untuk memberikan kemudahan akses dan kepastian pasokan BBM untuk nelayan yang berhak mendapatkan subsidi. Salah satunya di Ampenan, Pelangan dan beberapa titik lainnya. Karena stok yang disediakan juga terbatas berdasarkan rekomendasi yang dikeluarkan Pertamina.

“Kita sudah lapor ke KKP RI untuk mempertimbangkan pola subsidi, dari yang awalnya Premium terus hilang beralih ke Pertalite. Sekarang untuk beli atau dapat Pertalite saja susah,” bebernya.

Baca Juga :  Kejati NTB Siap Kawal Tiga Paket Proyek Infrastruktur Kelistrikan PLN UIP Nusra

Untuk itu, Muslim berharap ada dukungan lebih dari OPD terkait, misalnya Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB untuk memberikan justifikasi yang clear terkait bagian hulu dan hilirnya, sebagai garda terdepan dalam melobi penambahan kuota BBM bersubsidi bagi nelayan.

“Kalau kita di DKP NTB soal kebutuhan,” tambahnya.

Salah satu nelayan asal Kuranji Labuapi Kabupaten Lombok Barat Anwar Sadat mengatakan dalam sehari ia membutuhkan 30 liter BBM jenis Pertalite untuk berlayar. Jumlah itu saat ia menggunakan kapal dengan mesing ketinting. Sementara saat mencari ikan tongkol yang mengharuskan menggunakan kapal kapasitas besar atau mesin temple, maka harus membeli BBM seharga Rp 200 ribu per sekali berlayar.

Bahkan pembelian BBM di SPBU pun mewajibkannya menunjukkan kartu anggota nelayan, KTP hingga kartu asosiasi nelayan.”Sebelumnya pakai premium Rp 30 ribu bisa sampai 3 hari. Tapi sekarang Pertalite Rp 30 ribu cuma 3 liter bisa sekali jalan aja,” ungkapnya. (cr-rat)

Komentar Anda