Miris! Kakak Jual Adik Usia SD Hingga Hamil

Kombes Pol. Syarif Hidayat

MATARAM – Kasus praktik open BO (booking order) terhadap anak di bawah umur yang dijual oleh kakak kandungnya hingga hamil, menjadi atensi serius Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB.

“Kami sedang berupaya mencari informasi dari korban untuk dilakukan penyelidikan,” ungkap Direktur Reskrimum Polda NTB, Kombes Pol. Syarif Hidayat, Senin (19/5).
Ia menyampaikan bahwa saat ini pihaknya tengah berkoordinasi dengan sejumlah pihak, termasuk keluarga korban dan Lembaga Perlindungan Anak (LPA), untuk segera melakukan pelaporan dan menghadirkan saksi-saksi kunci. “Kemarin sudah kami minta LPA dan timnya hadir terkait pelaporan dan membawa saksi,” tambahnya.

Pantauan Radar Lombok menyebutkan, korban mengalami trauma berat akibat dijual oleh kakak kandungnya sendiri kepada seorang pria dewasa. Korban yang masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) tersebut juga baru saja melahirkan bayi prematur seberat 1,7 kilogram.

Kombes Syarif menegaskan bahwa kasus ini merupakan tindak pidana serius yang harus diusut hingga tuntas. “Ini tetap menjadi atensi, apalagi korban sudah sampai melahirkan. Perbuatan prostitusi tidak bisa ditutupi lagi, pasti kami proses,” tegasnya.
Meskipun hingga kini belum ada laporan resmi dari pihak korban, polisi sudah mengambil langkah awal penyelidikan. Beberapa dokumen penting telah dikantongi, seperti dokumen kelahiran bayi dan keterangan awal dari korban.

“Terakhir kami sudah ambil dokumen kelahiran anak dan keterangan korban. Tapi karena belum ada pengaduan sampai Jumat sore (16/5), dokumennya kami kembalikan dulu, takut hilang,” jelas Syarif.
“Kami upayakan korban membuat laporan. Prosesnya nanti melalui penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut,” tambahnya.

Sebelumnya, Ketua LPA Kota Mataram, Joko Jumadi, menyatakan bahwa praktik ini tidak hanya mencederai masa depan anak, tetapi juga mencerminkan krisis sistemik dalam lingkungan sosial dan keluarga. “Banyak anak usia sekolah, bahkan SMP dan SMA, terlibat dalam praktik open BO. Ini pekerjaan rumah besar. Akar masalahnya sering bermula dari keluarga broken home, korban perkawinan dini, atau anak yang dibesarkan kakek-nenek karena orang tua tidak hadir,” ungkap Joko, Selasa (13/5).

Ia juga menyoroti salah satu kasus ekstrem yang saat ini ditangani LPA, yakni dua kakak-beradik yang menjadi korban eksploitasi seksual. Ironisnya, sang kakak yang lebih dulu dijual, kemudian menjual adiknya sendiri kepada pria hidung belang.
“Awalnya kami dapat laporan dari rumah sakit. Ada anak di bawah umur melahirkan tanpa BPJS, dan tercatat sebagai siswa SD. Setelah ditelusuri, ternyata kasusnya sangat kompleks,” jelasnya.

Menurut Joko, pelaku langganan hanya satu orang yang kini dalam proses pelacakan. “Namanya Om Andi. Dia satu-satunya pelanggan, dan dari satu orang ini, korban langsung hamil,” ungkapnya.
Kondisi kedua korban kini sangat memprihatinkan. Sang adik yang masih di bawah umur tengah dirawat intensif pascamelahirkan.

Bayinya dirawat di RSUD Provinsi NTB dengan dukungan tim LPA melalui metode skin-to-skin seperti teknik kanguru untuk mempercepat pemulihan. “Ibunya bekerja sebagai PMI di Malaysia, sementara ayahnya tidak diketahui keberadaannya. Mereka hidup tanpa pengawasan orang tua. Ini menjadi cermin kegagalan sistem perlindungan keluarga,” ujar Joko.

LPA Mataram saat ini menangani puluhan kasus kekerasan terhadap anak. Joko menyebut tren kasus tahun ini sangat memprihatinkan, dengan ragam kekerasan seperti sodomi anak, inses, hingga pelecehan seksual dalam lingkungan keluarga dan sekolah. “Fenomena ini bukan hanya soal moral individu, tapi juga soal sistem sosial yang gagal melindungi anak-anak. Keluarga, sekolah, masyarakat, bahkan negara, harus hadir secara aktif dan konsisten,” tegasnya.

LPA Mataram mendorong semua pihak, khususnya orang tua, untuk memperkuat pengawasan dan komunikasi dengan anak. “Anak-anak tidak hanya butuh sekolah dan makan, tapi juga rasa aman, perhatian, dan arahan moral yang konsisten. Kalau kita diam, maka generasi kita akan hancur pelan-pelan,” pungkasnya. (rie)