MATARAM—Rencana merger Perusahaan Daerah (PD) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) NTB menjadi PT BPR NTB tidak hanya terjadi pada ranah pengisian direksi dan komisaris yang diduga melanggar aturan. Bahkan persoalan itu juga merambat ke ranah hukum.
Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB tengah mengusut dugaan suap proses merger ini dan pengisian jabatan direksi dan komisarisnya. Sejumlah pihak sudah dipanggil Kejati untuk diklarifikasi.
Rabu kemarin (12/7) Kejati NTB kembali memanggil dan meminta klarifikasi Direktur PD BPR Lombok Timur, Mutawalli. Pemanggilan Mutawalli ini untuk kedua kalinya.
Mutawalli yang juga sebagai sekretaris tim dalam proses merger tersebut diperiksa di ruang jaksa penyidik pidsus. Dia baru selesai menjalani pemeriksaan sekitar pukul 16.30 Wita.
Sesaat setelah selesai dilakukan klarifikasi, Mutawalli saat ditanya oleh media tidak terlalu banyak memberikan tanggapan terkait masalah yang dihadapinya. ”Untuk menyempurnakan dokumen- dokumen konsolidasi saja, kalau yang lain tidak ada,”ujarnya.
Disampaikannya, dia dipanggil oleh penyidik kejaksaan untuk menanyakan perlengkapan dokumen proses merger PT BPR NTB ini termasuk aliran penggunaan dana yang sudah digunakan. “Kita tadi sudah menjelaskan bahwa dana- dana tersebut kita gunakan untuk pelatihan dan pengadaan barang- barang jasa untuk konsolidasi,”ujarnya.
Dana ini juga sebut Mutawalli untuk study banding ke daerah yang sudah melakukan penggabungan atau merger pada BPR. “Kalau uang yang kita pakai untuk keluar daerah bersama DPR (anggota DPRD NTB) itu adalah sebentuk hearing dan mendampingi bukan membiayai,”ujarnya.
Mutawalli dengan tegas menepis jika dalam proses merjer PD BPR ke PT BPR NTB dan pengisian direksi jika ada isu suap. Dia mengklaim bahwa yang pengisian direksi nantinya sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku. “Tidak ada persoalan suap terkait direksi maupun pengurus lainnya, karena setelah pengurus selesai maka ada penunjukan siapa yang akan menjadi direktur dan jabatan lainnya. Yang kita suap juga siapa?,”ujarnya.
Mutawali yang juga namanya sudah masuk dalam kandidat calon direktur itu menyampaikan penyidik melakukan pemeriksaan yang kedua kalinya terhadap dirinya. Pemeriksaan kali ini untuk penyempurnaan saja. ”Penyidik hanya meminta dokumen seperti SOP dan kelengkapan struktur yang ada kaitanya dengan izin perinsip. Penyidik juga minta perda perubahan badan hukum dan pembangunan,”tambahnya.
Disampaikannya, saat ini ada tiga tim dalam perubahan badan hukum PD BPR NTB menjadi PT BPR NTB yaitu tim legalitas, tim ITE dan akutansi serta tim yang ketiga adalah Tim Sumber Daya Alam (SDA). “Tim tersebut berlaku sampai SK tersebut dicabut oleh gubernur dan kalau sudah tuntas persoalan BPR maka otomatis SK itu sudah selesai,”ujarnya.
Baginya tim- tim itu bekerja dan dibiayai oleh anggaran BPR. Namun ia enggan menyebutkan jumlah dana tersebut. Yang jelas katanya dana- dana itu diperuntukkan untuk pelatihan dan tidak ada penyuapan dalam proses merjer dan pengisian direksi dan komisaris PT BPR NTB.”Tidak ada saya dengar ada penyuapan karena siapa juga yang kita suap,”ujarnya.
Pihak Kejati sendiri belum memberikan keterangan seputar pemeriksaan ini. Kasi Penkum dan Humas Kejati Dedi Irawan yang dikonfirmasi belum memberikan keterangan. (cr-met)