MUI Warning Mataram dan Lobar

Prof Saiful Muslim (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK)
Prof Saiful Muslim (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Pemerintah memperbolehkan umat Islam melaksanakan shalat Idul Adha yang dijadwalkan Jum’at besok (31/7). Hal itu berbeda dengan shalat Idul Fitri yang dilarang. Namun, kebolehan tersebut, harus diantisipasi agar tidak menjadi kluster baru penyebaran Covid-19.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi NTB, Prof Saiful Muslim memberikan warning khusus untuk masyarakat di Kota Mataram dan Lombok Barat. “Mataram dan Lobar zona merah. Bahkan merah tua. Kita ingatkan kepada seluruh umat Islam di daerah itu untuk benar-benar terapkan protokol kesehatan saat Idul Adha,” ujarnya kepada Radar Lombok, Rabu kemarin (29/7).

Prof Saiful mengaku sangat khawatir dengan masyarakat di kota Mataram dan Lombok Barat. Pasalnya, tingkat kesadaran yang diperlihatkan selama ini sangat rendah.

Dampak dari sikap tersebut, jumlah kasus baru pasien positif Covid-19 terus bertambah. Jangan sampai momentum Idul Adha yang merupakan ibadah besar bagi umat Islam, justru menjadi ruang penyebaran Covid-19. “Loteng, Lotim dan KLU kan cukup patuh terapkan protokol kesehatan. Tapi saudara-saudara kita di Mataram dan Lobar kurang sekali,” ucapnya.

Salah satu fenomena terbaru yang cukup disesalkan, adanya kegiatan rapid test di pasar-pasar yang ingin digalakkan pemerintah. “Bahkan mau dirapid test di pasar, justru ketakutan. Diberikan kesempatan malah tidak berani keluar rumah. Ini yang perlu kita sadarkan. Semua orang harus saling mengingatkan betapa bahayanya Covid-19,” katanya.

Hal penting yang patut diwaspadai juga, seringnya ada kerumunan pasca shalat Idul Adha. Terutama anak-anak yang ingin menyaksikan penyembelihan hewan qurban.

Semua pihak harus satu suara dan persepsi untuk menutup ruang penyebaran Covid-19. Anak-anak sudah selayaknya dijaga dengan baik. “Setelah pelaksanaan shalat Idul Adha. Biasanya anak-anak berkerumun menyaksikan penyembelihan hewan qurban. Itu tidak boleh lagi. Kita sudah sampaikan ya, jangan sampai masyarakat lengah,” imbaunya.

Hari Raya Idul Adha 10 Zulhijah 1441 Hijriah telah diputuskan pemerintah jatuh pada Jumat, 31 Juli 2020. Keputusan itu ditetapkan dalam sidang isbat awal bulan Zulhijah 1441 Hijriah/20120 Masehi.

Seluruh wilayah di Provinsi NTB memang diperbolehkan melaksanakan shalat Idul Adha. Namun dengan catatan, menerapkan protokol kesehatan sesuai ketetapan pemerintah. “Wajib terapkan protokol. Jaga jarak, pakai masker, dan lain-lain. Jangan sampai karena boleh menggunakan masjid, tidak indahkan protokol kesehatan,” ujar Saiful.

Kementerian Agama (Kemenag) telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 18 tahun 2020 tentang pelaksanaan shalat Idul Adha. Dalam SE, disebutkan bahwa jamaah yang hendak melaksanakan shalat Idul Adha di masjid harus lebih dulu dicek suhu tubuhnya, dan dipastikan suhu tubuhnya tidak lebih dari 37,5 derajat celsius.

Jamaah juga harus menjaga jarak satu dengan yang lain minimal satu meter. Kemudian, wajib bagi semua jemaah menghindari kontak fisik, seperti bersalaman atau berpelukan.

Khusus bagi anak-anak dan lansia yang rentan tertular penyakit, serta orang dengan sakit bawaan yang berisiko tinggi terhadap Covid-19, diimbau untuk tidak mengikuti shalat Idul Adha. “Kebiasaan kita memang salaman, pelukan. Semua itu harus dihindari meski itu bagus,” terang Saiful.

Oleh karena itu, MUI NTB mengimbau seluruh umat Islam untuk menjaga diri dan keluarganya dari bahaya Covid-19. “Mari kita saling mengingatkan juga, saling menasihati. Karena itu bukan hanya tugas Satgas. Satu saja ada orang yang tidak taat, membahayakan banyak orang,” ucapnya.

Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Pemerintah Provinsi NTB, H Ahmad Masyhuri menegaskan, pihaknya mengikuti dan mematuhi seluruh kebijakan pemerintah pusat. “Kita di NTB ikuti kebijakan pemerintah pusat. Laksanakan Shalat Idul Adha dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Sama dengan shalat Jum’at,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Masyhur juga mengimbau kepada seluruh umat Islam untuk membuka tempat shalat Idul Adha atau masjid sebanyak-banyaknya. Hal itu dimaksudkan untuk mengurangi jumlah kerumunan dalam satu lokasi.

Untuk pelaksanaan shalat Idul Adha di masjid Hubbul Wathan Islamic Center, telah ditetapkan jumlah jamaah maksimal 3 ribu orang. “Setelah jamaah datang sekitar 3 ribu orang, kita tutup pintu masuk. Tidak boleh lagi jamaah masuk. Jamaah yang masih datang akan diarahkan cari tempat lain supaya protokol Covid-19 terpenuhi,” jelasnya.

Kepada seluruh pengurus masjid, juga diingatkan untuk benar-benar menerapkan protokol Covid-19. “Jamaah harus bawa sajadah sendiri, wajib masker, cuci tangan, pemeriksaan suhu tubuh, dan lain-lain. Tidak perlu saya jelaskan panjang lebar, intinya seperti pelaksanaan shalat Jum’at,” ujar Masyhuri. (zwr)

Komentar Anda