MATARAM – Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB terus mendalami dugaan korupsi dalam proyek pengadaan “Kelas Pintar” (Smart Class) di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi NTB.
Penyidik telah memeriksa sekitar 15 saksi terkait dugaan penyimpangan dalam proyek yang didanai Dana Alokasi Khusus (DAK) tersebut. Kepala Kejati NTB, Enen Saribanon, menyatakan bahwa para saksi berasal dari berbagai pihak. “Terkait penyelidikan, kami masih dalam tahap pemeriksaan saksi-saksi. Kurang lebih sudah ada 15 orang yang dimintai keterangan, termasuk dari Pemprov,” ujarnya, Selasa (17/6).
Menanggapi adanya gugatan perdata senilai Rp8,9 miliar yang diajukan salah satu penyedia barang, Enen menegaskan hal itu tidak mengganggu proses penyelidikan pidana. “Gugatan perdata itu urusan antara pihak ketiga dan Pemprov NTB. Kami tetap melanjutkan proses penyelidikan,” tegasnya.
Saat ditanya soal dugaan adanya fee proyek, Enen menjawab diplomatis. “Prinsipnya, dalam proyek ini tidak ada penganggaran. Soal fee proyek Smart Class, kami masih mendalami,” ucapnya.
Proyek Smart Class ini sebelumnya hanya tercantum dengan nilai Rp25 miliar dalam laman Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Namun, realisasi di lapangan justru mencapai sekitar Rp49 miliar tanpa kejelasan sumber anggaran.
Berdasarkan data LPSE, proyek yang terdaftar adalah pengadaan peralatan praktik literasi digital bidang SMA tahun 2024. Namun, terdapat tiga kontrak berbeda dengan total nilai yang jauh lebih besar.
PT Anugerah Bintang Meditama merealisasikan proyek senilai Rp14.782.500.000 pada 20 November 2024. Perusahaan kedua, yang tidak tercantum dalam LPSE, mencatatkan nilai Rp24.997.500.000. Sementara PT Karya Pendidikan Bangsa mendapatkan realisasi senilai Rp9.883.200.000 pada 11 Desember 2024.
Ironisnya, PT Karya Pendidikan Bangsa menggugat Kepala Dinas Dikbud NTB karena belum menerima pembayaran atas proyek yang telah dikerjakan. Gugatan perdata senilai Rp9,8 miliar telah terdaftar di Pengadilan Negeri Mataram dengan nomor perkara 117/Pdt.G/2025/PN/Mtr, tertanggal 8 Mei 2025. Gugatan tersebut diklasifikasikan sebagai wanprestasi.
Kuasa hukum perusahaan, Zaenal Abidin, menyebut kliennya tidak menerima pembayaran sepeser pun, meskipun barang telah diserahkan. “Kami sudah dua kali melayangkan somasi tanpa tanggapan. Tidak ada iktikad baik dari pihak dinas,” kata Zaenal.
Berdasarkan penelusuran, tidak ditemukan alokasi anggaran dalam APBN 2024–2025 maupun APBD NTB 2024–2025 untuk program ini. Dinas Dikbud NTB juga disebut tidak pernah mencatat atau mendistribusikan barang yang diklaim telah diserahkan.
Kondisi ini memperkuat dugaan bahwa proyek senilai hampir Rp50 miliar tersebut adalah proyek fiktif, atau setidaknya dilaksanakan tanpa dasar hukum yang sah.
Proyek ini menjadi perhatian publik karena nilai anggarannya yang besar dan dugaan ketidaksesuaian di lapangan. Kejati NTB menegaskan akan menangani perkara ini secara profesional dan transparan. (rie)