MATARAM – Kantor Kementerian Agama (Kemenag) NTB masih disibukkan dengan pemberitaan dugaan penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) madrasah sebagaimana hasil investigasi Ombudsman RI Perwakilan NTB dan kini tengah diselidiki pihak kepolisian. Bersamaan dengan ini, ada kabar Kepala Kemenag NTB H. Nasrudin akan melepas jabatannya karena akan mengikuti seleksi menjadi pejabat Kemenag pusat.
BACA: Ada Indikasi Penyimpangan Penyaluran Dana BOS
Nasrudin sendiri dilantik sebagai Kepala Kemenag NTB tahun 2017. Tidak mudah baginya mendapatkan posisi tersebut. Nah. Apa jawaban Nasrudin ditanya soal ini? “ Iya, doain saja. Saya ikut di Irjen Kemenag RI. Mudah-mudahan, mohon doa dari masyarakat Lombok,” ungkapnya saat bertemu Radar Lombok, Kamis (22/11).
Alasan mengikuti seleksi terbuka untuk jabatan Irjen Kemenag RI kata Nasrudin, bukan karena lelah menjadi Kepala Kemenag NTB. Langkah ini katanya, semata-mata untuk meningkatkan karirnya. Nasrudin mengaku sangat senang menjadi Kepala Kemenag NTB. “Sangat menyenangkan sesungguhnya. Tapi kita berpikir maju kedepan. Apa salahnya tingkatkan karir dan bisa melayani Indonesia,” katanya.
Dengan tegas Nasrudin membantah jika keikutsertaannya di seleksi karena ingin mencari aman dan nyaman semata. “ Bukan karena saya lelah, kan kita sudah berkomitmen untuk mengabdi pada nusa dan bangsa,” ucap pria asal Lombok Timur ini.
Menurutnya, menjadi Irjen akan bisa memberikan ruang pengabdian lebih luas. Berbeda dengan jabatan saat ini, yang skupnya hanya NTB saja.
Disadari, dirinya terus terbelit masalah setelah menduduki posisi Kepala Kemenag NTB. Misalnya saja yang terakhir, kasus dugaan penyimpangan pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada madrasah di NTB. “ Saya belum dapat laporan hasil Ombudsman. Bener gak Ombudsman simpulkan ada penyimpangan. Kan pencairan dana BOS langsung ke rekening, terus dari sisi mana penyimpangannya,” ujar Nasrudin.
Sejak adanya pemberitaan tentang temuan Ombudsman, Nasrudin mengaku telah melakukan banyak hal. Terutama mencari kebenaran atas apa yang dituduhkan oleh pihak Ombudsman. “ Kita pernah tanyakan seluruh Kepala Kemenag se-NTB, mereka bilang tidak pernah memaksa,” tegasnya.
Sejak awal, Kemenag mempersilahkan madrasah membeli buku dimanapun. Bukan urusan Kemenag membeli buku di PT Aksasindo Karya atau bukan. Namun yang pasti, dana BOS harus dimanfaatkan untuk melengkapi kebutuhan peserta didik. Nasrudin juga mengaku telah menelusuri lokasi pembelian buku yang dilakukan oleh madrasah. “ Dan kami dapatkan beberapa penyedia buku di lapangan, itu tempat mereka beli. Kami tidak temukan harus beli di satu tempat. Kita hanya butuhkan kebenaran mereka beli buku, dengan ada kwitansi pembelian buku,” ungkapnya.
Nasrudin mempertanyakan temuan Ombudsman maupun Polda jika menganggap ada penyimpangan. “ Kami tidak temukan siapa yang memaksa. Silahkan mereka beli dimanapun. Makanya saya tidak tahu ini melihat dari mana Ombudsman dan Polda. Mari melihat madrasah, kita ingin madrasah memiliki fasilitas lengkap seperti kebutuhan buku terpenuhi,” imbuhnya.
Dikatakan, pemerintah telah menaikkan jumlah dana BOS. Salah satu tujuannya agar buku-buku uang dibutuhkan bisa dipenuhi oleh madrasah. Mengingat buku merupakan penunjang untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Saat ini satu anak Madrasah Ibtidaiyah (MI) mendapatkan Rp 800 ribu. Kemudian Rp 1 juta per anak MTs dan Rp 1,4 juta bagi anak Madrasah Aliyah (MA). “ Dana BOS harus dibelikan buku sebanyak 20 persen kalau tidak ada buku,” tuturnya.
Nasrudin juga memastikan tidak ada pemaksaan untuk pemotongan 20 persen dana BOS. Dalam aturan, sebesar 20 persen dana BOS dipergunakan untuk membeli buku. “ Tapi kalau madrasah sudah ada buku sebagian, ya bisa sebagian beli. Bukan harus 20 persen,” kilahnya.
Kepala Ombudsman Perwakilan NTB, Adhar Hakim, memahami apabila temuannya tidak diakui oleh pihak-pihak terkait. Namun yang pasti, Ombudsman memiliki bukti-bukti yang cukup. “ Silahkan dibantah. Tapi kami punya bukti. Dan bukti-bukti kami sudah lengkap,” jawab Adhar.
Bantahan dari Nasrudin selaku Kepala Kemenag NTB juga dimentahkan oleh pihak madrasah sendiri. Kepala MTs Nurul Ihsan Sukarara Kabupaten Lombok Timur, H Muammar Khulaifi merupakan salah satu orang yang berani membongkar penyimpangan tersebut. “ Sebelum ada berita dari Ombudsman, kita dipaksa (beli buku) di PT Aksasindo. Tapi setelah ada pemberitaan, boleh beli dimana-mana,” ungkapnya.
BACA JUGA: Madrasah Berani Ungkap Praktek Permainan Dana BOS
Pengakuan tersebut, secara langsung mematahkan pernyataan pihak Kemenag. Sebagai seorang kepala madrasah, Muammar mengaku tidak mengetahui profil lengkap para pejabat Kemenag yang memberikan perintah. Namun yang pasti, pemaksaan membeli buku di PT Aksasindo Karya merupakan perintah orang Kemenag. “ Saya hanya kepala madrasah yang siap melaksanakan perintah Kemenag semaksimal mungkin,” imbuhnya.
Pihak madrasah merasa sangat keberatan dengan adanya pemotongan 20 persen dana BOS untuk pembelian buku. Mengingat madrasah memiliki kebutuhan lain yang juga sangat penting untuk dipenuhi. Bagi Muammar, sebanyak 20 persen dana BOS untuk pembelian buku, anggarannya dinilai begitu besar. “ Terlalu besar untuk anggaran buku. Maaf, kami sebagai Kamad merasa dipaksakan,” bebernya. (zwr)