MUI NTB Minta Umat Islam Patuhi Fatwa MUI

Prof. H. Saiful Muslim
Prof. H. Saiful Muslim.(Faisal Haris/radarlombok.co.id)

MATARAM-Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi NTB, Prof H Syaiful Muslim meminta umat Islam mematuhi fatwa  MUI Pusat nomor  14 tahun 2020 tentang penyelenggaran ibadah dalam situasi terjadinya wabah Covid-19.

 Fatwa ini diterbitkan MUI setelah melihat perkembangan penyebaran wabah virus Corona.  “Itu fatwa dan sudah dibuatkan MUI disampaikan dalam ketentuan hukum bahwa, setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang dapat menyebabkan terpapar penyakit, karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams).

  Kedua Orang yang telah terpapar virus Corona, wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain. Salat Jumat dapat diganti dengan salat Zuhur di rumah, karena salat Jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal. Begitu juga dengan aktivitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti jamaah salat lima waktu/rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar.

 Selanjutnya di poin ketiga, dikatakan orang yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak terpapar COVID-19, harus memperhatikan yakni dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang, maka ia boleh meninggalkan salat Jumat dan menggantikannya dengan salat Suhur di tempat kediaman. Begitu juga ia boleh  meninggalkan jamaah salat lima waktu/rawatib, Tarawih, dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya. “Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang, maka ia tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar COVID-19, seperti tidak kontak fisik langsung (bersalaman, berpelukan, cium tanganmembawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun,”jelas Syaiful mengutif fatwa MUI pusat.

 Selanjutnya, dalam poin ke empat dalam ketentuan hukum,  dalam kondisi penyebaran COVID-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, maka umat Islam tidak boleh menyelenggarakan salat Jumat di kawasan tersebut, sampai keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya dengan salat Zuhur di tempat masing-masing. Demikian juga tidak boleh menyelenggarakan aktivitas ibadah yang melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media penyebaran COVID-19, seperti jamaah salat lima waktu/rawatib, salat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim.

Namun di poin lima, sudah jelas ditegaskan bahwa dalam kondisi penyebaran COVID-19 terkendali, umat Islam wajib menyelenggarakan salat Jumat dan boleh menyelenggarakan aktivitas ibadah yang melibatkan orang banyak, seperti jamaah salat lima waktu/rawatib, salat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim dengan tetap menjaga diri agar tidak terpapar COVID-19. “Pemerintah menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam menetapkan kebijakan penanggulangan COVID-19 terkait dengan masalah keagamaan dan umat Islam wajib menaatinya,”terangnya.

 Sementara di poin ketujuh, disampaikan pengurusan jenazah (tajhiz al-janaiz) yang terpapar COVID-19, terutama dalam memandikan dan mengafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk men-salat-kan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar COVID-19. Lalu

 di poin delapan dikatakan, tindakan yang menimbulkan kepanikan dan/atau menyebabkan kerugian publik, seperti memborong dan/atau menimbun bahan kebutuhan pokok serta masker dan menyebarkan informasi hoax terkait COVID-19 hukumnya haram. “Umat Islam agar semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan memperbanyak ibadah, taubat, istighfar, dzikir, membaca Qunut Nazilah di setiap shalat fardhu, memperbanyak shalawat, sedekah, serta senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar diberikan perlindungan dan keselamatan dari musibah dan marabahaya ( daf’u al-bala’), khususnya dari wabah COVID-19,”ujarnya sesuai poin sembilan dalam ketentuan hukum di fatwa.

 Sedangkan ada tiga rekomendasi MUI pusat yang termuat dalam fatwa tersebut. Kepada pemerintah wajib melakukan pembatasan super ketat terhadap keluar-masuknya orang dan barang ke dan dari Indonesia kecuali petugas medis dan barang kebutuhan pokok serta keperluan emergency. Kemudian rekomendasi yang kedua, bagi umat Islam wajib mendukung dan menaati kebijakan pemerintah yang melakukan isolasi dan pengobatan terhadap orang yang terpapar COVID-19, agar penyebaran virus tersebut dapat dicegah. Serta rekomendasi ketiga bagi masyarakat hendaknya proporsional dalam menyikapi orang yang suspect atau terpapar COVID-19. Oleh karena itu masyarakat diharapkan bisa menerima kembali orang yang dinyatakan negatif dan/atau dinyatakan sudah sembuh ketengah masyarakat serta tidak memperlakukannya secara buruk. (sal)

Komentar Anda