Meresahkan, Musala Jamaah Salafi Dihancurkan

PRAYA-Masyarakat Dusun Rembiga Desa Selebung Rembiga Kecamatan Janapria, dihebohkan adanya ajaran baru yang disebarkan Muhammad Ihsan dan Wahyu Saefuddin.

Ajaran baru yang disebarkan oleh dua orang ini dinilai telah resahkan masyarakat, sehingga berujung pada perusakan tempat ibadah. Menindaklanjuti kemarahan masyarakat tersebut, seluruh Babinkamtibmas se Kecamatan Janapria, dua pelton Dalmas Polres Lombok Tengah yang dipimpin Kasat Sabhara diterjunkan untuk mengamankan masyarakat.

Untuk lebih tenang jalannya kemarahan masyarakat tersebut, akhirnya masyarakat yang jumlahnya sekitar 90-an orang tersebut dibawa ke Kantor Desa Selebung Rembiga, untuk diberikan penjelasan. Hadir saat itu, Kadus Menyiuh, Nyangget Lauk dan Daye, Kades Selebung Rembiga, Camat Janapria, Kapolsek Janapria dan dua orang salafi.

Kades Selebung Rembiga, Meli mengatakan, dia terkejut ketika beberapa hari lalu sempat mendapatkan kabar adanya pengerusakan tempat ibadah milik jamaah salafi. Pemdes sendiri, katanya, sudah berusaha menyikapinya tapi belum tuntas hingga kemarin kedua belah pihak sepakat untuk menuntaskan kesalahpahaman itu. ‘’Kami berharap bisa dicarikan solusinya atas masalah ini,’’ katanya.

Sementara Camat Janapria, H Munir meminta, agar ajaran Salafi yang sempat disebarkan itu tidak lagi dilakukan. Ajaran telah membuat masyarakat resah dan berujung pada pengrusakan tempat ibadah. Dimana semestinya, pembagunan tempat ibadah (masjid/musala) mestinya mendapatkan rekomendasi atau izin dari instansi terkait. Seperti Kementerian Agama atau setidak-tidaknya kepala dusun dan kepala desa dan camat. Sehingga keberadaanya diketahui orang banyak dan tidak menjadi masalah seperti sekarang ini.

Baca Juga :  Penyidik Kebut Berkas Kasus RMA

Bukan hanya ajaran yang dipermasalahkan masyarakat, kata Munir, namun tata cara pernikahan yang telah dilakukannya telah melanggar adat istiada. Yakni telah melangsungkan pernikahan tanpa diketahui perangkat desa atau dusun dan tanpa adanya proses sorong serah sehingga terkesan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. ‘’Selama ini masyarakat resah dengan paham yang saudara bawa. Termasuk tidak melakukan zikir usai salat Jumat,’’ sebutnya.

Untuk itu, Munir meminta, agar Muhammad Ihsan dan Wahyu Saefuddin dan pengikutnya kembali ke paham Ahlussunnah Waljamaah. ‘’Dan kalau bisa sebaiknya saudara kembali ke kampung halaman saudara di Jogjakarta, agar tidak menimbulkan kekacauan lagi,’’ imbuhnya.

Baca Juga :  Siti Aisyah Tidak Ditahan

Sementara Kapolsek Janapria, IPTU I Ketut Weda mengaharpkan, semua masyarakat untuk bisa menahan diri. Sedangkan masyarakat yang sudah masuk dalam aliran tersebut agar kembali ke ajaran semula. Sehingga tidak menimbulkan keresahan yang mengakibatkan kegaduhan seperti ini. ‘’Kita berharap kepada semua pihak agar tidak ada lagi kegaduhan seperti ini,’’ imbuhnya.

Pantuan Radar Lombok di lokasi, ada 6 kesepakatan yang mengakhiri pertemuan perdamaian itu. Diantaranya Muhammad Ihsan tidak keberatan apabila pembangunan musala atau masjid dihentikan dan diancurkan, bersedia membayar denda pati sesuai aturan adat yang berlaku, akan beritikad baik untuk melakukan pengurusan administrasi kependudukan, bersedia tidak menyebarkan paham yang dianutnya agar tidak meresahkan masyarakat. Selanjutnya bersedia bersosialisasi dengan masyarakat sekitar dan mematuhi aturan adat yang berlaku di wilayah Desa Selebung Rembige.

Hasil kesepakatan tersebut langsung ditanda tangani oleh Kadus Menyiuh, Kadus Nyangget Daye dan Nyangget Lauq, yang disaksikan Kades Selebung Rembige, Camat dan Kapolsek, sekaligus penyerahan dana denda pati kepada Kadus Menyiuh sebesar Rp. 2.000.0000. (cr-ap)

Komentar Anda