Mohan Siap Rangkul Suhaili-Ahyar

H Mohan Roliskana (FAISAL HARIS/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Musda X DPD I Partai Golkar NTB masih menyisakan sesal mendalam pada sejumlah kader militant partai berlambang pohon beringin itu.

Dua kader yang paling terpukul tentunya saja mantan bupati Lombok Tengah, HM Suhaili FT dan mantan wali kota Mataram, H Ahyar Abduh. Kedua kader militan Partai Golkar ini sebelumnya digadang-gadang menjadi calon kuat perebut tahta Golkar NTB. Namun, masa kejayaan bagi keduanya sepertinya sudah memudah hingga tahta itu kemudian beralih ke tangan Wali Kota Mataram, H Mohan Roliskana.

Meski banyak suara sumbang yang dialamatkan kepada Mohan Roliskana, bahwa politisi muda itu akan sulit mempertahan basis suara Golkar. Namun tak demikian bagi Mohan. Ia mengaku memiliki cara dan strategi sendiri mempertahankan basis suara partai pohon beringin itu. Salah satunya dengan merangkul Suhaili dan Ahyar, dua kader senior Partai Golkar yang sebelumnya sudah menyatakan kekecewaanya. “Beliau ini (Ahyar Abduh dan Suhaili, red) akan kita rangkul,” kata Mohan, kemarin (4/3).

Mohan menegaskan, pihaknya akan merangkul semua kader untuk bersama-sama memajukan dan membesarkan parpol berlambang pohon beringin itu di NTB. 

Wali Kota Mataram itu memastikan tidak akan ada kader terbuang dan tersingkir akibat dinamika dan perbedaan yang berkembang di musda. Baginya, hal wajar jika ada dinamika dan perbedaan muncul dan berkembang dalam setiap musda. “Itu hal biasa dalam dinamika politik di partai,” terangnya. 

Menurutnya, seluruh elemen di tubuh partai Golkar di NTB perlu saling bekerja sama dan bahu membahu untuk bekerja keras secara kolektif untuk membangun dan memajukan partai. Mohan sadar sosok Ahyar dan Suhaili sudah memberikan kontribusi dan peran besar dalam memajukan Partai Golkar di NTB. Sehingga pihaknya tentu berharap Ahyar dan Suhaili tetap bisa memberikan kontribusi untuk kemajuan partai di NTB. “Tentu kita berharap saran dan masukan beliau ini untuk kemajukan Golkar di NTB,” terangnya. 

Terkait posisi akan diberikan kepada Ahyar dan Suhaili dalam struktur kepengurusan. Mohan mengatakan, pihaknya tentu akan memberikan posisi strategis kepada dua tokoh tersebut. Sehingga diharapkan dua tokoh senior itu tetap peran dan berkontribusi bagi kemajuan Golkar di NTB. “Nanti kita tentukan setelah rapat koordinasi,” imbuhnya. 

Keyakinan Mohan untuk bisa membujuk Suhaili dan Ahyar ternyata berbanding terbalik dengan opini pengamat politik UIN Mataram, Agus MSi. Agus berpendapat, agak sulit bagi Mohan untuk membujuk Ahyar dan Suhaili yang telah merajuk untuk bersama-sama di Golkar. Kecuali jika Mohan berani menjamin Suhaili atau Ahyar dicalonkan oleh Golkar dalam pilgub 2024. “Jika ini tidak berani dilakukan Mohan, maka nampaknya Mohan akan ditinggal Ahyar dan Suhaili,” cetus mantan anggota KPU NTB. 

Lebih lanjut diungkapkan Agus, implikasi sistem pemilu proporsional terbuka adalah faktor figur lebih dominan memengaruhi pemilih dibandingkan faktor partai. Karena pemilih memilih orang bukan memilih partai. Jadi pemilih akan mengikuti kemana figur pergi bukan kemana partai pergi. 

Dalam sistem pemilu yang demikian, suatu partai bisa kurus dan kering jika tokoh-tokoh sentralnya sudah keluar. Lihatlah misalnya bagaimana dampak keluarnya TGB dari Demokrat dalam pemilu 2019. Meskipun saat ini tentu Demokrat harus mencari inovasi untuk mengembalikan kejayaannya sebagaimana pemilu 2009, tapi itu butuh waktu panjang. 

Jika melihat basis massa Suhaili di Lombok Tengah. Di mana demografi elektoral Lombok Tengah 21 persen dari daftar pemilih tetap, plus basis massa Ahyar yang sudah dua periode di Kota Mataram. Jika dua tokoh ini keluar dari Golkar, maka boleh jadi Golkar 2024 akan sangat berat untuk bisa memenangkan pemilu maupun pilkada di NTB. “Jika Golkar ditinggal Ahyar dan Suhaili, maka akan sangat berat bagi Mohan untuk membawa Golkar sebagai pemenang pemilu. Lebih-lebih sudah banyak tokoh Golkar NTB diambil oleh partai lain,” pungkasnya.

Apalagi, menurut Agus, jika undang undang pemilu menetapkan jadwal pemilihan gubernur, bupati dan wali kota tahun 2024. Maka Golkar bisa saja kalah di pemilu sekaligus kalah di pilkada. ‘’Maka saya kira tawaran Nasdem (untuk Suhaili dan Ahyar, red) masuk akal dalam rangka menaikkan elektabilitas partai tahun 2024,” sambungnya. 

Masih menurut Agus, ketika kedua tokoh sentral Golkar tersebut keluar, maka Golkar di bawah kepemimpinan Mohan akan sulit memangkan kontestasi Politik di NTB tanpa Suhaili dan Ahyar. “Jika kita lihat dari peta politik saat ini, ketika kedua tokoh tersebut keluar dari Golkar,” sebutnya. 

“Kalau Suhaili pindah partai, agak berat bagi Golkar untuk menang di Lombok Tengah dan akan menguntungkan Gerindra dan Nasdem nanti, jika misalnya Pak Nursiah (wakil bupati Loteng saat ini) bergabung dengan Nasdem,” sambungnya. 

Karena menurut Agus, meski Suhaili sudah tidak memegang kekuasaan formal sebagai Bupati Lombok Tengah, tidak lantas kemudian masa Suhaili akan hilang. Baik di tubuh Golkar.  Apalagi didukung dengan masa Yatofa sebagai basis riil dari Suhaili di Lombok Tengah. “Loyalis Suhaili di Golkar masih kuat, ditambah dengan peran Yatofa. Kemenangan Pathul-Nursiah kemarin tidak lepas dari dukungan Yatofa dan birokrasi melalui kuasa Suhaili,” jelasnya. 

Agus juga menyampaikan pandangan politik soal tantangan Mohan sebagai ketua DPD I Golkar NTB kedepan. “Tantangan di depan mata adalah bagaimana Golkar dapat menjadi pemenang pada Pemilu 2024,” tandasnya. (yan/sal)

Komentar Anda