Menteri HAM: Mayoritas Wisatawan Asing Tolak Pembangunan di Tanjung Aan

Petisi penolakan pembangunan Tanjung Aan sebagai respons atas kekhawatiran hilangnya keaslian alam dan budaya kawasan tersebut. (IST FOR RADAR LOMBOK)

PRAYA–Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia, Natalius Pigai, angkat bicara terkait rencana pengosongan lahan oleh Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) di kawasan Pantai Tanjung Aan, Desa Sengkol, Kecamatan Pujut.

Rencana tersebut dilakukan untuk memfasilitasi pembangunan beach club oleh investor yang telah bekerja sama dengan ITDC.

Natalius Pigai menyampaikan bahwa berdasarkan laporan yang diterimanya, rencana pembangunan tersebut mendapat penolakan, terutama dari wisatawan asing atau bule.

“Jujur saja, banyak bule menyampaikan kepada saya bahwa mereka tidak setuju dengan pembangunan infrastruktur di Tanjung Aan. Dari informasi yang saya dapatkan, hampir 99 persen bule menolak pembangunan beach club atau resor di sana,” ungkap Pigai usai berdiskusi dengan warga di Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Kamis (20/6).

Ia melanjutkan, wisatawan asing datang ke Tanjung Aan karena daya tarik keaslian alamnya. Jika kawasan tersebut dibangun seperti halnya daerah-daerah wisata di Bali, maka nilai keunikan Tanjung Aan bisa hilang.

“Para bule ingin Tanjung Aan tetap seperti sekarang. Mereka memang warga negara asing, tetapi dalam konteks pariwisata mereka adalah subjek penting. Tanpa kehadiran mereka, pariwisata juga tidak berkembang. Maka, pendapat dan keluhan mereka perlu kita dengarkan,” ujarnya.

Pigai menegaskan, keberadaan petisi penolakan pembangunan akan menjadi bahan pertimbangan yang disampaikan pihaknya kepada ITDC. “Pertanyaannya sekarang, apakah Tanjung Aan ingin tetap menjadi kawasan wisata yang alami atau diubah? Yang jelas, bagi saya, Tanjung Aan adalah aset wisata yang menarik bagi banyak wisatawan,” tegasnya.

Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) General Manager The Mandalika, Wahyu Moerhadi Nugroho, menjelaskan bahwa pengelolaan tanah di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika berada di bawah tanggung jawab ITDC sebagai pengembang dan pengelola kawasan. Total lahan KEK Mandalika seluas sekitar 1.350 hektare merupakan aset negara yang telah dipisahkan dan diserahkan kepada ITDC berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 50 Tahun 2008, termasuk area Tanjung Aan.

“Kegiatan yang saat ini dilakukan di Tanjung Aan adalah pengosongan dan penataan lahan yang sah dimiliki oleh ITDC berdasarkan Sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) Nomor 49, 64, 80, 82, dan 83. Sertifikat ini diterbitkan melalui keputusan Kementerian ATR/BPN sebagai bagian dari pengembangan kawasan pariwisata KEK Mandalika. Tidak ada gugatan atau klaim kepemilikan lain di area tersebut,” jelas Wahyu.

Ia menegaskan bahwa pengosongan lahan dilakukan untuk menyiapkan area pembangunan bagi investor sesuai rencana induk pengembangan kawasan, serta tetap mematuhi peraturan perundang-undangan.

“Pembangunan dan investasi di Tanjung Aan sudah sesuai dengan tujuan awal KEK Mandalika, yakni memberikan manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat sekitar serta warga NTB secara umum,” ujarnya.

Wahyu juga menegaskan bahwa kegiatan ini bukan penggusuran paksa, melainkan penataan kawasan berdasarkan perencanaan tata ruang. ITDC juga membuka ruang komunikasi dan menerima masukan dari masyarakat maupun pelaku usaha terdampak.

“Kami berharap masyarakat mendukung dan bekerja sama dalam penataan area Tanjung Aan demi menciptakan iklim investasi yang kondusif. Kehadiran investasi ini juga akan berdampak positif bagi masyarakat, seperti peningkatan lapangan kerja, kemitraan UMKM lokal, dan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Lombok Tengah,” pungkasnya. (met)